Aku telah memilih...

Hidup adalah Pilihan...
Aku telah memilih untuk tidak menjadi insan biasa.
Memang hakku untuk menjadi LUAR BIASA.
Aku mencari kesempatan, bukan menunggu kesempatan.
Aku tidak ingin menjadi insan yang terkungkung dan terpenjara,
direndahkan dan dihinakan oleh pihak yang berkuasa.
Aku siap menghadapi resiko terencana,
merealisasikan impian agung yang dijanjikan.

Terlalu murah jikalau aku dihargai dengan HARTA,
Terlalu rendah jikalau aku dihargai dengan TAHTA,
dan terlalu hina jikalau aku dihargai dengan WANITA.
Aku yakin...
Kenikmatan mencapai impian, bukanlah utopia yang basi.
Oleh karenanya, aku memilih tantangan hidup, bukan pantangan hidup.
Aku tidak akan menjual harga diriku,
Tidak juga kemuliaan dakwahku,
hanya untuk mendapatkan Harta, Tahta, dan Wanita.

Aku tidak akan merendahkan diri,
Pada sembarang kekuasaan dan kekuatan dzalim yang terus mengancam.
Sudah menjadi warisanku untuk berdiri tegak, gagah, dan berani.
Aku berpikir dan bertindak dari diri sendiri,
Untuk meraih izzatul islam wal muslimiin.
Dengan berani menegakkan kembali Khilafah Islamiyah, dan berkata
"Tsumma takuunu khilafatan 'ala minhajin nubuwwah,
Allahu Akbar...!!!
"
Segalanya ini memberikan makna seorang insan sejati.



-Salam Pembebasan-

Kang Alfan 'TheInspirator'
Dua Sejoli: Adam dan Hawa

Mutiara ini adalah kisah cinta sejati yang tak kalah melegenda dari sekedar kisah cinta picisan Julius Caesar, kaisar Romawi yang rela kehilangan kehormatan, kesetiaan dan bahkan negaranya demi si Ratu Penggoda:Cleopatra. Atau kisah tentang pemuda bernama Romeo, demi seorang wanita yang bernama Juliet, rela kehilangan keluarga, dan tentu saja nyawa. Atau kisah Rama dan Shinta dalam legenda Bharatayudha. Kisah cinta ini jauh lebih agung dari kisah-kisah cinta picisan yang hanya sekedar untuk menghamba pada nafsu birahi, kisah cinta ini menjadi cikal bakal peradaban yang beradab nan mulia, kisah cinta yang berawal dari kisah cinta antara kakek-nenek moyang kita yaitu Adam as dan Sayyidah Hawa hingga kisah cinta penulis sendiri yang insyaALLAH menggugah dan menginspirasi. Afwan, saya bukanlah seorang sejarawan, bukanlah seorang cerpenis, apalagi novelis. Oleh karena itu, bila bahasa dalam kisah cintanya kurang menarik, atau saya salah mengutip atau meriwayatkan sebuah kisah, atau bahkan mutiara ini tak berkenan. Saya mohon maaf, ini saatnya saya untuk dikritisi.

1. Adam as dan Hawa

Setelah penciptaan Adam as, kemudian penciptaan lawan jenisnya. Mulailah rasa cinta itu masuk ke dalam hati Adam as. Bagaimana tidak! Yang dicintai Adam as adalah makhluk paling indah yang ada waktu itu, Allah telah memakaikan tujuh puluh perhiasan surgawi padanya. Makhluk itu adalah Hawa, Bunda kaum wanita.

“Siapakah engkau?!?”, tanya Adam as.
“Aku diciptakan Allah untukmu?”, jawab Hawa.
“Kalau begitu kemarilah !”, ajak Adam as.
“Tidak, engkaulah yang kesini.” Hawa menyahut.

Adam bangkit mendekatinya. Lalu Allah berfirman, “Hai Adam, bersabarlah! Ia belum halal sebelum engkau menikahinya”. Kemudian Allah menitahkan segenap penghuni surga untuk menghias surga serta mempersiapkan aneka hidangan untuk memeriahkan acara pernikahan Adam dengan calon isterinya. Para malaikat langit berkumpul di bawah pohon Thuba. Kemudian Allah menikahkan mereka berdua,

“Segala puji hanya bagi-Ku. Keagungan adalah pakaian-Ku. Kebanggaan diri adalah selendang-Ku. Keindahan adalah wajah-Ku. Kelembutan adalah perhiasan-Ku. Makhluk-makhluk adalah abdi-Ku. Dan pernikahan adalah bagian dari rahasia-Ku. Aku nikahkan Adam dan calon istrinya, dan Ku jadikan para malaikat dan para penghuni surga sebagai saksi”.

Adam bertanya, “Yaa Tuhanku, apa mas kawin yang harus kuberikan kepadanya? Apakah emas, perak atau intan kumala?”.
“Bukan”, jawab Rabul Izzati
“Kalau begitu, apa?”
“Mas kawinmu adalah membaca shalawat sepuluh kali kepada Rasul-Ku, Muhammad, penutup para Rasul dan penghulu sekalian Nabi”.

Dan, Cinta Adam dan Hawa pun bertasbih. Wallahu a’lam bish shawab…

bersambung... (Musa as dan Syafura binti Syu'aib as)
Jangan Takut Bilang Cinta

Rasa cinta pasti ada,
Pada makhluk yang bernyawa,
Takkan hilang selamanya,
Hingga akhir, akhir masa.
Renungkanlah…

Begitulah salah satu lirik warisan almarhum Maggy Z, lirik yang benar adanya, dan apa adanya. Telah menjadi rahasia umum bahwa sepanjang sejarah peradaban manusia, pasti ada kisah cintanya. Karena memang, cinta ada karena ada manusia, dan manusia ada karena adanya cinta. Disamping menciptakan rasa cinta itu, Allah juga mengatur bagaimana cara penyalurannya, yaitu dengan jalan pernikahan. Tidak seperti binatang, yang seenaknya saja, slonong sana - slonong sini. Subhanallah… begitu sempurnanya Allah menciptakan dan mengatur semua itu, lalu nikmat-Nya manakah yang masih berani kita dustakan? Bicara tentang cara –yaitu pernikahan-, pernikahan itu sangat sensitif. Apa saja yang ada dalam proses menuju pernikahan maupun (mungkin) fase-fase awal pernikahan, mudah membangkitkan perasaan yang kuat, positif maupun negatif -seperti salah paham, salah sangka, GeDe rasa, CaPer, dsb-. Ada dua pemeran utama yang aktif dalam proses menuju pernikahan, yaitu Lelaki dan Perempuan. Pada pihak lelaki, mereka mondar-mandir timur-ke-barat selatan-ke-utara mencari sang pujaan hati yang sesuai di hati, sedangkan pada pihak perempuan –dari musim durian hingga musim rambutan- begitu sabar dan setia menunggu pangeran berkuda putih atau bersepatu putih yang cocok di hati. Bagi pihak lelaki, tidak terlalu khawatir karena fakta sekarang mengatakan bahwa perbandingan jumlah lelaki dan perempuan di dunia adalah 1:5, jadi meski patah hati bila cinta ditolak oleh perempuan yang pertama, 'kan masih ada empat perempuan lain yang sibuk menunggu, jadi ngapain dukun harus bertindak. Lalu bagaimana dengan pihak perempuan?

Tatkala usia terus merayap naik sementara ringkikan kuda putih atau derap langkah sepatu putih tak kunjung terdengar, segera keresahan mulai melanda. Pada masa-masa yang terbilang cukup rawan ini seringkali tanpa disadari, ada perilaku-perilaku yang mestinya tak layak dilakukan oleh seorang perempuan (baca muslimah, selanjutnya diganti dengan kata ganti ‘muslimah’) yang 'kadung' dijadikan teladan di lingkungannya. Ada muslimah yang menjadi sangat sensitif terhadap acara-acara pernikahan ataupun wacana-wacana seputar jodoh dan pernikahan. Atau bersikap seolah tak ingin segera menikah dengan berbagai alasan seperti karir, studi maupun ingin terlebih dulu membahagiakan orang tua. Padahal, hal itu cuma sebagai pelampiasan perasaan lelah menanti sang pangeran.

Sebaliknya, ada juga muslimah yang cenderung bersikap over acting. Terlebih bila sedang menghadiri acara-acara yang juga dihadiri lawan jenisnya. Biasanya, ia akan melakukan berbagai hal agar "terlihat", berkomentar hal-hal yang tidak perlu yang gunanya cuma untuk menarik perhatian, atau aktif berselidik jikalau mendengar ada laki-laki shalih yang siap menikah. Seperti halnya wanita dimata laki-laki, kajian dengan tema "lelaki" pun menjadi satu wacana favorit yang tak kunjung usai dibicarakan dalam komunitas muslimah. Demi Allah, apa yang menghimpit kita (muslimah) sehingga seringkali kita sanggup meneteskan air mata. Kalau mau jujur-jujuran, awalnya adalah karena kita menunda apa-apa yang harus disegerakan, dan mempersulit apa yang seharusnya dimudahkan. Padahal Rasulullah saw telah memberi peringatan kepada kita:
"Bukan termasuk golonganku orang-orang yang merasa khawatir akan terkungkung hidupnya karena menikah, kemudian ia tidak menikah."
(HR. Imam ath-Thabrani).
"Wahai Ali... ada tiga perkara jangan ditunda-tunda, apabila sholat telah tiba waktunya, jenazah apabila telah siap penguburannya, dan perempuan apabila telah datang laki-laki yang sepadan meminangnya."
(HR. Imam Ahmad)

Haruskah terus menerus bersikap membohongi diri seperti contoh di atas. Betapa lelahnya kita ketika harus berbuat seperti itu sementara seolah tidak ada lagi yang bisa dilakukan selain menunggu dan berharap semoga Allah segera mendatangkan pilihan-Nya, jodoh memang ditangan Tuhan, tapi kalau tidak diambil-ambil, kapan dapatnya. Atau masihkah tidak merasa malu untuk menghinakan diri dengan aksi over acting dan 'caper'.

Menurut Ust. Fauzil Adhim, banyaknya muslimah yang belum menikah di usianya yang sudah cukup rawan bukannya tidak siap, tetapi karena mereka tidak pernah mempersiapkan diri. Kesiapan disini, termasuk di dalamnya adalah kesiapan untuk menerima calon yang tidak sesuai dengan kriteria yang diinginkan sebenarnya, meski jikalau ditilik kembali sesungguhnya lelaki tersebut sudah memiliki persyaratan yang 'sedikit' lebih dibanding lelaki biasa. Misalnya, hamilud dakwah, setidaknya shalatnya benar, akhlaknya baik, tidak berbuat syirik dan pergaulannya tidak jauh dari orang-orang shalih. Artinya, lanjut Ust. Fauzil, tidak usah mematok kriteria terlalu tinggi. Walaupun sebenarnya, sah-sah saja untuk melakukannya.

Pada keadaan tertentu, seringkali para muslimah seperti tidak berdaya mengatasi kelelahannya mencari (baca: menunggu) jodoh. Padahal, ada satu hal yang boleh dan sah saja untuk dilakukan oleh seorang muslimah, yakni menawarkan diri untuk dipinang. Hanya saja, selain masih banyak yang malu-malu membicarakannya, banyak pula yang menganggap hal ini sebagai sesuatu yang tabu, karena tidak pernah dicontohkan oleh para orang tua kita, padahal telah dimotori oleh wanita mulia yaitu Sayyidah Khadijah ra. Asalkan pada lelaki yang baik-baik, dalam pandangan Islam sah-sah saja wanita menawarkan diri untuk dipinang.

Dalam suatu riwayat dikisahkan, suatu saat Sayyidah ‘Aisyah ra merasa cemburu, lalu berkata kepada Rasulullah saw, “Bukankah ia hanya seorang wanita tua dan Allah telah memberi gantinya untukmu yang lebih baik daripadanya?” Maka beliau pun marah sampai terguncang rambut depannya. Lalu beliau berkata, “Demi Allah! Ia tidak memberikan ganti untukku yang lebih baik daripadanya. Khadijah telah beriman kepadaku ketika orang-orang masih kufur, ia membenarkanku ketika orang-orang mendustakanku, ia memberikan hartanya kepadaku ketika manusia yang lain tidak mau memberiku, dan Allah memberikan kepadaku anak darinya dan tidak memberiku anak dari yang lain.” Lalu ‘Aisyah ra berkata dalam hati, “Demi Allah, aku tidak akan lagi menyebut Khadijah dengan sesuatu yang buruk selama-lamanya.”

Pernikahan Rasulullah Muhammad saw dengan Ummul Mukminin Khadijah ra adalah pernikahan yang paling indah dan penuh barakah. Pernikahan yang seagung ini justru berawal dari inisiatif Sayyidah Khadijah ra. Ia menolak menikah dengan raja-raja, para bangsawan, dan para hartawan yang sebelumnya meminangnya, tetapi ia lebih memilih dan menyukai Muhammad yang yatim-piatu. Ia mencari suami yang agung, berkarakter kuat, berkepribadian tinggi, dan berjiwa bersih. Dan semua itu ada pada sosok Muhammad yang Ummi. “Wahai Muhammad, aku senang kepadamu karena kekerabatanmu denganku, kemulianmu dan pengaruhmu di tengah-tengah kaummu, sifat amanahmu di mata mereka, kebagusan akhlakmu, dan kejujuran bicaramu.” Ungkapan Khadijah ra kepada Muhammad saw. Subhanallah… Allahu Akbar wa Lillahilham.


Senada dengan Ust. Fauzil Adhim, Ust. Ihsan Tanjung dalam salah satu rubrik konsultasi keluarga pernah mengatakan, seorang muslimah sebaiknya mengungkapkan perasaannya -keinginannya untuk dikhitbah- kepada seorang lelaki shalih yang menjadi pilihannya, ketimbang dia lebih mungkin terkena dosa zina hati karena terus menerus mengharapkan si lelaki tanpa kejelasan atau kepastian. Hanya saja, yang mungkin perlu diperhatikan adalah seberapa tinggi daya tawar yang dimiliki oleh para muslimah itu ketika dia harus mengungkapkan perasaannya. Pertanyaan yang sering muncul adalah "seberapa pantas dirinya" saat meminta si lelaki untuk melamar dan menikahinya. Untuk hal ini, sepantasnya bukan kata-kata terlontar dari mulut untuk mengkhabarkan kepantasan diri. Namun, dengan mempertinggi kualitas ke-shalihah-an tanpa mengagungkan kecantikan wajah, mengedepankan akhlak yang baik sebagai pakaian sehari-harinya disamping juga ia perlu membenahi penampilannya untuk sekedar meningkatkan kepercayaan diri, dan menjaga mata pandangannya untuk selalu bercermin kepada hati, karena disanalah cinta dapat berkembang. Sungguh lebih mulia jikalau kita dicintai karena mencintai, bukan mencintai karena dicintai.

Bagi kita (muslimah), kepentingan menghaluskan wajah tidak mengalahkan kepentingan kita untuk menghaluskan jiwa, karena kecantikan yang murni justru terpancar dari jiwa yang cantik (inner beauty). Kecantikan seperti inilah yang senantiasa tumbuh sepanjang waktu. Jikalau hal-hal itu sudah dipersiapkan sebaik mungkin dan terpatri menjadi hiasan diri, maka melangkahlah untuk menjemput impian. Namun demikian, perlu juga rasanya untuk melatih menata hati dan berjiwa besar jikalau cinta terpaksa harus bertepuk sebelah tangan atau menerima kenyataan diluar harapan. Tapi percayalah, insyaALLAH, jikalau sikap menawarkan diri dilakukan dengan ketinggian sopan santun, tidak akan menimbulkan akibat kecuali yang maslahat. Seorang lelaki yang memiliki tsaqafah islamiyah yang mendalam pasti akan meninggikan penghormatan terhadap mujahadah (perjuangan) saudarinya. Tidak akan merendahkan wanita yang menjaga kehormatannya seperti ini, kecuali lelaki yang rendah, dungu, dan tidak memiliki kehormatan kecuali sekedar apa yang disangkanya sebagai kebaikan. Seorang lelaki insyaALLAH akan sangat hormat, setia, dan menaruh kasih sayang mendalam jikalau menerima ajakan agung wanita shalihah untuk menikahi. Namun jikalau terhalang untuk menerima tawaran, insyaALLAH pada diri lelaki tsb akan tumbuh rasa hormat, segan, dan respek terhadapnya.

Sungguh, melalui Mutiara kali ini, saya sangat hormat kepada mereka yang berani bermujahadah. Kepada mereka, saya ingin menyampaikan salam hormat saya. Semoga Allah memberi pertolongan dan ridha-Nya kepada kita semua sampai kelak Allah mengumpulkan di akhirat. Mudah-mudahan Allah ‘Azza wa Jalla mengumpulkan mereka bersama Sayyidah Khadijah di al-Haudh. Amiin… Allahumma amiin. Yaa Allah, ini hamba-Mu memohon kepada-Mu.


Ukhti...
Janganlah engkau sampai kehilangan jati diri dalam proses penantian itu.
Jikalau ingin berlari, belajarlah berjalan dahulu.
Jikalau ingin berenang, belajarlah mengapung dahulu.
Jikalau ingin dicintai, belajarlah mencintai dahulu.
Tentunya, lebih baik menawarkan diri pada ikhwan yang tepat.
Ikhwan yang engkau inginkan,
Ikhwan yang engkau idamkan.
Meski ia tidaklah secerdas Ali ra,
tidaklah semulia Muhammad ra,
tidaklah setegar Ibrahim ra.
Yang terpenting, ia adalah pilihan akhir zaman.

Dan ingatlah, yaa Ukhti...
Engkau bukanlah Fatimah ra yang begitu istimewa dalam sederhana,
Bukan Khadijah ra yang begitu sempurna dalam menjaga,
Bukan pula Maryam ra yang begitu mulia dalam aniaya,
Pun bukanlah Hajar ra yang begitu setia dalam sengsara.
Engkau hanyalah seorang wanita biasa,
yang terus berusaha menjadi sholehah seperti Mereka.

Wallahu a’lam bish shawwab…
Belahan Jiwa
lembut belaian kasihmu takkan terganti
tak ada yang bisa sepertimu
aku di sini sendiri berteman sepi
meski terpisah jarak kau dan aku
hanya bayangmu yang menemani
derap langkah perjuanganku

kaulah belahan jiwaku
kaulah curahan hatiku
kaulah lentera hidupku
dan kaulah bidadariku

(Mutiara Hati feat D.O.T Band)
* * * * *
"...Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui..."
(QS an-Nur :32)
"In Yakuunuu Fuqaraa-a, yughnihimullahuhu min fadhlihi", demikian bunyi janji itu. Dan Jika Allah Yang Berjanji, Maka Allah akan Menepati. Innalaha yukhliful mii'aad.

Apa yang membuat kita (ikhwan) ragu-ragu untuk melangkah menyempurnakan separuh agama ini? Sebagian besar menjawab materi sebagai alasannya. Begitu juga yang pernah saya rasakan tempo lalu. Sulit untuk bisa membawa keyakinan akan ayat tadi ke tataran praktis, padahal begitu banyak cerita menakjubkan yang saya dengar tentang pernikahan. Kini, meski masih belum ada ijab-qabul. Saya mengalami apa-apa yang belum pernah saya alami, merasakan apa-apa yang belum pernah saya rasakan, memikirkan apa-apa yang belum pernah saya pikirkan, merenungkan apa-apa yang belum pernah terlintas untuk saya renungkan. Pernikahan adalah salah satu perjanjian kuat (Mitsaqan Ghalidza) dihadapan Allah yang tercantum dalam al-Qur’anul Kariim, dan perlu diketahui, hanya tiga kali al-Qur’an menyebut perkara yang termasuk Mitsaqan Ghalidza, salah satunya adalah pernikahan, dua perkara yang lain tentang Tauhid. Subhanallah…

"Wallahu wasi'un 'aliim", Dan Allah Maha Luas Pemberiannya, begitu bunyi penutup ayat diatas. Begitu luasnya pemberian Allah, sehingga kurs materi tidak akan pernah bisa membelinya. Seorang pendamping hidup adalah pemberian-Nya. Begitu pula semua yang menyertai bidadari itu. Dan jikalau kita ingin meminta... Minta keberkahan-lah yang datang bersama belahan jiwa yang kita pilih itu, karena tampilan shalihah, apalagi sekedar cantik rupawan, takkan pernah cukup untuk memberikan kekuatan agar lentera cita-cita mulia sebuah rumah tangga tetap menyala. Karenanya, semampu kita... pilihlah seorang pasangan hidup dengan ukuran keberkahan, apalagi bila keluarga yang akan kita bangun adalah keluarga Pejuang (tentunya pejuang Syariah dan Khilafah), bukan keluarga Pencari Uang, maka ukuran keberkahan teramat sangat diutamakan. Silahkan tengok lagi kisah pernikahan Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib ra dengan Sayyidah Fatimah ra, pernikahan yang tidak perlu dipertanyakan lagi keberkahannya. Bisa dikatakan, wanita shalihah belum tentu berkah, tapi wanita berkah pasti shalihah.

Rasulullah Muhammad SAW mengisyaratkan benar pintu-pintu keberkahan itu jangan sampai ditutup oleh keserakahan parameter yang lain.
"Jika ada orang yang kalian ridhai agamanya dan akhlaknya meminang puteri kalian, maka nikahkanlah ia, jika kalian tidak melakukannya, maka fitnah di bumi dan kerusakan besar akan terjadi".
(HR. Imam at-Tirmidzi)
"Di antara kebaikan wanita ialah memudahkan maharnya".
"Pernikahan yang paling besar keberkahannya ialah yang paling mudah maharnya".
(HR. Imam Ahmad)
"Sebaik-baik pernikahan ialah yang paling mudah".
(HR. Imam Abu Dawud)
Denyut keberkahan seorang wanita ...
Itulah yang mesti kita telisik di dada ketika cinta menyapa ...
Ada beda yang akan kita rasa, tentang dia ...
Beda itu akan menguatkan azzam kita ...
Menjaga kita tetap dalam logika keimanan ketika menilai harta dan rupa ...

Sobat Mutiara Hati yang dimuliakan Allah... Janji Allah itu pasti, oleh karena itu niatkan keberkahan hadir di setiap keputusan hidup kita, termasuk keputusan memilih dan menemani seseorang dalam jalan perjuangan Izzatul Islam wal Muslimin bisy Syariah wal Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah dan serta menuju pertemuan indah dengan-Nya. Allahu Akbar…
Dahsyatnya Cinta… !!!

Pernahkah Anda merasakan
bahwa Anda mencintai seseorang,
meski Anda tahu ia tak sendiri lagi?
Meski Anda tahu cinta anda takkan berbalas,
tapi Anda tetap mencintainya?

Pernahkah Anda merasakan,
bahwa Anda sanggup melakukan apa saja
demi seseorang yang Anda cintai,
meski Anda tahu ia takkan pernah peduli?
Atau pun ia peduli dan mengerti,
tapi ia tetap pergi?

Pernahkah Anda merasakan…
Dahsyatnya Cinta… !!!
tersenyum kala terluka, menangis kala bahagia,
bersedih kala bersama, tertawa kala berpisah !

Saya pernah tersenyum kala terluka…
karena Saya yakin,
bahwa Allah pasti akan memberikan yang lebih terbaik untukku.

Saya pernah menangis kala bahagia…
karena Saya khawatir kebahagiaan ini,
hanya sebuah kesemuan yang ditunggangi oleh hawa nafsu belaka.

Saya pernah bersedih kala bersama…
karena Saya takut,
Allah belum tentu menjadikannya untukku.

Dan, Saya juga pernah tertawa kala berpisah…
karena cinta memang tak harus memiliki
-cinta ada dalam jiwa, bukan dalam raga-,
dan serta Saya yakin bahwa
Allah telah menyiapkan cinta yang lain,
yang jauh lebih baik untukku…
  • Berlangganan

    Sahabat yang ingin mutiara-mutiara ini langsung terkirim ke Email Sahabat, silahkan masukkan Email disini:

    Kacamata Dunia

    free counters