Ummu Syuhada'

Ada pepatah yang tak asing di telinga kita: Di belakang tokoh mulia, pasti ada wanita mulia. Al-Khansa’ bin Amr, sosok wanita mulia itu, adalah salah satunya. Shahabiyah (sahabat wanita Rasulullah saw.) ini sukses mengantarkan keempat putranya menjadi mujahid sejati, hingga mereka meraih kedudukan paling mulia: menjadi syuhada.

Al-Khansa’ adalah penyair wanita pertama dan utama. Ia penyair dua zaman: zaman Jahiliah dan zaman Islam. Para sejarahwan sepakat bahwa sejarah tak pernah mengenal wanita yang lebih jago bersyair daripada al-Khansa’, sebelum maupun sepeninggal dirinya.

Tatkala mendengar dakwah Islam, al-Khansa’ datang bersama kaumnya, Bani Sulaim, menghadap Rasulullah saw. dan menyatakan keislaman mereka.

Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa al-Khansa’ dan keempat putranya ikut serta dalam Perang al-Qadisiyyah. Menjelang malam pertama mereka di al-Qadisiyyah, al-Khansa’ berwasiat kepada putra-putranya:

Anakku, kalian telah masuk Islam dengan taat dan berhijrah dengan penuh kerelaan. Demi Allah Yang tiada tuhan yang haq selain Dia. Kalian adalah putra dari laki-laki yang satu sebagaimana kalian juga putra dari wanita yang satu. Aku tak pernah mengkhianati ayah kalian, tak pernah mempermalukan paman kalian, juga nenek moyang kalian dan tak pernah menyamarkan nasab kalian.

Kalian semua tahu betapa besar pahala yang Allah siapkan bagi orang-orang yang beriman ketika berjihad melawan orang-orang kafir. Ketahuilah, negeri akhirat yang kekal jauh lebih baik daripada dunia yang fana ini. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah dan kuatkanlah kesabaran kalian, tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian beruntung (TQS Ali Imran [2]: 200).

Andaikata esok kalian masih diberi kesehatan oleh Allah, maka perangilah musuh kalian dengan gagah berani, mintalah kemenangan atas musuh kalian dari Ilahi.

Jika pertempuran mulai sengit dan api peperangan mulai menyala, terjunlah kalian ke jantung musuh, dan habisi pemimpin mereka saat perang tengah berkecamuk. Mudah-mudahan kalian meraih ghanimah dan kemuliaan di negeri yang kekal dan penuh kenikmatan..

Terdorong oleh nasihat ibunya, esoknya keempat putranya maju ke medan perang dan tampil dengan gagah berani. Mereka bangkit demi mewujudkan impian sang ibunda. Tatkala fajar menyingsing, majulah keempat putranya menuju kamp-kamp musuh. Sesaat kemudian, dengan pedang terhunus, anak pertama memulai serangannya sambil bersyair: Saudaraku, ingatlah pesan ibumu/tatkala di waktu malam menasihatimu/Nasihatnya sungguh jelas dan tegas: majulah dengan geram dan wajah muram/ Yang kalian hadapi hanyalah anjing-anjing Sasan/yang mengaum geram/Mereka telah yakin akan kehancurannya/maka pilihlah kehidupan tenteram/atau kematian penuh keberuntungan.

Ibarat anak panah, anak pertama melesat ke tengah-tengah musuh dan berperang mati-matian hingga akhirnya gugur sebagai syuhada.

Berikutnya, giliran anak kedua maju menyerang sembari melantunkan syair: Ibunda, wanita hebat dan tabah/pendapatnya sungguh tepat dan penuh hikmah/Ia perintah kita dengan cahaya/sebagai nasihat tulus bagi putranya/Majulah tanpa pusingkan jumlah mereka/dan raihlah kemenangan nyata/atau kematian mulia di Surga Firdaus yang kekal selamanya.

Kemudian ia bertempur hingga titik darah penghabisan, menyusul saudaranya ke alam baka, menjadi syuhada.

Selanjutnya anak ketiga ambil bagian. Ia maju mengikuti jejak saudaranya, seraya bersyair: Demi Allah, takkan kudurhakai perintah ibunda/perintah yang sarat kasih dan cinta/Sebagai bakti nan tulus dan kejujuran/majulah dengan gagah ke medan perang/hingga pasukan Kisra tunggang-langgang/atau biarkan mereka terang/bagaimana cara berjuang/Jangan mundur karena itu tanda pecundang/raihlah kemenangan meski maut menghadang.

Kemudian ia terus bertempur hingga terbunuh sebagai syuhada.

Tibalah giliran anak terakhir yang menyerang. Ia maju seraya melantunkan syair: Aku bukanlah anak al-Khansa’ maupun Akhram/tidak juga Amr atau leluhur mulia/Jika tak menghalau pasukan Ajam/melawan bahaya dan menyibak barisan tentara/Demi kemenangan yang menanti dan kejayaan/ataukah kematian di jalan yang lebih mulia.

Ia lalu bertempur habis-habisan. Akhirnya, ia pun gugur, juga sebagai syuhada.

Tatkala mendengar keempat putranya gugur sebagai syudaha, al-Khansa’ malah dengan tenang berkata, “Segala pujian milik Allah Yang telah memuliakanku dengan kesyahidan mereka. Aku berharap kepada Allah agar Dia mengumpulkan aku bersama mereka dalam naungan rahmat-Nya.” (Lihat: Al-Isti’ab fi Ma’rifah al-Ashhab, II/90-91. Lihat juga: Nisa’ Hawl ar-Rasul).

*****

Tentu, lahirnya para mujahid dan para syuhada tak mungkin tiba-tiba. Mereka tercipta melalui proses pendidikan serta pembinaan yang amat panjang, yang penuh dengan kesungguhan dan pengorbanan. Tak lupa, mereka juga adalah produk dari sebuah keteladanan. Al-Khansa’ adalah seorang mujahidah. Wajar jika dari rahimnya lahir pula para mujahid. Wajar pula jika seorang ulama (seperti Imam Syafii) lahir dari ibunda yang juga ulama. Juga wajar jika seorang pengemban dakwah dan pejuang Islam sejati lahir dari ibunda yang sama: ibunda pengemban dakwah dan pejuang Islam sejati. Sudahkah sosok itu ada dalam diri para orangtua, khususnya para ibunda? Jika belum, mungkinkah akan lahir generasi pengemban dakwah dan pejuang Islam sejati; atau akan lahir generasi para ulama besar seperti Imam Syafii; atau akan lahir generasi para syuhada, sebagaimana halnya putra-putra al-Khansa’?

Semoga kita sebagai orangtua, khususnya para ibunda, bisa seperti al-Khansa’: menjadi ummu syuhada’ (ibunda para syuhada). Amin...

Tentang Dia...

Sebuah cerita untuk dunia
Dari balik rangkai kata
Dari sebongkah hati berbalut suka
Dari segurat wajah berbalut ceria
Dari seulas bibir berbalut senyum canda
Akan dia di beranda masa
Membawa warna dalam setiap realita

Dia...
Yang terhadirkan sebagai masa
Dari berputih merah hingga berbalut kata dewasa
Bahkan mungkin juga kata menua
Hiasi jejak-jejak yang telah tercipta

Dia...
Bunga yang merasuk sukma
Menjaga hati di pelataran nirwana
Bulir hujan yang menetes selayak mutiara
Terbungkus rapi dalam kado asa

Dia...
Hamparan pantai berpasir
Kanvas rasa yang tiada akhir
Figura hidup yang terus bergulir

Dia...
Setangkai purnama yang bercahaya
Dihari yang berpagi buta
Dihati orang-orang terkasihnya

Dia...
Yang selalu setia bertanya
Apa darinya yang sekarang beda
Apa yang telah dilakukan demi Agama-Nya
Tinta emas apa yang telah ditorehkan dalam setiap sketsa
Dan yang sering terlupakan oleh kita
Dia... adalah waktu yang tersisa buat kita

Sahabat Mutiara Hati yang diberi kesempatan emas oleh Allah untuk menapakkan masa asa di Tahun Baru 1432 H ini, saya ingin mengajak sahabat kembali memahami dan menyingkap misteri waktu, dengan harapan timbul dan tumbuh Semangat Baru pada diri kita. Pertama-tama, saya ingin mengingatkan sahabat bahwa persoalan tentang waktu telah menarik perhatian berbagai ahli dari berbagai kalangan; dari para ilmuwan hingga para pujangga. Waktu seakan-akan tidak ada habis-habisnya untuk dibicarakan dan dibahas, padahal membicarakan dan membahas tentang waktu itu membutuhkan dan memakan waktu itu sendiri, termasuk ketika saya menulis Mutiara ini dan tatkala sahabat membacanya. Apabila di momen Tahun Baru 1432 H kali ini saya kembali mengajak sahabat untuk membahas soal waktu, maka ini saya lakukan dalam konteks bagaimana seharusnya kita tidak menyia-nyiakan waktu, sebab ketika waktu telah disia-siakan, maka dia tidak akan pernah kembali, dan yang tersisa pada kita hanyalah penyesalan belaka.

Salah satu bentuk penyia-nyiaan waktu adalah menunda-nunda pekerjaan. Orang yang menunda-nunda pekerjaan menganggap bahwa dia masih memiliki cukup waktu untuk mengerjakan apa yang ditunda-tundanya itu. Dia merasa masih memiliki waktu, dan dia merasa bahwa dia masih bisa mengelola waktu.

Memang, ketika kita kemarin-kemarin itu telah sering menunda-nunda pekerjaan, ada banyak peluang dan kesempatan bagi kita untuk menyelesaikan pekerjaan yang telah kita tunda-tunda tersebut. Dengan kata lain, ketika sebuah urusan itu ditunda, bisa jadi memang masih ada kesempatan dan peluang untuk mengerjakannya kemudian.

Hal yang harus kita renungkan, tidak semua peluang dan kesempatan itu selalu datang pada kita. Sudah banyak tangis dan air mata penyesalan yang ditumpahkan karena telah mengabaikan kesempatan dan peluang yang telah ada dan menganggap bahwa peluang dan kesempatan tersebut akan datang lagi. Jikalau kita termasuk orang yang suka menunda-nunda pekerjaan, percayalah bahwa kita tengah menggali lubang penyesalan buat kita sendiri.

Kita mungkin akan berkata, "Ah, yang saya tunda-tunda itu kan pekerjaan ringan. Nggak terlalu penting untuk dikerjakan segera?" Kita benar jikalau kita berkata begitu. Kita adalah seperti kebanyakan orang yang suka meremehkan pekerjaan-pekerjaan ringan, sederhana, atau sepele, sehingga menganggap pekerjaan itu tidak penting untuk segera dikerjakan. Jikalau kita demikian, kita juga tengah tidak menyadari bahwa tertundanya pekerjaan-pekerjaan yang berat, kompleks, dan musykil juga diawali dengan menunda pekerjaan ringan, sederhana, dan sepele. Barang siapa suka menyepelekan hal-hal remeh, maka suatu ketika dia akan menyepelekan pekerjaan yang tidak remeh.

Maka, tundalah urusan-urusan kita yang kita anggap kecil dan sepele, kita akan terdorong untuk menunda-nunda urusan yang besar dan tidak sepele. Lakukanlah hal ini jikalau kita ingin menyesal!

Sungguh, semua urusan itu berkaitan dengan waktu, dan memanfaatkan waktu yang ada adalah cara satu-satunya mengisi waktu dengan benar. Dengan tidak menyia-nyiakan waktu sedikit pun, berarti kita telah menggunakan waktu kita untuk menyelesaikan setiap urusan kita.

Sahabat, tidak ada waktu yang lebih baik selain sekarang untuk memulai hidup yang baik. Kita tidak perlu untuk menciptakan ulang kehidupan kita di waktu yang sudah lewat. Mulailah meskipun hanya dengan satu langkah, yang penting kita memulai, dan jangan ditunda untuk besok. Pergunakan waktu yang ada dengan sebaik-baiknya. Belajarlah pada orang-orang yang telah menyia-nyiakan banyak waktu dalam hidupnya. Belajar pulalah pada orang-orang yang telah menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Jangan mengabaikan setiap urusan kita, walau urusan itu sangat sepele dan sederhana. Dan jangan pernah merasa masih ada waktu sehingga kita melewati waktu yang ada dengan percuma, apalagi dengan melakukan maksiat. Agar Semangat Baru semakin cepat bin pesat timbul dan tumbuh, adakalanya sahabat menyimak dan merenungkan SMS yang dikirim ke saya oleh seorang guru saya tadi pagi:

Teruslah bergerak, hingga KELELAHAN itu LELAH mengikutimu.
Teruslah berlari, hingga KEBOSANAN itu BOSAN mengejarmu.
Teruslah berjalan, hingga KELETIHAN itu LETIH bersamamu.
Teruslah bertahan, hingga KEFUTURAN itu FUTUR menyertaimu.
Tetaplah berjaga, hingga KELESUAN itu LESU menemanimu.
Berhijrahlah dengan sebenar-benar hijrah.


-Semangat Tahun Baru 1432 H with Love-

Mutiara Hati
Senja Cinta yang Merona

Insan ini hanya daya yang tersisa
Seonggok sukma yang kini tersekat dalam raga
Dimana disela waktu untuk-Nya
Ia dapat terhempas tanpa tanda nyata
Menghilang di fana dunia

Insan ini satu diantara yang tak ada
Satu dari keluasan yang tak terbaca
Mencoba merangkai satu asa
Dari langkah dakwah yang terengah – engah
Membangun sebuah peradaban indah dan megah
Yang bertahtakan pahala dan cinta
tuk mudah dipeluk Ridha-Nya

Insan ini yang kerap sekali meratap
Berharap kan ada kesempatan tuk buatnya menetap
Dengan segala keagungan-Nya yang perlahan ia tatap

Ada jutaan raga yang telah mengecap dunia. Tapi, barang kali, hanya segelintir orang yang berani mempertanyakan tentang siapa dirinya: Dari manakah mereka berasal? Apa makna hidup untuknya? Dan kemanakah mereka setelah kehidupan di dunia? Ada ribuan manusia, mungkin, yang mempertanyakan dirinya. Tapi, bisa jadi, hanya sejumlah jiwa yang menemukan jawabannya, jawaban sementara hal ihwal tentang ia dan sesama manusia, ia dan dunia/alam semesta, ia dan Tuhannya. Ya, di mutiara kali ini, izinkan saya menyinggung secuil perkara demikian, sesuatu yang -menurut saya- acapkali dilewatkan seorang anak manusia.

Pergulatan jiwa, pendakian diri, atau apapun namanya, tak bisa dipungkiri adalah hal yang jarang disinggung dan dihayati seseorang. Ia lewat begitu saja bersama fase kehidupan yang jamak terjadi. Lahir, balita, tumbuh, remaja, dewasa, bekerja, berumah tangga, manula, dan kemudian meninggal dunia. Atau, barangkali yang lebih ekstrem, siklusnya bisa jadi begini: numpang makan, minum, tidur, seks. Hmm... Jikalau begitu siklusnya, apa bedanya kita dengan hewan? Apa betul itu yang diharapkan Tuhan saat menciptakan kita, hamba yang diberikan status 'khalifah'? Padahal, pencarian jati diri manusia adalah domain paling fundamental agar hidup manusia tidak semata-mata berkubang dalam fase-fase menjemukan tanpa makna. Sayang, ironisnya, domain tersebutlah yang paling tidak diperhatikan. Seakan-akan semuanya sudah begitu adanya. Seolah-olah semuanya mengada tanpa perlu dipertanyakan, diselidik, dan ditelisik di dalam lingkar nalar; anugerah keunggulan manusia yang disebut sebagai AKAL. Tidakkah firman Allah yang berbunyi: "Afalaa ta'qiluun..?" (apakah kamu tidak memikirkan?) yang diulang-ulang dalam beberapa surah menjadi bahan renungan kita?

Akibatnya, tak aneh, betapa banyak manusia di muka bumi ini yang menyandang sebagai pengikut, bukan yang diikuti; banyak di antara kita yang lebih memilih dipimpin, bukan memimpin; banyak di antara kita yang hanya puas menjadi pengamat, bukan pengamal; menjadi penonton, bukan penuntun; dan banyak di antara kita yang gerak hidupnya menjadi pengekor, bukan pelopor. Efeknya, tentu saja, sangat dahsyat. Mereka -yang merasa- seakan-akan merintih dalam jiwa,

Sepi...
Hempaskan hati
Sunyi...
Raga berdiri
Tak tahu kemana kan melangkah pergi
Meniti jalan tanpa pasti
Jauh terbuai semu mimpi
Dalam kekosongan sejenak berdiam diri
Seketika hening menyergap malam
Seolah berada di dasar tebing curam
Sendiri tanpa impian juga angan
Semakin dalam dan menghilang
Tanpa sebuah kenangan,
Yang patut untuk dikenang.

Tiada yang lebih dekat dengan kita kecuali diri kita sendiri. Jikalau kita tidak mengenal diri kita, bagaimana kita akan mengenal yang lain? Kita harus mencari hakikat diri kita sendiri. Dari manakah kita berasal? Apa makna hidup untuk kita? Dan kemanakah kita setelah kehidupan di dunia?

Untuk itu, di momen (menjelang) tahun baru 1432 H ini, tiada salahnya kita merenungi pertanyaan besar dan mendasar tersebut, agar hidup yang sebentar ini tidak sekedar melalui stasiun-stasiun masa yang melenakan, menjemukan dan membosankan; agar di dalam hidup terpatri spirit yang indah, berharga dan bermakna.

Saya jadi teringat catatanku yang terdahulu. Di dalamnya -meski sekarang ada sedikit revisi- terukir kata-kata -insyaALLAH- motivasional dan inspirasional yang menggugah dan saya tergoda ingin membaginya lagi di Mutiara kali ini. Begini bunyinya:

Hidup adalah Kesempatan...
Dan dalam kesempatan terdapat pilihan-pilihan.
Maka,,, aku telah memilih untuk tidak menjadi insan biasa.
Memang hakku untuk menjadi LUAR BIASA.
Aku mencari kesempatan, bukan menunggu kesempatan.
Aku tidak ingin menjadi insan yang terkungkung dan terpenjara,
direndahkan dan dihinakan oleh pihak yang berkuasa.
Aku siap menghadapi resiko terencana,
merealisasikan impian agung yang dijanjikan.

Terlalu murah jikalau aku dinilai dengan HARTA,
Terlalu rendah jikalau aku dihargai dengan TAHTA,
dan terlalu hina jikalau aku digadai dengan CINTA.
Aku yakin...
Kenikmatan mencapai impian, bukanlah utopia yang basi.
Oleh karenanya, aku memilih tantangan hidup, bukan pantangan hidup.
Aku tidak akan menjual harga diriku,
Tidak juga kemuliaan dakwahku,
hanya untuk mendapatkan Harta, Tahta, dan Cinta.

Aku tidak akan merendahkan diri,
Pada sembarang kekuasaan dan kekuatan dzalim yang terus mengancam.
Sudah menjadi warisanku untuk berdiri tegak, gagah, dan berani.
Aku berpikir dan bertindak dari diri sendiri,
Untuk meraih izzatul islam wal muslimiin.
Dengan berani menegakkan kembali Khilafah Islamiyah, dan berkata
"Tsumma takuunu khilafatan 'ala minhajin nubuwwah,
Allahu Akbar...!!!"
Segalanya ini memberikan makna seorang insan sejati.
  • Sahabat

    Statistik

  • Berlangganan

    Sahabat yang ingin mutiara-mutiara ini langsung terkirim ke Email Sahabat, silahkan masukkan Email disini:

    Kacamata Dunia

    free counters