Benalu Cinta

Kebanyakan dari kita begitu mudahnya
membangun CINTA dengan seseorang,
namun kebanyakan pula dari kita begitu susahnya
membangun PERCAYA pada orang yang kita cintai.
Kita bisa saja sangat mencintai seseorang,
tapi seringkali pula kita sangat mencurigainya (negative thinking)
dan mengkhawatirkannya (negatif feeling).

Di antara cobaan yang menjadi benalu dalam keharmonisan sebuah hubungan ialah buruk sangka yang dikarenakan kurang/tidak percaya dan saling melontarkan kata tuduhan yang tidak beralasan. Inilah pangkal pertikaian di antara dua insan yang sedang membangun cinta. Seseorang yang selama ini mungkin dikenal paling baik prasangkanya, paling lapang dadanya, paling kuat kesabarannya, dan paling tahan menanggung hinaan orang. Namun, ketika cinta menjeratnya, orang tersebut tidak pernah mampu menerima bantahan apapun dari orang yang dicintainya. Ia tidak pernah kuasa menerima perbedaan pendapat sekecil apapun dengan si dia. Oleh karena itulah, pelbagai perselisihan dan pertikaian pada akhirnya menghinggapi keduanya.

Tentang (Rahasia) Wanita

...Janganlah hanya melihat betapa cerdasnya Imam Syafi'i,
betapa bijaksananya Umar bin Abdul Aziz, dan tokoh-tokoh agung lainnya.
Tapi lihatlah dulu, siapa ibunya...
...Janganlah pula hanya melihat betapa bejatnya si fulan,
betapa jahatnya si fulin, dan tokoh-tokoh busuk dan buruk lainnya.
Tapi lihatlah juga, siapa ibunya...
[Oleh karenanya, janganlah mencari Istri
TETAPI carilah Ibu untuk anak-anak kita]

Ada sebuah hadits dari Imam Ja'far ash-Shadiq yang diriwayatkan oleh al-Allamah al-Faidhul Kasyani dalam tafsirnya ash-Shafi di tengah perbincangan tafsir dari firman Allah swt. yang berbunyi, "...Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. Tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana..." (QS. Ali Imran: 6). Dalam hadits itu diceritakan tentang dua malaikat yang mendatangi janin yang berada di perut Ibunya, lalu keduanya meniupkan ruh kehidupan dan keabadian, dan dengan izin Allah, keduanya membuka pendengaran, penglihatan, dan seluruh anggota badan, serta seluruh yang terdapat di perut. Kemudian Allah mewahyukan kepada kedua malaikat itu, "Tulislah qadha, takdir, dan pelaksanaan perintahku, dan syaratkanlah bada' bagiku terhadap yang kamu tulis." Kedua malaikat itu berkata, "Wahai Tuhanku, apa yang harus kami tulis?" Maka, Allah Azza wa Jalla menyeru keduanya untuk mengangkat kepala keduanya di hadapan ibunya, sehingga mereka mengangkatnya. Tiba-tiba terdapat layar (lauh) terpasang di dahi ibunya, maka kedua malaikat itu menyaksikannya dan menemukan pada layar tersebut bentuk, hiasan, ajal, dan perjanjiannya, sengsarakah atau bahagiakah serta seluruh perkaranya.

Bukan yang Pertama, Tapi yang UTAMA

Rembulan disana tak biasa
Purnamanya tak sempurna
Dengan temaram sisa cahayanya
Menerangi lembut semesta
Ku coba pejamkan mata
Memutar kembali memori yang telah tercipta
Adakah kumimpi direntangan waktunya?
Anugerah... walau bergejolak namun hanya itu yang kurasa
Terbayang jelas saat pertemuan pertama
Betapa indah hatinya seperti yang kutahu tentangnya
Penuhi rasa seluruh ruang jiwa
Menguntai dalam raga
Selalu ada buatku rindu dalam harap dan do’a
Meski ada duri yang membuat luka hatinya
Kucoba bertutur dengan apa yang kubisa
Berharap apa yang kurasa dapat semakin jelas terbaca
Meski aku tak menyingkapnya

[...Engkau memang bukan yang pertama,
tapi engkau yang UTAMA...]
[...Aku membutuhkanmu karena aku menginginkanmu,
Aku menginginkanmu karena aku membutuhkanmu...]


Kusampaikan salam pujian
Kepadamu yang insyaAllah akan
Lahir untuk sebuah harapan
Hidup untuk sebuh tujuan
Merenda dalam setiap perjuangan
Menjaga diri dalam kesucian
Hati yang berharap dapat kau jadikan pijakan
Engkau kah potongan tulang rusuk yang dijanjikan?!?
Dari hati yang sempat tertahan
Hampa dalam kebisuan dan kealpaan
Atas keagungan rasa yang belum saatnya kuuraikan
Hakikat kehidupan
Yang tiada pernah habis terpecahkan
* * * * *
C.E.M.B.U.R.U.

Aku cemburu....
Pada insan yang begitu di cinta...
Sangat cemburu....
Akan dia, yang senantiasa digengam indah jiwanya
Insan tangguh yang senantiasa diiringi segala jejak alur hidupnya

Ia begitu di cinta atas cara-Nya yang sempurna
Atas pengorbanan
Atas ujian
Atas teguran
Atas musibah
Buatnya senantiasa muhasabah
 Berbalas pahala melimpah
Berbunga bahagia dalam janji surga


Hingga asaku kian membuncah
Ingin hati di Cinta....
Ingin jiwa selalu dalam indah genggaman-Nya
Ingin senantiasa disentuh-Nya ketika secuil khilaf meraba jiwa

Ingin pula seperti mereka....
Yang di beri kesempatan mempertaruhkan segala 
harta, belahan jiwa serta jiwa raga
Hingga syahid menjadi kereta menuju puncak bahagia
Atas pertemuan Maha Indah di Arsy-Nya
Dengan-Nya yang begitu di cinta dan mencinta....
Dengan-Nya yang menciptakan segalanya sepenuh cinta...

C.L.B.K (Cerita Lama Bersemi Kembali)

Saat hatiku berharap kita kembali bersua
Berteman embun kan ku sambut apa adanya
Sesaat impian lama pun datang menyapa
Seakan rasa ingin menggapai asa
Entah kapan dan dimana
Namun apa daya hati tak kuasa
Serasa jauh di ujung sana
Namun terkadang yakin kan memilikinya
Entah kapan, saat apa dan waktu apa
Selalu hadir indah bayangnya dalam pelupuk mata
Ku coba menghapus semua yang kurasa
Karena kutakut dariku takkan sempurna
Karena kutakut diriku tak pantas untuknya
Namun semua seakan sia – sia
Penyesalan, entah kenapa kian menggelora
Pengharapan, yang entah pula kapan kan dapat mewujudkannya
Serasa semua bagai mimpi belaka
Yang tak kan pernah ada
Dan mungkinkah kau menjadi nyata???

Telah lama kularung kata dalam diri
Bersama langkah kaki yang masih sendiri
Namun tak jua kutemukan arti
Tentang, "Apakah cinta tak harus memiliki"
Maaf... Maafkan diri ini yang terlalu memakai hati
Maafkan karena diri ini terlambat tuk menyadari
Sungguh kau begitu berarti
Untuk menemani perjuangan ini
Dalam nyata juga mimpi
Ku kan terus berharap akan ada kesempatan lagi
Walau harus memohon dengan pasti
Sampai pupus di suratan takdir Ilahi

*sebuah catatan lama*
Suara Hati

Waktu kali ini membungkamku tuk bersuara
Menghujam dalam rasa
Menenggelamkanku dalam kubangannya
Menekankan jiwa akan kata yang lamat menyanyat nyata
"Aku salah"
"Aku salah"
"Aku salah"
Tertanam jelas tanpa penghalang mengapa
Tak dapat lagi berkata
Hanya raga rendah tanpa peka yang tersisa
Hanya jiwa hina tanpa peka yang terlupa
Inikah akhirnya...
Semua harapan semua asa
Untuk tetap merenda
Inikah akhirnya...
Tentang dia pada jendela cahaya-Nya
Pada hati pada rasa
yang masih penuh akan kata harap
Maaf...
Hanya ini yang dapat kuhaturkan
dari pelataran kesalahan
dari beranda kekhilafan
Maaf.Maaf..Maaf...
Sahabat Sejati

Satu rasa tanpa terasa
Satu kata telah tertata
Satu asa telah terbina
Telah menjalin erat pada mereka
Terhatur salam dalam doa
Terhatur berkorban untuk dunia
Terhatur berjuang bersama meraih surga
Tulus dari lubuk jiwa
Merekalah sahabat sejati kita

"Seorang sahabat bukanlah (sesungguhnya) sahabat, kecuali apabila dia memberikan perlindungan kepada temannya dalam tiga kesempatan: dalam kesukaran, dalam ketidakhadiran, dan dalam kematiannya," demikian Imam Ali bin Abi Thalib ra pernah berucap.

Ucapan Imam Ali tersebut patut untuk kita renungkan. Terlebih lagi kita ini sekarang hidup dan tinggal pada zaman di mana harta, uang, kedudukan, dan pangkat benar-benar dijunjung tinggi dan dihargai lebih dari apa pun oleh banyak orang.

Dulu, sangatlah mudah menjumpai orang menolong atau membantu orang lain dengan sepenuh rela sepenuh ikhlas. Sekarang, sangat mudah menjumpai orang menolong atau membantu orang lain dengan sepenuh pamrih sepenuh maksud. Dulu, mudah membina dan membangun persahabatan atas dasar cinta dan kasih sayang. Sekarang, mudah melihat hubungan pergaulan, pertemanan, dan persahabatan atas dasar tujuan dan target yang ditentukan.

Dahulu, sahabat sejati adalah sahabat yang saling bersama dalam kesukaran, ketidakhadiran, dan kematian. Ketika dalam kesukaran, sahabat kita mau membantu dan menolong kita meringankan dan mengatasi kesukaran tersebut. Ketika dia tidak hadir di samping kita, dia sanggup menjaga nilai-nilai persahabatan: tidak menggunjing, tidak memfitnah, tidak menyebar borok-borok kelemahan dan kekhilafan yang kita miliki sebagai manusia biasa. Ketika ada saudara atau orang yang kita cintai meninggal dunia, sahabat kita datang dengan hati yang pedih sambil memanjatkan doa tulus agar Allah swt. menerima di sisi-Nya.

Sekarang, sungguh mudah menemukan sahabat yang telah dianggap sejati justru menjadi musuh yang paling dibenci dan dimuaki. Ketika sahabat itu ada di samping kita, dia menampakkan wajah yang ceria, suka, ramah, dan sangat menyenangkan. Tetapi, ketika dia jauh dari kita dan bersama orang lain, dengan tega-teganya dia membeberkan kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan yang kita miliki. Bahkan, kalau dirasa ada untungnya (apalagi untungnya gede), tak segan-segan dia memfitnah kita demi menarik simpati orang yang diajak berbicara.

Beruntung misalnya kita tidak tahu dan tidak sadar bahwa salah satu sahabat kita telah menikam kita dari belakang. Beruntung kita tidak tahu dan tidak sadar bahwa dia telah merobek-robek nama kita seperti merobek-robek kain kafan; telah menjegal kita seperti pemain sepak bola menelikung lawan; telah menikam jiwa kita seperti seekor singa menikam mangsanya.

Kalau kita tahu?
Bagaimana kalau suatu saat kita tahu dan sadar bahwa selama ini, tanpa sepengetahuan kita, dia rela menjual nama kita, menjelek-jelekkan kita, dan bahkan memfitnah kita?

Tapi, apakah hal yang seperti itu pernah terjadi? Tanyakan kepada diri kita sendiri. Tanyakan juga kepada orang-orang di sekitar kita. Tanyakan kepada Julius Caesar dan Brutus! Tanyakan kepada al-Qur'an, sedangkan salah satu ayat-Nya telah memberi peringatan kepada kita:
"...Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa..."
(QS. az-Zukhruf: 67)
Lantas, bagaimana kita mencari sahabat, memperlakukan sahabat, dan membina persahabatan yang sejati dalam pandangan agama?

Pertama-tama, yang perlu kita sadari adalah kenyataan bahwa betapapun kita akrab dengan sahabat kita -sehingga kita menyebutnya sebagai sahabat sejati- itu tetap tidak bisa menolak dia -yakni sahabat sejati kita itu- tetaplah orang asing bagi kita dalam arti dia hanya sebatas sahabat kita. Bukan saudara kandung kita. Bukan pula orang yang bertalian darah secara dekat dengan kita. Padahal, kita tentunya juga tahu dan paham bahwa terkadang kita menjumpai bagaimana sesama saudara kandung saling merendahkan, saling menghinakan, dan salinf mencaci-maki. Maka, apalagi hanya sebagai seorang sahabat? Walau sahabat sejati?

Fakta bahwa dia itu hanya sekedar sahabat kita itulah sehingga potensi bahwa persahabatan kita dengannya suatu saat bisa rusak sangatlah ada; sangat niscaya terjadi.

Lalu bagaimana?
Makanya, yang perlu kita perhatikan juga adalah penting bagi kita untuk memilih-milih sahabat dengan kriteria agama, yakni satu pemikiran dan satu perasaan. Bukan sekedar satu tujuan. Apa yang digambarkan oleh Imam Ali ra di atas sesungguhnya merujuk pada sahabat sejati berdasarkan agama yang memiliki satu pemikiran dan satu perasaan. Konkretnya, janganlah kita bersahabat dengan orang yang beda pemikiran dan tentunya juga beda perasaan, meski orang tersebut satu tujuan. Atau, bila kita tetap bersahabat dengan seseorang karena memiliki tujuan yang sama, tanpa memiliki satu pemikiran dan satu perasaan untuk menggapai tujuan yang sama tersebut, maka berhati-hatilah bahwa suatu saat sahabat kita mengkhianati kita, ia akan menikam, menjegal, dan bahkan memfitnah kita apabila kita menjadi batu sandungan baginya untuk menggapai tujuan tersebut. Contohnya, tengoklah kembali kisah agung Abu Bakar ra melindungi Rasullah saw di dalam dua meski ia kesakitan digigit ular, atau Ali ra yang menggantikan Rasulullah saw tidur di tempat tidurnya meski nyawanya terancam, dan banyak lagi kisah agung sahabat sejati lainnya.
Selama ini. Kumencari-cari. Teman yang sejati.
Buat menemani. Perjuangan suci...
Bersyukur kini. PadaMu Illahi.
Teman yang dicari. Selama ini. Telah kutemui...
Dengannya di sisi. Perjuangan ini. Senang diharungi. Bertambah murni.
Kasih Illahi. KepadaMu Allah. Kupanjatkan doa.
Agar berkekalan. Kasih sayang kita.


Kepadamu teman. Ku pohon sokongan.
Pengorbanan dan pengertian. Telah kuungkapkan. Segala-galanya...
Kepada-Mu Allah. Kupohon restu. Agar kita kekal bersatu.
Kepadamu teman. Teruskan perjuangan.
Pengorbanan dan kesetiaan. Telah kuungkapkan. Segala-galanya.
Itulah tandanya. Kejujuran kita.


Allah is My Choice


Segala yang telah tercari dan terasa
Tiada lebih berarti dari Cinta-Mu
Ketika ku coba mendua...
Menembus yang terlarang lalu menari sepuasnya untuk yang lain
Kudapati letih yang hampa dan muak pada tarianku sendiri
Jika demi ampunan harus berlari mengelilingi bumi seratus kali tanpa henti
Akan kulakukan dengan senang hati...
Karena kini.... ingin dan harus kembali.....


Banyak yang bilang, "Menaati Allah itu susah... berat... terlalu banyak ujian... apalagi, semakin tinggi tingkat keimanan seseorang, maka semakin tinggi pula ujiannya, ibarat pohon semakin tinggi, maka semakin kencang angin berhembus... Pokoknya terlalu banyak resiko. Mendingan biasa-biasa sajalah hidup ini, gak perlu terlalu ekstrem..." 
Demikian alasan-alasan insan malas yang seringkali kudengar.


Jika kita coba renungkan... apakah ujian, cobaan, tantangan dan semacamnya hanya akan kita hadapi ketika kita menerapkan Islam dalam hidup kita serta memperjuangkan eksistensinya dalam tiap lini kehidupan? Jawabnya, TIDAK!
Karena bagaimanapun cara kita menjalani hidup ini pasti tak bisa lepas dari ujian, teguran, tantangan, kesulitan dan sebagainya yang kita rangkai semua itu dengan kata RESIKO.
Ya, resiko. Kita tidak bisa lari darinya. Baik orang kafir, munafik dan mukmin, semua memiliki resiko tersendiri.


Ketika seseorang memilih menjadi kafir dalam hidupnya, lalu apa yang ia cari di dunia ini? harta? maka ia akan melewati berbagai tantangan dan resiko demi memperoleh harta yang ia inginkan. Tentunya, tidak mudah.


Ketika seseorang memilih untuk senantiasa bermaksiat kepada Allah, lalu apa yang ia kejar? kepuasan nafsu? maka Allah telah menyiapkan kesempitan di dunia dan azab yang pedih di akhirat. Hidupnya sempit, bingung, depresi. Semakin menuruti nafsu, semakin sempitlah hidupnya, meski harta, tahta dan wanita telah memenuhi hidupnya. Mengapa? Karena dia jauh dari Allah, karena nafsu yang ia turuti adalah nafsu syetan, maka ia pun jauh dari pertolongan Allah.


Ketika seseorang memilih untuk menjadi seorang mukmin yang istiqamah... lalu apa yang ia inginkan? Tak ada hal lain selai Ridha Allah dalam hidupnya. Maka Allah telah menyiapkan ujian-ujian agar keimanan itu semakin meningkat serta menjanjikan kebahagiaan yang luar biasa di akhirat. Lalu apakah ujian itu membuat hidup di dunia ini sempit? TIDAK! mengapa? Karena Allah Azza wa Jalla akan selalu menemani hidupnya, menguatkan langkahnya, meneguhkan kedudukannya. Bukankah Allah telah berjanji dalam hadits Qudsi:

"Hamba-Ku terus mendekati-Ku melalui ibadah-ibadah sunnah sampai Aku mencintainya. Dan ketika Aku mencintainya Aku akan menjadi telinga yang dengannya dia mendengar, Aku akan menjadi mata yang dengannya dia melihat. Aku akan menjadi lidah yang dengannya dia berkata, Aku akan menjadi tangan yang dengannya dia berbuat dan Aku akan menjadi kaki yang dengannya dia berjalan"

Inilah hidup. Dalam hidup terdapat pilihan-pilihan. Mana yang akan kita pilih?
Mengejar harta? sedang harta itu tidak kekal...
Menuruti nafsu syetan? sedang syetan itu adalah musuh yang nyata...
Atau Ridha Allah... Sang Pencipta dan Pengatur hidup kita. Yang telah melimpahkan kasih sayang-Nya dalam hidup kita....
Maka, dengan ke-MahalembutanNya, Allah berfirman untuk orang-orang yang bertaubat:

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (TQS. Ali ‘Imrân [3]: 13)

Apalagi saya pernah mendengar hadits, kurang lebih isinya:

Ketika seorang hamba mendekati Allah dengan merangkak, maka Allah akan menuju kita dengan berjalan, jika kita mendekati Allah dengan berjalan, maka Dia akan menuju kita dengan berlari, Allah sungguh amat dekat, bahkan lebih dekan dari urat nadi kita, Subhanallah....

Sobat MH yang dimuliakan Allah... Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang beriman dan beramal shalih, serta berada pada barisan para syuhada, yang Ikhlas nan Istiqamah dalam memperjuangkan Dien-ini Amin....
  • Berlangganan

    Sahabat yang ingin mutiara-mutiara ini langsung terkirim ke Email Sahabat, silahkan masukkan Email disini:

    Kacamata Dunia

    free counters