Memburu Ilmu Ikhlas, buruan! bag.1

"Sudah... Ikhlaskan saja" kata sebagian dari kita.
Betapa ringannya kata-kata ini diucapkan, dan betapa mudahnya kita menyarankannya pada orang lain. Sobat Mutiara Hati, sungguh betapa sulitnya kita untuk mencapai hati ke derajat yang benar-benar ikhlas. Masih ingatkah sobat dengan sinetron Kiamat Sudah Dekat! Di sinetron itu dikisahkan seorang pemuda yang berjuang setengah hidup mencari Ilmu Ikhlas, agar bisa mempersunting sesosok wanita shalihah. Nah, saya rasa sobat juga masih bingung mencari dan mendapatkan Ilmu Ikhlas. Bukan berarti saya telah menjadi Insan yang bener-bener Ikhlas, namun di artikel ini saya berbagi tips dan trik bagaimana mencari dan mendapat Ilmu Ikhlas.

Sobat Mutiara Hati yang dimuliakan Allah, suatu riwayat mengisahkan bahwa pada suatu ketika, Imam Hasan ra dan Imam Husain ra -di waktu masih kecil- menderita sakit. Rasulullah saw dan sejumlah sahabat ra menjenguk mereka. Rasullah saw pun menyarankan kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra dan Sayyidah Fatimah az-Zahra bernadzar untuk kesembuhan kedua putranya itu. Ali ra dan az-Zahra pun bernadzar, sekiranya Hasan ra dan Husain ra sembuh, maka mereka akan berpuasa selama tiga hari. Dan dengan kehendak Allah swt, penyakit keduanya sembuh. Demi memenuhi nadzar, Ali karamallahu wajhu dan Fatimah az-Zahra pun berpuasa.

Ketika Ali ra dan Fatimah ra dalam keadaan lapar karena berpuasa, mereka memasak roti untuk dimakan ketika berbuka nanti. Ketika terdengar panggilan adzan yang mengisyaratkan shalat maghrib dan telah tiba saatnya untuk berbuka puasa, tiba-tiba seorang lelaki buta datang ke rumah mereka. Melihat kondisi orang tersebut, Ali ra dan Fatimah ra lantas memberikan roti yang sudah dipersiapkannya untuk berbuka kepadanya orang tersebut, sementara mereka sendiri berbuka dengan segelas air minum.

Kejadian tersebut berulang pada hari kedua dan ketiga. Keluarga Ali ra dan az-Zahra yang telah tiga hari puasa dan tidak berbuka kecuali dengan segelas air, lantas menemui Rasulullah saw dengan wajah pucat pasi. Saat itu turunlah ayat al-Qur'an,


...Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, Kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih...
[QS al-Insaan : 09]

Demikianlah salah satu contoh keikhlasan yang telah diperlihatkan oleh keluarga Ali ra, dalam keadaan dimana imam Ali ra dan Fatimah ra membutuhkan sesuatu, justru sesuatu itu diberikan kepada orang lain.

Sobat Mutiara Hati yang dimuliakan Allah, ujian ikhlas itu terletak pada dua konteks:
1. Kesenangan dan Kebahagiaan
2. Kesedihan dan Kesengsaran

Bagi kita yang tidak memiliki disiplin hati, dalam kedua konteks tersebut, ikhlas sama-sama sulit untuk dicapai. Ketika kita diberi rizeki oleh Allah swt, kita mungkin saja telah mensyukurinya. Tetapi, syukur kita itu juga bisa jadi tidak diiringi dengan keikhlasan. Keikhlasan untuk apa? dan dalam hal apa? Yakni keikhlasan untuk membagi-bagikan berkah rizeki tersebut kepada orang lain. Kita terkadang masih harus banyak berpikir terlebih dahulu sebelum membagi-bagikan rizeki tersebut:
# Nanti sajalah aku bersedekah dengan rezeki yang kupunya.
# Kebutuhanku masih banyak, dan rizeki ini masih sangat aku butuhkan.
# Jikalau Allah memberikan rizeki lagi, aku akan membagi-bagikannya dengan orang yang membutuhkan. Dan seterusnya...

Berpikir sebelum memberikan itu sendiri menunjukkan ketidak-ikhlasan. Dan jika kita tetap membagi rizeki kita setelah melalui proses pemikiran dan pertimbangan yang seperti itu(sejenisnya), nilai keikhlasan telah ternoda. Dengan kata lain, kita belum mencapai derajat hati yang ikhlas. Apalagi ketika kita memberikannya di hadapan orang lain atau orang banyak dengan harapan agar orang tersebut melihat betapa dermawannya diri kita, maka keikhlasan sama sekali tidak ada di dalam perbuatan memberi yang kita lakukan.

Dalam konteks kesenangan dan kebahagiaan, agar hati menjadi ikhlas adalah kita tidak usah berpikir apa pun ketika kita memberikan atau membagikan sesuatu kepada orang lain. Beri dan bagikan sesuatu semata-mata karena Allah swt, lain tidak! Tidak usah dipertimbangkan, tidak usah direnungkan, dan tidak usah dipikirkan untung ruginya, serta jangan pernah peduli dengan omongan orang, entah itu memuji atau menghujat. Berikan dengan hati yang dipenuhi cinta dan kasih sayang kepada Allah 'Azza wa Jalla, dan lakukan sekarang juga! Kalau tidak sekarang, kapan lagi!

Lalu, bagaimana dalam konteks kesedihan dan kesengsaran agar hati bisa benar-benar ikhas? Sabar, wahai sobat Mutiara Hati. Tunggu edisi berikutnya, okay.
0 Responses

Posting Komentar

  • Sahabat

    Statistik

  • Berlangganan

    Sahabat yang ingin mutiara-mutiara ini langsung terkirim ke Email Sahabat, silahkan masukkan Email disini:

    Kacamata Dunia

    free counters