Hatiku,,,
mentasbihkan doa yang merindu...
Jiwaku,,,
mentakbirkan kata yang membisu...
Nadiku,,,
melagukan kisah yang membiru...
Sunyi... sepi... aku sendiri.
Resahku menepi,
Raguku menyepi,
Sesuatu yang pernah dan terus menguap dalam mimpi,
dan sesuatu itu ku sebut Cinta Sejati.
Cinta sejati yang bersandar pada Cinta Hakiki.
Lidahku kelu,,,
Bibirku beku,,,
Jangan pernah terpikir olehmu,
Bahwa aku tak pernah memikirkanmu.
Aku selalu memikirkanmu,
Meski tak setiap waktu.
Maafkan aku,,,
Bukan maksudku untuk menduakanmu,
Aku menduakanmu bukan tak mencintaimu.
Tapi aku mencintaimu karena aku menduakanmu.
Oleh karena itu,,,
Aku tak kan menuntutmu untuk mencintaiku,
Tapi aku kan selalu menuntunmu untuk mencintai Tuhanku,
Agar dirimu di hatiku tak lekang oleh waktu,
Meski aku menduakanmu,
Bukan menduakan Tuhanku.
Sebagai seorang pengantin, wanita lebih cantik dibanding seorang gadis.
Sebagai seorang ibu, wanita lebih elok dibanding seorang pengantin.
Sebagai istri dan ibu, ia adalah kata-kata terindah di semua musim
dan dia tumbuh menjadi lebih cantik bertahun-tahun kemudian.
Sebagai seorang ibu, wanita lebih elok dibanding seorang pengantin.
Sebagai istri dan ibu, ia adalah kata-kata terindah di semua musim
dan dia tumbuh menjadi lebih cantik bertahun-tahun kemudian.
***
Syahdan, di Madinah, tinggallah seorang pemuda bernama Zulebid. Dikenal sebagai pemuda yang baik di kalangan para sahabat. Juga dalam hal ibadahnya termasuk orang yang rajin dan taat. Dari sudut ekonomi dan finansial, ia pun tergolong berkecukupan. Sebagai seorang yang telah dianggap mampu, ia hendak melaksanakan sunnah Rasul yaitu menikah. Beberapa kali ia meminang gadis di kota itu, namun selalu ditolak oleh pihak orang tua ataupun sang gadis dengan berbagai alasan.Akhirnya pada suatu pagi, ia menumpahkan kegalauan tersebut kepada sahabat yang dekat dengan Rasulullah.
"Coba engkau temui langsung Baginda Nabi, semoga engkau mendapatkan jalan keluar yang terbaik bagimu", nasihat mereka.
Zulebid kemudian mengutarakan isi hatinya kepada Baginda Nabi. Sambil tersenyum beliau berkata:
"Maukah engkau saya nikahkan dengan putri si Fulan?"
"Seandainya itu adalah saran darimu, saya terima. Ya Rasulullah, putri si Fulan itu terkenal akan kecantikan dan keshalihannya, dan hingga kini ayahnya selalu menolak lamaran dari siapapun."
"Katakanlah aku yang mengutusmu", sahut Baginda Nabi.
"Baiklah ya Rasul", dan Zulebid segera bergegas bersiap dan pergi ke rumah si Fulan.
Sesampai di rumah Fulan, Zulebid disambut sendiri oleh Fulan
"Ada keperluan apakah hingga saudara datang ke rumah saya?" Tanya Fulan.
"Rasulullah saw yang mengutus saya ke sini, saya hendak meminang putrimu si A." Jawab Zulebid sedikit gugup.
"Wahai anak muda, tunggulah sebentar, akan saya tanyakan dulu kepada putriku." Fulan menemui putrinya dan bertanya, "bagaimana pendapatmu wahai putriku?"
Jawab putrinya, "Ayah, jika memang ia datang karena diutus oleh Rasulullah saw, maka terimalah lamarannya, dan aku akan ikhlas menjadi istrinya."
Akhirnya pagi itu juga, pernikahan diselenggarakan dengan sederhana. Zulebid kemudian memboyong istrinya ke rumahnya.
Sambil memandangi wajah istrinya, ia berkata," Duhai Dinda yang di wajahnya terlukiskan kecantikan bidadari, apakah ini yang engkau idamkan selama ini? Bahagiakah engkau dengan memilihku menjadi suamimu?"
Jawab istrinya, "Engkau adalah lelaki pilihan rasul yang datang meminangku. Tentu Allah telah menakdirkan yang terbaik darimu untukku. Tak ada kebahagiaan selain menanti tibanya malam yang dinantikan para pengantin."
Zulebid tersenyum. Dipandanginya wajah indah itu ketika kemudian terdengar pintu rumah diketuk. Segera ia bangkit dan membuka pintu. Seorang laki-laki mengabarkan bahwa ada panggilan untuk berkumpul di masjid, panggilan berjihad dalam perang.
Zulebid masuk kembali ke rumah dan menemui istrinya.
"Duhai istriku yang senyumannya menancap hingga ke relung batinku, demikian besar tumbuhnya cintaku kepadamu, namun panggilan Allah untuk berjihad melebihi semua kecintaanku itu. Aku mohon keridhaanmu sebelum keberangkatanku ke medan perang. Kiranya Allah mengetahui semua arah jalan hidup kita ini."
Istrinya menyahut, "Pergilah suamiku, betapa besar pula bertumbuhnya kecintaanku kepadamu, namun hak Yang Maha Adil lebih besar kepemilikannya terhadapmu. Doa dan ridhaku menyertaimu"
***
Zulebid lalu bersiap dan bergabung bersama tentara muslim menuju ke medan perang. Gagah berani ia mengayunkan pedangnya, berkelebat dan berdesing hingga beberapa orang musuh pun tewas ditangannya. Ia bertarung merangsek terus maju sambil senantiasa mengumandangkan kalimat Tauhid. Ketika sebuah anak panah dari arah depan tak sempat dihindarinya. Menancap tepat di dadanya. Zulebid terjatuh, berusaha menghindari anak panah lainnya yang berseliweran di udara. Ia merasa dadanya mulai sesak, nafasnya tak beraturan, pedangnya pun mulai terkulai terlepas dari tangannya. Sambil bersandar di antara tumpukan korban, ia merasa panggilan Allah sudah begitu dekat. Terbayang wajah kedua orangtuanya yang begitu dikasihinya. Teringat akan masa kecilnya bersama-sama saudaranya. Berlari-larian bersama teman sepermainannya. Berganti bayangan wajah Rasulullah yang begitu dihormati, dijunjung dan dikaguminya. Hingga akhirnya bayangan rupawan istrinya. Istrinya yang baru dinikahinya pagi tadi. Senyum yang begitu manis menyertainya tatkala ia berpamitan. Wajah cantik itu demikian sejuk memandangnya sambil mendoakannya. Detik demi detik, syahadat pun terucapkan dari bibir Zulebid. Perlahan-lahan matanya mulai memejam, senyum menghiasinya. Zulebid pergi menghadap Ilahi, gugur sebagai syuhada.***
Senja datang. Angin mendesau, sepi. Pasir-pasir beterbangan. Berputar-putar...Rasulullah dan para sahabat mengumpulkan syuhada yang gugur dalam perang. Di antara para mujahid tersebut terdapatlah tubuh Zulebid yang tengah bersandar di tumpukan mayat musuh. Akhirnya dikuburkanlah jenazah zulebid di suatu tempat. Berdampingan dengan para syuhada lain.
Tanpa dimandikan... Tanpa dikafankan... Tanah terakhir ditutupkan ke atas makam Zulebid. Rasulullah terpekur di samping pusara tersebut. Para sahabat terdiam membisu. Sejenak kemudian terdengar suara Rasulullah seperti menahan isak tangis. Air mata berlinang dari pelupuk mata beliau. Lalu beberapa waktu kemudian beliau seolah-olah menengadah ke atas sambil tersenyum. Wajah beliau berubah menjadi cerah. Belum hilang keheranan sahabat, tiba-tiba Rasulullah menolehkan pandangannya ke samping seraya menutupkan tangan menghalangi arah pandangan mata beliau.
Akhirnya keadaan kembali seperti semula. Para shahabat lalu bertanya-tanya, ada apa dengan Rasulullah.
"Wahai Rasulullah, mengapa di pusara Zulebid engkau menangis?"
Jawab Rasul, "Aku menangis karena mengingat Zulebid. oOo... Zulebid, pagi tadi engaku datang kepadaku minta restuku untuk menikah dan engkau pun menikah hari ini juga. Ini hari bahagia. Seharusnya saat ini Engkau sedang menantikan malam Zafaf, malam yang ditunggu oleh para pengantin."
"Lalu mengapa kemudian Engkau menengadah dan tersenyum?" Tanya sahabat lagi.
"Aku menengadah karena kulihat beberapa bidadari turun dari langit dan udara menjadi wangi semerbak dan aku tersenyum karena mereka datang hendak menjemput Zulebid," Jawab Rasulullah.
"Dan lalu mengapa kemudian Engkau memalingkan pandangannya dan menoleh ke samping?" Tanya mereka lagi.
"Aku mengalihkan pandangan menghindar karena sebelumnya kulihat, saking banyaknya bidadari yang menjemput Zulebid, beberapa diantaranya berebut memegangi tangan dan kaki Zulebid. Hingga dari salah satu gaun dari bidadari tersebut ada yang sedikit tersingkap betisnya."
***
Jikalau memang Allah telah menakdirkan.
Terlalu istimewa yang Allah hadiahkan atas kehadiranmu untukku.
Hingga kupikir,,,
terlalu tamak jika kelak memilikimu seorang diri selamanya.
Suatu saat nanti...
Jikalau kau siap,
carikanlah Mujahidah Sejati yang juga pantas dapatkan cintamu,
untuk kujadikan sahabat dirumah kita,,,
Subhanallah....
kubayangkan berbagi itu begitu indah...
sebuah keluarga yang berporos pada DAKWAH...
Wahai calon mujahidku, disini ku menunggumu...
Sambil menghias seindah mungkin rumah kita...
Kurasakan angin mengantar debu atas derap langkah pacuan kudamu...
Ku yakin kau kan segera tiba... wahai Jundullah...
Terlalu istimewa yang Allah hadiahkan atas kehadiranmu untukku.
Hingga kupikir,,,
terlalu tamak jika kelak memilikimu seorang diri selamanya.
Suatu saat nanti...
Jikalau kau siap,
carikanlah Mujahidah Sejati yang juga pantas dapatkan cintamu,
untuk kujadikan sahabat dirumah kita,,,
Subhanallah....
kubayangkan berbagi itu begitu indah...
sebuah keluarga yang berporos pada DAKWAH...
Wahai calon mujahidku, disini ku menunggumu...
Sambil menghias seindah mungkin rumah kita...
Kurasakan angin mengantar debu atas derap langkah pacuan kudamu...
Ku yakin kau kan segera tiba... wahai Jundullah...
Di rumah, istri Zulebid menanti sang suami yang tak kunjung kembali. Ketika terdengar kabar suaminya telah menghadap sang Ilahi Rabbi, Pencipta segala Maha Karya. Malam menjelang. Terlelap ia, sejenak berada dalam keadaan setengah mimpi dan nyata. Lamat-lamat ia seperti melihat Zulebid datang dari kejauhan. Tersenyum, namun wajahnya menyiratkan kesedihan pula. Terdengar Zulebid berkata, "Istriku, aku baik-baik saja. Aku menunggumu disini. Engkaulah bidadari sejatiku. Semua bidadari disini apabila aku menyebut namamu akan menggumamkan cemburu padamu. Dan kan kubiarkan engkau yang tercantik di hatiku."
Istri Zulebid, terdiam. Matanya basah. Ada sesuatu yang menggenang disana. Seperti tak lepas ia mengingat acara pernikahan tadi pagi. Dan bayangan suaminya yang baru saja hadir. Ia menggerakkan bibirnya. "Suamiku, aku mencintaimu. Dan dengan semua ketentuan Allah ini bagi kita. Aku ikhlas."
***
Somewhere over the rainbow, way up high
There's a land that I heard of once on a lullaby
Somewhere over the rainbow, skied are blue
And the dreams that you dare to dream
really do come true.
Dan,
Akan kemanakah kumbang terbang
Pada siapa rindu mendendam
Kekasih yang terkasih
Pencinta dan yang dicinta
Semua berurai air mata
Sedih, ataukah bahagia?
There's a land that I heard of once on a lullaby
Somewhere over the rainbow, skied are blue
And the dreams that you dare to dream
really do come true.
Dan,
Akan kemanakah kumbang terbang
Pada siapa rindu mendendam
Kekasih yang terkasih
Pencinta dan yang dicinta
Semua berurai air mata
Sedih, ataukah bahagia?
MH ft Ibnu Qayyim al-Jawziyah
Ketika kita bertemu orang yang tepat untuk dicintai, dan ketika kita berada di tempat pada saat yang tepat, itulah kesempatan, bukan pilihan. Ketika kita bertemu dengan seseorang yang membuat kita tertarik, itu bukan pilihan, itu juga kesempatan. Bertemu dalam suatu peristiwa, bukanlah pilihan, itu pun adalah kesempatan.
Namun,..
Bila kita memutuskan untuk mencintai orang tersebut, bahkan dengan segala kekurangannya, itu bukan kesempatan, itu adalah pilihan. Ketika kita memilih hidup bersama dengan orang tersebut, walau apapun yang terjadi, itu adalah pilihan, bukan kesempatan. Bahkan ketika kita menyadari bahwa masih banyak orang lain yang lebih menarik, lebih pandai, lebih kaya, lebih sempurna daripada belahan jiwa kita, dan kita tetap memilih untuk mencintainya, itu bukan kesempatan, Itulah pilihan.
Perasaan cinta, simpatik, tertarik, datang bagai kesempatan pada kita dan datangnya lebih cepat daripada kecepatan cahaya. Akan tetapi, cinta sejati yang abadi adalah pilihan. Pilihan yang kita lakukan. Berbicara tentang pasangan jiwa, ada sebuah kutipan dari film yang mungkin sangat tepat:
Nasib membawa kita bersama,
tetapi tetap bergantung pada kita
bagaimana membuat semuanya berhasil !!!
tetapi tetap bergantung pada kita
bagaimana membuat semuanya berhasil !!!
Belahan jiwa bisa benar-benar ada, dan bahkan sangat mungkin ada, seseorang yang diciptakan hanya khusus untuk kita. Tetapi tetap berpulang pada kita untuk melakukan pilihan, apakah kita ingin melakukan sesuatu untuk mendapatkannya, atau tidak? Kita mungkin saja kebetulan bertemu belahan jiwa kita, tetapi mencintai dan ingin tetap bersama belahan jiwa kita, adalah pilihan yang harus kita lakukan.
Kita ada di dunia bukan untuk mencari seseorang yang sempurna untuk dicintai, tetapi untuk belajar mencintai orang yang tidak sempurna dengan cara yang sempurna.
Curiga yang menerpa jiwa, seringkali membuat komitmen kita porak-poranda. Curiga yang membara, kerap kali membuat kita berburuk sangka. Rumah tangga yang dulunya sejahtera, karena ada curiga yang menyapa, menjadi sumber prahara. Curiga datang menghampiri kita bukan karena tidak adanya cinta, tapi curiga datang karena kita terlalu cinta. Sebagai seorang muslim, tak seharusnya curiga bersemayam dalam dada. Oleh karenanya, hindarilah sifat curiga karena ia adalah pengerat cinta, jauhilah sifat curiga karena ia akan membuat kita jauh dari cahaya Sang Pencipta.
Kita seharusnya tidak punya waktu untuk menaruh curiga pada keluarga, kolega, dan bahkan pada belahan jiwa (nantinya), meski ada gosip-gosip yang menyesakkan dada. Kita pasrahkan saja semuanya pada Allah ‘Azza wa Jalla. Kita tidak menaruh curiga bukan karena kita tak cinta, tapi karena kita cinta. Di berbagai media diberitakan tak sedikit pasangan yang berpisah karena salah sangka, disamping banyak pula pasangan yang hancur gara-gara saling curiga.
Sobat Mutiara Hati yang dimuliakan Allah, mungkin diantara kita ada yang bertanya dalam hati, “Bagaimana caranya menghapus noktah-noktah curiga di dalam dada?”, “Bagaimana seandainya dia tak setia?”, dan sejenisnya. Telah menjadi rahasia umum jikalau kita semua menginginkan pasangan hidup yang setia, tapi yang seringkali kita lupakan adalah persepsi kita terhadap pasangan kita. Saya berani menjamin bahwa takkan pernah ada seorang pun yang setia di muka bumi ini, jikalau kita tak pernah percaya padanya. Ya, setia ada karena ada percaya. Dan perlu diketahui, curiga adalah lawan daripada percaya. Seperti yang saya katakan diawal bahwa 'Curiga datang menghampiri kita bukan karena tidak adanya cinta, tapi curiga datang karena kita terlalu cinta'. Kenapa 'terlalu cinta' bisa menimbulkan 'curiga'? itu karena di dalam diri kita tidak ada 'rasa percaya pada mereka. Jadi, retaknya sebuah ikatan/hubungan adalah berawal dari bukan karena tidak adanya 'cinta' tetapi tidak adanya 'percaya'. Dan hancurnya sebuah ikatan/hubungan adalah juga bukan karena tidak adanya cinta tetapi karena menjelmanya ‘percaya’ menjadi 'curiga'.
Memang, seharusnya cinta itu sinergis dengan ‘percaya’, tapi karena cinta kita yang kotor akibat ada niat-niat selain 'karena Allah' saat menyatakan cinta, maka ‘percaya’ berubah menjadi curiga. Bagi kita yang telah berumah tangga atau yang masih belum, luruskan niat, agar percaya tidak berubah menjadi curiga. Katakan pada belahan jiwa yang telah kita pilih, “Aku mencintaimu karena aku percaya padamu, dan aku percaya padamu karena aku yakin kamu akan setia”.