Al-Khansa’ adalah penyair wanita pertama dan utama. Ia penyair dua zaman: zaman Jahiliah dan zaman Islam. Para sejarahwan sepakat bahwa sejarah tak pernah mengenal wanita yang lebih jago bersyair daripada al-Khansa’, sebelum maupun sepeninggal dirinya.
Tatkala mendengar dakwah Islam, al-Khansa’ datang bersama kaumnya, Bani Sulaim, menghadap Rasulullah saw. dan menyatakan keislaman mereka.
Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa al-Khansa’ dan keempat putranya ikut serta dalam Perang al-Qadisiyyah. Menjelang malam pertama mereka di al-Qadisiyyah, al-Khansa’ berwasiat kepada putra-putranya:
Anakku, kalian telah masuk Islam dengan taat dan berhijrah dengan penuh kerelaan. Demi Allah Yang tiada tuhan yang haq selain Dia. Kalian adalah putra dari laki-laki yang satu sebagaimana kalian juga putra dari wanita yang satu. Aku tak pernah mengkhianati ayah kalian, tak pernah mempermalukan paman kalian, juga nenek moyang kalian dan tak pernah menyamarkan nasab kalian.
Kalian semua tahu betapa besar pahala yang Allah siapkan bagi orang-orang yang beriman ketika berjihad melawan orang-orang kafir. Ketahuilah, negeri akhirat yang kekal jauh lebih baik daripada dunia yang fana ini. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah dan kuatkanlah kesabaran kalian, tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian beruntung (TQS Ali Imran [2]: 200).
Andaikata esok kalian masih diberi kesehatan oleh Allah, maka perangilah musuh kalian dengan gagah berani, mintalah kemenangan atas musuh kalian dari Ilahi.
Jika pertempuran mulai sengit dan api peperangan mulai menyala, terjunlah kalian ke jantung musuh, dan habisi pemimpin mereka saat perang tengah berkecamuk. Mudah-mudahan kalian meraih ghanimah dan kemuliaan di negeri yang kekal dan penuh kenikmatan..
Terdorong oleh nasihat ibunya, esoknya keempat putranya maju ke medan perang dan tampil dengan gagah berani. Mereka bangkit demi mewujudkan impian sang ibunda. Tatkala fajar menyingsing, majulah keempat putranya menuju kamp-kamp musuh. Sesaat kemudian, dengan pedang terhunus, anak pertama memulai serangannya sambil bersyair: Saudaraku, ingatlah pesan ibumu/tatkala di waktu malam menasihatimu/Nasihatnya sungguh jelas dan tegas: majulah dengan geram dan wajah muram/ Yang kalian hadapi hanyalah anjing-anjing Sasan/yang mengaum geram/Mereka telah yakin akan kehancurannya/maka pilihlah kehidupan tenteram/atau kematian penuh keberuntungan.
Ibarat anak panah, anak pertama melesat ke tengah-tengah musuh dan berperang mati-matian hingga akhirnya gugur sebagai syuhada.
Berikutnya, giliran anak kedua maju menyerang sembari melantunkan syair: Ibunda, wanita hebat dan tabah/pendapatnya sungguh tepat dan penuh hikmah/Ia perintah kita dengan cahaya/sebagai nasihat tulus bagi putranya/Majulah tanpa pusingkan jumlah mereka/dan raihlah kemenangan nyata/atau kematian mulia di Surga Firdaus yang kekal selamanya.
Kemudian ia bertempur hingga titik darah penghabisan, menyusul saudaranya ke alam baka, menjadi syuhada.
Selanjutnya anak ketiga ambil bagian. Ia maju mengikuti jejak saudaranya, seraya bersyair: Demi Allah, takkan kudurhakai perintah ibunda/perintah yang sarat kasih dan cinta/Sebagai bakti nan tulus dan kejujuran/majulah dengan gagah ke medan perang/hingga pasukan Kisra tunggang-langgang/atau biarkan mereka terang/bagaimana cara berjuang/Jangan mundur karena itu tanda pecundang/raihlah kemenangan meski maut menghadang.
Kemudian ia terus bertempur hingga terbunuh sebagai syuhada.
Tibalah giliran anak terakhir yang menyerang. Ia maju seraya melantunkan syair: Aku bukanlah anak al-Khansa’ maupun Akhram/tidak juga Amr atau leluhur mulia/Jika tak menghalau pasukan Ajam/melawan bahaya dan menyibak barisan tentara/Demi kemenangan yang menanti dan kejayaan/ataukah kematian di jalan yang lebih mulia.
Ia lalu bertempur habis-habisan. Akhirnya, ia pun gugur, juga sebagai syuhada.
Tatkala mendengar keempat putranya gugur sebagai syudaha, al-Khansa’ malah dengan tenang berkata, “Segala pujian milik Allah Yang telah memuliakanku dengan kesyahidan mereka. Aku berharap kepada Allah agar Dia mengumpulkan aku bersama mereka dalam naungan rahmat-Nya.” (Lihat: Al-Isti’ab fi Ma’rifah al-Ashhab, II/90-91. Lihat juga: Nisa’ Hawl ar-Rasul).
*****
Tentu, lahirnya para mujahid dan para syuhada tak mungkin tiba-tiba. Mereka tercipta melalui proses pendidikan serta pembinaan yang amat panjang, yang penuh dengan kesungguhan dan pengorbanan. Tak lupa, mereka juga adalah produk dari sebuah keteladanan. Al-Khansa’ adalah seorang mujahidah. Wajar jika dari rahimnya lahir pula para mujahid. Wajar pula jika seorang ulama (seperti Imam Syafii) lahir dari ibunda yang juga ulama. Juga wajar jika seorang pengemban dakwah dan pejuang Islam sejati lahir dari ibunda yang sama: ibunda pengemban dakwah dan pejuang Islam sejati. Sudahkah sosok itu ada dalam diri para orangtua, khususnya para ibunda? Jika belum, mungkinkah akan lahir generasi pengemban dakwah dan pejuang Islam sejati; atau akan lahir generasi para ulama besar seperti Imam Syafii; atau akan lahir generasi para syuhada, sebagaimana halnya putra-putra al-Khansa’?
Semoga kita sebagai orangtua, khususnya para ibunda, bisa seperti al-Khansa’: menjadi ummu syuhada’ (ibunda para syuhada). Amin...
Dari balik rangkai kata
Dari sebongkah hati berbalut suka
Dari segurat wajah berbalut ceria
Dari seulas bibir berbalut senyum canda
Akan dia di beranda masa
Membawa warna dalam setiap realita
Dia...
Yang terhadirkan sebagai masa
Dari berputih merah hingga berbalut kata dewasa
Bahkan mungkin juga kata menua
Hiasi jejak-jejak yang telah tercipta
Dia...
Bunga yang merasuk sukma
Menjaga hati di pelataran nirwana
Bulir hujan yang menetes selayak mutiara
Terbungkus rapi dalam kado asa
Dia...
Hamparan pantai berpasir
Kanvas rasa yang tiada akhir
Figura hidup yang terus bergulir
Dia...
Setangkai purnama yang bercahaya
Dihari yang berpagi buta
Dihati orang-orang terkasihnya
Dia...
Yang selalu setia bertanya
Apa darinya yang sekarang beda
Apa yang telah dilakukan demi Agama-Nya
Tinta emas apa yang telah ditorehkan dalam setiap sketsa
Dan yang sering terlupakan oleh kita
Dia... adalah waktu yang tersisa buat kita
Sahabat Mutiara Hati yang diberi kesempatan emas oleh Allah untuk menapakkan masa asa di Tahun Baru 1432 H ini, saya ingin mengajak sahabat kembali memahami dan menyingkap misteri waktu, dengan harapan timbul dan tumbuh Semangat Baru pada diri kita. Pertama-tama, saya ingin mengingatkan sahabat bahwa persoalan tentang waktu telah menarik perhatian berbagai ahli dari berbagai kalangan; dari para ilmuwan hingga para pujangga. Waktu seakan-akan tidak ada habis-habisnya untuk dibicarakan dan dibahas, padahal membicarakan dan membahas tentang waktu itu membutuhkan dan memakan waktu itu sendiri, termasuk ketika saya menulis Mutiara ini dan tatkala sahabat membacanya. Apabila di momen Tahun Baru 1432 H kali ini saya kembali mengajak sahabat untuk membahas soal waktu, maka ini saya lakukan dalam konteks bagaimana seharusnya kita tidak menyia-nyiakan waktu, sebab ketika waktu telah disia-siakan, maka dia tidak akan pernah kembali, dan yang tersisa pada kita hanyalah penyesalan belaka.
Salah satu bentuk penyia-nyiaan waktu adalah menunda-nunda pekerjaan. Orang yang menunda-nunda pekerjaan menganggap bahwa dia masih memiliki cukup waktu untuk mengerjakan apa yang ditunda-tundanya itu. Dia merasa masih memiliki waktu, dan dia merasa bahwa dia masih bisa mengelola waktu.
Memang, ketika kita kemarin-kemarin itu telah sering menunda-nunda pekerjaan, ada banyak peluang dan kesempatan bagi kita untuk menyelesaikan pekerjaan yang telah kita tunda-tunda tersebut. Dengan kata lain, ketika sebuah urusan itu ditunda, bisa jadi memang masih ada kesempatan dan peluang untuk mengerjakannya kemudian.
Hal yang harus kita renungkan, tidak semua peluang dan kesempatan itu selalu datang pada kita. Sudah banyak tangis dan air mata penyesalan yang ditumpahkan karena telah mengabaikan kesempatan dan peluang yang telah ada dan menganggap bahwa peluang dan kesempatan tersebut akan datang lagi. Jikalau kita termasuk orang yang suka menunda-nunda pekerjaan, percayalah bahwa kita tengah menggali lubang penyesalan buat kita sendiri.
Kita mungkin akan berkata, "Ah, yang saya tunda-tunda itu kan pekerjaan ringan. Nggak terlalu penting untuk dikerjakan segera?" Kita benar jikalau kita berkata begitu. Kita adalah seperti kebanyakan orang yang suka meremehkan pekerjaan-pekerjaan ringan, sederhana, atau sepele, sehingga menganggap pekerjaan itu tidak penting untuk segera dikerjakan. Jikalau kita demikian, kita juga tengah tidak menyadari bahwa tertundanya pekerjaan-pekerjaan yang berat, kompleks, dan musykil juga diawali dengan menunda pekerjaan ringan, sederhana, dan sepele. Barang siapa suka menyepelekan hal-hal remeh, maka suatu ketika dia akan menyepelekan pekerjaan yang tidak remeh.
Maka, tundalah urusan-urusan kita yang kita anggap kecil dan sepele, kita akan terdorong untuk menunda-nunda urusan yang besar dan tidak sepele. Lakukanlah hal ini jikalau kita ingin menyesal!
Sungguh, semua urusan itu berkaitan dengan waktu, dan memanfaatkan waktu yang ada adalah cara satu-satunya mengisi waktu dengan benar. Dengan tidak menyia-nyiakan waktu sedikit pun, berarti kita telah menggunakan waktu kita untuk menyelesaikan setiap urusan kita.
Sahabat, tidak ada waktu yang lebih baik selain sekarang untuk memulai hidup yang baik. Kita tidak perlu untuk menciptakan ulang kehidupan kita di waktu yang sudah lewat. Mulailah meskipun hanya dengan satu langkah, yang penting kita memulai, dan jangan ditunda untuk besok. Pergunakan waktu yang ada dengan sebaik-baiknya. Belajarlah pada orang-orang yang telah menyia-nyiakan banyak waktu dalam hidupnya. Belajar pulalah pada orang-orang yang telah menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Jangan mengabaikan setiap urusan kita, walau urusan itu sangat sepele dan sederhana. Dan jangan pernah merasa masih ada waktu sehingga kita melewati waktu yang ada dengan percuma, apalagi dengan melakukan maksiat. Agar Semangat Baru semakin cepat bin pesat timbul dan tumbuh, adakalanya sahabat menyimak dan merenungkan SMS yang dikirim ke saya oleh seorang guru saya tadi pagi:
Teruslah berlari, hingga KEBOSANAN itu BOSAN mengejarmu.
Teruslah berjalan, hingga KELETIHAN itu LETIH bersamamu.
Teruslah bertahan, hingga KEFUTURAN itu FUTUR menyertaimu.
Tetaplah berjaga, hingga KELESUAN itu LESU menemanimu.
Berhijrahlah dengan sebenar-benar hijrah.
Mutiara Hati
Seonggok sukma yang kini tersekat dalam raga
Dimana disela waktu untuk-Nya
Ia dapat terhempas tanpa tanda nyata
Menghilang di fana dunia
Insan ini satu diantara yang tak ada
Satu dari keluasan yang tak terbaca
Mencoba merangkai satu asa
Dari langkah dakwah yang terengah – engah
Membangun sebuah peradaban indah dan megah
Yang bertahtakan pahala dan cinta
tuk mudah dipeluk Ridha-Nya
Insan ini yang kerap sekali meratap
Berharap kan ada kesempatan tuk buatnya menetap
Dengan segala keagungan-Nya yang perlahan ia tatap
Ada jutaan raga yang telah mengecap dunia. Tapi, barang kali, hanya segelintir orang yang berani mempertanyakan tentang siapa dirinya: Dari manakah mereka berasal? Apa makna hidup untuknya? Dan kemanakah mereka setelah kehidupan di dunia? Ada ribuan manusia, mungkin, yang mempertanyakan dirinya. Tapi, bisa jadi, hanya sejumlah jiwa yang menemukan jawabannya, jawaban sementara hal ihwal tentang ia dan sesama manusia, ia dan dunia/alam semesta, ia dan Tuhannya. Ya, di mutiara kali ini, izinkan saya menyinggung secuil perkara demikian, sesuatu yang -menurut saya- acapkali dilewatkan seorang anak manusia.
Pergulatan jiwa, pendakian diri, atau apapun namanya, tak bisa dipungkiri adalah hal yang jarang disinggung dan dihayati seseorang. Ia lewat begitu saja bersama fase kehidupan yang jamak terjadi. Lahir, balita, tumbuh, remaja, dewasa, bekerja, berumah tangga, manula, dan kemudian meninggal dunia. Atau, barangkali yang lebih ekstrem, siklusnya bisa jadi begini: numpang makan, minum, tidur, seks. Hmm... Jikalau begitu siklusnya, apa bedanya kita dengan hewan? Apa betul itu yang diharapkan Tuhan saat menciptakan kita, hamba yang diberikan status 'khalifah'? Padahal, pencarian jati diri manusia adalah domain paling fundamental agar hidup manusia tidak semata-mata berkubang dalam fase-fase menjemukan tanpa makna. Sayang, ironisnya, domain tersebutlah yang paling tidak diperhatikan. Seakan-akan semuanya sudah begitu adanya. Seolah-olah semuanya mengada tanpa perlu dipertanyakan, diselidik, dan ditelisik di dalam lingkar nalar; anugerah keunggulan manusia yang disebut sebagai AKAL. Tidakkah firman Allah yang berbunyi: "Afalaa ta'qiluun..?" (apakah kamu tidak memikirkan?) yang diulang-ulang dalam beberapa surah menjadi bahan renungan kita?
Akibatnya, tak aneh, betapa banyak manusia di muka bumi ini yang menyandang sebagai pengikut, bukan yang diikuti; banyak di antara kita yang lebih memilih dipimpin, bukan memimpin; banyak di antara kita yang hanya puas menjadi pengamat, bukan pengamal; menjadi penonton, bukan penuntun; dan banyak di antara kita yang gerak hidupnya menjadi pengekor, bukan pelopor. Efeknya, tentu saja, sangat dahsyat. Mereka -yang merasa- seakan-akan merintih dalam jiwa,
Hempaskan hati
Sunyi...
Raga berdiri
Tak tahu kemana kan melangkah pergi
Meniti jalan tanpa pasti
Jauh terbuai semu mimpi
Dalam kekosongan sejenak berdiam diri
Seketika hening menyergap malam
Seolah berada di dasar tebing curam
Sendiri tanpa impian juga angan
Semakin dalam dan menghilang
Tanpa sebuah kenangan,
Yang patut untuk dikenang.
Tiada yang lebih dekat dengan kita kecuali diri kita sendiri. Jikalau kita tidak mengenal diri kita, bagaimana kita akan mengenal yang lain? Kita harus mencari hakikat diri kita sendiri. Dari manakah kita berasal? Apa makna hidup untuk kita? Dan kemanakah kita setelah kehidupan di dunia?
Untuk itu, di momen (menjelang) tahun baru 1432 H ini, tiada salahnya kita merenungi pertanyaan besar dan mendasar tersebut, agar hidup yang sebentar ini tidak sekedar melalui stasiun-stasiun masa yang melenakan, menjemukan dan membosankan; agar di dalam hidup terpatri spirit yang indah, berharga dan bermakna.
Saya jadi teringat catatanku yang terdahulu. Di dalamnya -meski sekarang ada sedikit revisi- terukir kata-kata -insyaALLAH- motivasional dan inspirasional yang menggugah dan saya tergoda ingin membaginya lagi di Mutiara kali ini. Begini bunyinya:
Dan dalam kesempatan terdapat pilihan-pilihan.
Maka,,, aku telah memilih untuk tidak menjadi insan biasa.
Memang hakku untuk menjadi LUAR BIASA.
Aku mencari kesempatan, bukan menunggu kesempatan.
Aku tidak ingin menjadi insan yang terkungkung dan terpenjara,
direndahkan dan dihinakan oleh pihak yang berkuasa.
Aku siap menghadapi resiko terencana,
merealisasikan impian agung yang dijanjikan.
Terlalu murah jikalau aku dinilai dengan HARTA,
Terlalu rendah jikalau aku dihargai dengan TAHTA,
dan terlalu hina jikalau aku digadai dengan CINTA.
Aku yakin...
Kenikmatan mencapai impian, bukanlah utopia yang basi.
Oleh karenanya, aku memilih tantangan hidup, bukan pantangan hidup.
Aku tidak akan menjual harga diriku,
Tidak juga kemuliaan dakwahku,
hanya untuk mendapatkan Harta, Tahta, dan Cinta.
Aku tidak akan merendahkan diri,
Pada sembarang kekuasaan dan kekuatan dzalim yang terus mengancam.
Sudah menjadi warisanku untuk berdiri tegak, gagah, dan berani.
Aku berpikir dan bertindak dari diri sendiri,
Untuk meraih izzatul islam wal muslimiin.
Dengan berani menegakkan kembali Khilafah Islamiyah, dan berkata
"Tsumma takuunu khilafatan 'ala minhajin nubuwwah,
Allahu Akbar...!!!"
Segalanya ini memberikan makna seorang insan sejati.
-Cerita-cerita Air Mata-
Ada yang bertanya,
Dari manakah datangnya duka?
Siapakah ibunya derita?
Dari apa air mata duka tercipta?
Tiba-tiba...
Ada tetesan-tetesan air mata
Yang membawa cerita
Tentang duka yang membuat suka lebih bermakna
Tentang derita yang jadi gurunya jiwa
Tentang air mata sebagai bahasanya cinta
Ke sanakah air mata cinta membawa semua manusia?
* * * * *
-Cahaya-cahaya Cinta-
Pagi itu berkunjunglah pangeran cahaya
Ia membawa lentera
Sekaligus berita
Tentang Cinta
Ada gerhana untuk semua
Ada surya yang menyinari semua
Ada rembulan yang mengintip semua
Ada pohon yang meneduhi semua
Ada rumput yang menghijaukan semua
Semua memang untuk semua
Bukankah itu yang membuatnya bernama Cinta?
Cinta dari Yang Maha Sempurna,
Allah Azza wa Jalla.
* * * * *
-Laba-laba cinta-
Ada laba-laba
Sedang membangun rumah cinta
Ia melukis dan mengukir makna
Melingkar-lingkar ia menyuarakan jiwa
Sambung menyambung merajut cinta
Berputar-putar ditemani jiwanya cinta
Ketika ditanya kenapa ia tidak bersuara
Ia hanya diam dalam sepi
Tidur dalam sunyi
Mimpi tentang kebahagiaan abadi
Di pusat lingkaran Yang Maha Suci
* * * * *
-Suara-suara Langit-
Ada yang menyebutnya dengan selimut bumi
Ada yang mengiranya sebagai batasnya sunyi
Ada yang menerkanya seperti sumbernya mimpi
Jarang ada yang bertanya,
Pernahkah langit bersuara?
Adakah telinga yang mendengar makna dari sana?
Kenapa bintang tergantung di sana?
Kenapa rembulan tidur pulas di sana?
Kenapa sang surya hanya tinggal di sana?
Hanya ada jawaban pasti
Dari Kalam Ilahi
Itulah Yang Maha Tinggi
* * * * *
-Puji bagi Sang Ilahi-
Di ufuk timur yang berseri
Engkau selalu menepati janji
Untuk senantiasa berbagi
Sekaligus melindungi
Tentang cahaya yang menyinari
Genta yang suci
Hidup yang penuh arti
Dan cinta yang Engkau beri
Bersama langit yang tinggi
Bersama laut yang rendah hati
Engkau taburkan sari-sari hati
* * * * *
-Wisata Makna-
Dengan membawa bunga
Sekaligus cinta
Ada yang berwisata
Ke nisan yang memendam makna
Kuburan memang tempat banyak nisan
Kuburan juga rumah badan di masa depan
Kuburan juga monumen cinta bagi yang menghargai kenangan
Tapi adakah yang pernah mendengar pesan,
Kalau kuburan adalah pintu untuk pulang?
Adakah yang pernah mendengar bisikan,
Bahwa jiwa selalu rindu untuk pulang?
* * * * *
-Melukis yang Manis-
Di pinggir perenungan duduk seorang pelukis
Melukis, melukis dan melukis
Ketika ditanya apa yang dilukis
Ia menyebut seorang gadis manis
Berjilbab dan berkerudung hijau muda
Tersenyum manis seperti bunga kamboja
Tatapannya menyerupai bulan purnama
Kelembutannya seperti danau tua
Ketika ditanya siapa namanya
Lisannya hanya diam percuma
Hatinya menyebut nama yang indah maknanya
...ROHMA...
Kata di kedalaman hati Dunia
Muhammadur Rasulullah
Laa Ilaaha Illallah
KHILAFAH janji Allah
Allahu Akbar...3x
Singkat nan penuh semangat jiwa
Kata-kata yang selalu ingin kuucap bersama mereka
Disetiap bentuk perjuangan untuk tancapkan Islam dikehidupan nyata
Membentang diluas cakrawala
Segala bangga karena telah terbukti mengatur 2/3 dunia
Dalam kurun waktu 13 abad lamanya
Telah banyak perubahan yang tercipta
Bersama kemajuan-kemajuan yang kini masih ada dan terasa
KHILAFAH ISLAMIYAH
Nama indah yang selalu kuimpikan di Mayapada Khatulistiwa
Namun langit cerah kini kelam merana
Izinkanku sejenak istirahat memejamkan mata
Memangkas satu persatu kisah buruk yang tercipta
Yah... kini sedih kian melanda
Tatkala telah 86 tahun KHILAFAH ISLAMIYAH telah tiada,
Dan terpecah-belah menjadi kavling-kavling negara.
Berita miris terdengar dari Ujung Afrika hingga Ujung Papua
Sang Penggila kebesaran tahta berkuasa
Sang Penguasa yang menjadi anjing Amerika
Amerika yang sekarang dipimpin Obama
Obama... bukanlah anak menteng yang lucu dan lugu dari Indonesia,
Tapi dia adalah Presiden negeri panjajah dunia Islam, Amerika.
Sang Peraup serakah harta negeri-negeri muslim dengan merajalela
Hingga umat Islam pun ia jadikan tumbalnya
Kaki tangan mereka terikat terseok di sudut dunia
Sayap hukum positif pun dibuatnya patah tak berdaya
Keadilan dan kebenaran tak dapat lagi berkata-kata
Di pojok sana...
Kudengar teriakan anak-anak Pejuang Palestina berjuang mendapatkan haknya,
Tuk hanya sekedar tinggal melewati masa hidupnya.
Di seberang sana...
Banyak kudapati para pejuang tegaknya Islam meringkuk di tahanan,
dimalam berembun yang dapat membuat mereka meriang kedinginan.
Banyak kudapati seruan kembali ke Islam dibungkam tanpa diberi pembelaan.
Hak Asasi Manusia (HAM) yang Amerika dengungkan,
Dan demokrasi yang Amerika agungkan,
seakan jadi hal langka yang tak mungkin terciptakan.
Hai Amerika...!!!
Kau boleh buatku sengsara,
Tapi jangan buat umat islam binasa.
Aku terisak untuk mereka...
Adakah doa akan merubah keadaan ini semua?
Kata di kedalaman hati Kita
Kau pertiwi yang indah mempesona
Alammu nan elok jelita penuh romansa
Kekayaan Alammu adalah keragaman yang buatku bangga
Dengan SYARIAH dan KHILAFAH,
Buat kita percaya dapat lalui bersama.
Bersama wujudkan sejahtera,
Bersama merajut bahagia,
Bersama menggapai Surga,
Dan bersama melawan hegemoni Amerika.
Indonesia, sambutlah KHILAFAH...
Panji-panjinya, al-Liwa dan ar-Royah.
Pasti berkibar perkasa di angkasa raya dengan megah.
Jangan lagi kita berduka dan lemah,
Karena KHILAFAH adalah Janji Allah.
Jadikan ini semangat tuk merubah.
Membuat kita bangga menorehkan tinta emas dalam sejarah.
Membuat kita siap untuk menjemput masa depan yang indah.
Indonesia...
Dengan SYARIAH dan KHILAFAH kau pasti gagah.
NKRI (Negara Khilafah Rasyidah Islamiyah)...
Nama Indahmu akan membahana di telinga dunia.
Ini bukan mimpi belaka.
Namun rasa dari percaya.
Bahwa perlahan kita bisa dan pasti bisa.
Kita bangga kau NKRI
Kita rindui kau NKRI
Kita cintai kau NKRI
Gundah hatiku terasa sepi
Lelap dalam rindu dan mimpi
Aku tak bisa terus seperti ini
Masih sendiri dan menyendiri
Dingin terasa dalam hariku
Karena hatiku yang beku
Ingin ku akhiri itu
Dengan mencari potongan tulang rusukku
Ini bukan rintihan
Bukan pula keluhan
Tapi ini sebuah penantian
Entah sampai kapan
Aku bisa bertahan
Penuh syukurku memandang bintang gemintang,
kehadirannya dalam nyata juga bayang.
Meresap dalam angan yang membentang
Sejuknya penuhiku rasa sayang
Memupuk rindu hingga kian merindang
Mengepak asa yang kian mengawang
Langkah kaki penuh harap terpatri
Menapak mengembara di menara hati
Tuk raih sepercik bias cinta sejati
Coba untai segala rasa yang tak terperi
Mengukir hati di pelangi jingga setiap hari
Tak tahu harus bagaimana
Aku lemah dalam masalah cinta
Tak sanggup berpaling darinya
Aku hanya bisa mengimpikannya
Aku ingin kisah ini abadi
Dalam memoriku yang mungkin esok aku sudah tak sendiri
Berteman dengan bidadari
Yang aku sendiri tak ingin ini di akhiri
Hingga bersatu kembali di alam surgawi
Kita mungkin tak bisa berkata
Karena hati yang terlalu bahagia
Gembira serasa hidup ini indah tiada tara
Ini bukanlah sekedar cerita
Karena ini adalah realita
Dan bukan pula hanya rasa
Melainkan hati yang berbicara
Kisah ini berawal dari seorang sahabat yg bercerita tentang kisah cintanya kepadaku. Matanya yang mengandung tanda tanya itu adalah duka dan luka. Wajahnya yang mengandung tanda seru itu adalah ceria dan bahagia. Aku bingung, lalu mencari-cari hendak mengetahui isi hatinya bagai rembulan hendak menduga lautan.
"Sahabatku, ada apa denganmu?" tanyaku
"kan kusingkapkan hidupku seluruhnya di muka matamu, sehingga tiada lagi yang tersembunyi atau tertahan, tiada lagi yang perlu dibahas, dan tiada lagi yang perlu diperjelas. Aku telah memilihmu, dan percaya padamu. Itulah sebabnya mengapa tak kau tahu aku." Jawabnya. Aku diam sejuta bahasa untuk mendengar apa yang akan keluar dari lisannya, seperti mendung menunggu hujan.
Jikalau hidupku hanya sebuah permata, akan dapat kupecahkan jadi seratus keping dan kurangkai jadi seutas rantai untuk kukalungkan di lehernya. Jikalau ia hanya sekuntum bunga, bundar dan kecil dan indah, akan dapat kupetik dari batangnya untuk kusematkan di rambutnya. Tapi ia adalah hati, sahabatku. Di manakah pantai dan dasarnya? Di manakah hulu dan hilirnya? Kau takkan pernah tahu batas-batas ini, selama kau belum jadi aku."Sahabatku, sungguh yang mewarnaimu bukan lagi merah muda tetapi jingga". aku menanggapi dengan penuh kekaguman.
Jikalau Kehidupanku hanya sejenak kesenangan, ia akan mengembang jadi senyuman ringan, dan akan dapat kau lihat dan kau baca dalam sekejap. Jikalau ia semata-mata hanya kepedihan, ia akan mencerna menjadi air mata bening mengaca, membiaskan rahasianya yang terdalam tanpa kata. Tapi ia adalah cinta, sahabatku. Kesenangan dan kepedihannya tak terbatas, dan tak ada akhirnya kepapaan dan kemewahannya. Ia dekat padamu seperti hidupmu sendiri, tetapi kau tak pernah dapat mengetahuinya dengan benar-benar benar sebelum menjadi aku.
Yang kurasakan bukanlah nafsu, bukanlah asmara, dan bukanlah dia, melainkan yang kurasakan adalah cinta. Dan aku tidak cinta pada pandangan pertama, melainkan seketika, dan untuk selamanya.
Kecantikan, itulah sebuah kata yang dikagumi pria sekaligus wanita. Bila dilihat pertumbuhan Industri kosmetika sebagai barometer, seberapa banyak uang yang dihabiskan untuk menjadi cantik? Sungguh, untuk terlihat cantik tidak bisa dikatakan murah dan mudah, lebih-lebih kalau di dalami lagi perilaku wanita untuk menjadi cantik, atau perilaku pria untuk mendapatkan wanita cantik. Namun, karena wanita (daripada pria) sebagai pelaku aktif, lebih sensitif dalam masalah Kecantikan. Sehingga wanita sinonim dengan kecantikan. Lalu, bagi wanita yang tidak cantik bagaimana?
Setiap yang Allah cipta pasti indah karena Allah itu Maha Indah dan suka pada keindahan. Tuhan tidak mencipta manusia jelek, Tuhan hanya menciptakan wanita dengan kecantikan yang berbeda. Jadi, intinya setiap wanita berhak untuk cantik!
Masalahnya, dimanakah letaknya kecantikan yang sebenarnya pada seorang wanita? Kalau kita tanyakan kepada para lelaki maka sudah pasti kita akan temui pelbagai jawaban. Ada yang merasakan kecantikan wanita itu pada wajah, pada bentuk tubuh, pada kebijaksanaan atau pada tingkah lakunya. Dan bagi yang menyatakan kecantikan pada wajah pun terbagi kepada pelbagai pandangan, ada yang mengatakan kecantikannya terletak pada hidung, pada mata dan sebagainya. Sehingga ada selentingan populer yang berbunyi, 'kecantikan itu relatif, tetapi kejelekan itu absolut'.
Terlepas benar ataukah salah selentingan tersebut, namun sebagai seorang Muslim, kita tentulah ada parameter tersendiri untuk menilai kecantikan. Kita tentunya mengukur kecantikan dengan parameter Islam. Dan tentu saja kecantikan yang menjadi penilaian Islam adalah lebih hakiki dan abadi. Misalnya, kalaulah kecantikan itu hanya terletak pada wajah, wajah itu lambat-laun akan dimakan usia. Ia hanya bersifat sementara. Apabila usia menua, kulit akan berkerut, dan tentu wajah tidak cantik lagi. Jadi ini bukan ukuran kecantikan yang sejati dan abadi.
Oleh karena itu, Mutiara Hati memperkenalkan konsep Cantik tanpa Kecantikan ini untuk engkau wahai Wanita Muslimah, baik yang rupawan maupun pas-pasan, agar menjadi cantik yang benar-benar cantik. Semangat berenang dan menyelam, tapi jangan sampai tenggelam.
Akal menilai pada kecerdasan.
Nafsu menilai pada bentuk tubuh.
Tetapi hati tentulah pada akhlak dan budi pekerti.
Sebagai hamba Allah, kita seharusnya melihat kecantikan selaras dengan penilaian Allah atas keyakinan apa yang dinilai oleh-Nya lebih tepat dan benar-benar benar. Apakah kecantikan yang dimaksudkan itu? Kecantikan yang dimaksudkan ialah kecantikan budi pekerti atau akhlak. Itulah misi utama kedatangan Rasulullah SAW – untuk menyempurnakan akhlak manusia.
Kecantikan akhlak jika ada pada seseorang, lebih kekal. Inilah kecantikan hakiki yang mengikuti penilaian Allah. Hancur badan dikandung tanah, budi baik di kenang juga. Malah akhlak yang baik juga sangat lebih disukai oleh hati manusia. Contohnya, kalaulah ada orang yang wajahnya saja cantik tetapi akhlaknya buruk, pasti dia akan dibenci dan bahkan dimaki.
Tatkala bunga-bunga layu, buah-buahnya pun bermunculan. Ketika kecantikan luar memudar, seketika itu juga tumbuh kecantikan dari dalam dengan sendirinya. Ini yang bisa menjelaskan orang yang mukanya biasa-biasa saja, tetapi hidupnya memancarkan cahaya-cahaya keteladanan.
Tidak semua orang mudah memahami konsep Cantik tanpa Kecantikan. Terutama mereka yang diperbudak habis-habisan oleh nafsu dan pikiran. Dan sedikit-sedikit meminta data serta fakta empiris. Untaian kalimat indah diatas, hanya akan memperpanjang daftar kebingungan. Namun bagi siapa saja yang terbiasa ber-akhlakul karimah, dan bersahabat akrab dengan Allah, tidak banyak kesulitan yang muncul untuk memahami. Tanpa perlu dipaksa, tanpa perlu mengada-ada, kecantikan muncul dengan sendirinya. Wallahu a'lam...
mengalir dalam nadi – nadi penuh irama,
saat RASA kembali menyapa,
saat DIA kembali tersenyum dengan karunia-Nya.
Terbungkam hatiku dalam baris kata, kala kutatap jingga di ufuk barat dunia. Senja kini telah tutupi cakrawala. Kelabu hati kian hadirkan bulir air mata, karena rasa makin terasa. Mengiris relung hati kian nyata, bayangpun seakan hantui dalam gelapnya indra.
Ada apa...?? Kenapa..?? Mengapa..??
Tanya sama yang mengusai benak rasa, tercipta dari kekhawatiran yang membabi buta.
Yaa Allah, yaa Rabbi...
Jikalau memang telah Engkau catatkan dia tercipta buatku...
Seandainya telah Engkau gariskan dia menjadi bidadariku...
Maka jodohkanlah kami,
Satukanlah hatinya dengan hatiku.
Selipkanlahlah kebahagiaan di antara kami,
Agar kemesraan itu terjadi dan abadi.
Tetapi...
Yaa Allah, yaa Ilahi...
Jikalau memang telah Engkau tetapkan dia bukan Mujahidahku...
Seandainya telah Engkau takdirkan dia bukan Ibu dari anak-anakku...
Bawalah dia pergi jauh dari pandanganku,
Hapuskanlah dia dari ingatanku,
Dan serta periharalah daku dari kekecewaan ini.
Yaa Allah, Yang Maha Mengerti...
Berikanlah daku kekuatan,
Menolak bayangannya jauh sejauh-jauhnya dari lubuk hati,
Hilang bersama senja yang memerah,
Agar daku senantiasa tenang dan senang,
Walaupun tak bersanding dengannya di pelaminan.
Karena ku yakin, Engkau akan menggantikannya dengan yang jauh lebih baik...
Yaa Allah, Yang Maha Cinta...
Ku pasrahkan hidup dan kehidupanku pada Qadla dan Qadhar-Mu.
Cukuplah hanya Engkau yang menjadi pemeliharaku, di dunia dan akhirat...
Dengarkanlah rintihan hati dari hamba-Mu yang dhaif ini,
Dengarkanlah goresan hati dari hamba-Mu yang naif ini,
Jangan Engkau biarkan daku sendirian, di dunia ini maupun di akhirat...
Di tengah-tengah kehidupan yang liberalistik, kapitalistik, dan hedonistik ini...
Banyak hamba-Mu yang terjerumus ke lembah kehinaan,
Tak sedikit hamba-Mu yang terjerembab di lembah kenistaan,
Dengan berbagai macam jalan kemaksiatan, kemungkaran, dan kekufuran...
Maka karuniakanlah daku seorang Mar'atus Shalihah,
Agar daku dan dia bersama-sama membela kemuliaan agama-Mu,
Agar daku dan dia bersama-sama dapat membina kesejahteraan hidup,
Ke jalan yang Engkau ridhai...
Dan karuniakanlah kepadaku keturunan yang shalih dan shalihah,
Keturunan yang siap menjadi mujahid dan mujahidah,
Keturunan yang berani memperjuangkan Syariah dan Khilafah.
Harmoni yang mendayu, menyentuh diri tuk terharu, terdiam seketika kala itu, membisu dalam alunan doa yang merdu, sejenak menyelam lupakan sendu, yang mendera seiring waktu, hempaskanku layaknya angin yang bertiup menderu, hampa yang membelenggu, kini terasa beda dalam kalbu. Aku telah memilihmu, dan percaya padamu.
Hatiku,,,
mentasbihkan doa yang merindu...
Jiwaku,,,
mentakbirkan kata yang membisu...
Nadiku,,,
melagukan kisah yang membiru...
Sunyi... sepi... aku sendiri.
Resahku menepi,
Raguku menyepi,
Sesuatu yang pernah dan terus menguap dalam mimpi,
dan sesuatu itu ku sebut Cinta Sejati.
Cinta sejati yang bersandar pada Cinta Hakiki.
Lidahku kelu,,,
Bibirku beku,,,
Jangan pernah terpikir olehmu,
Bahwa aku tak pernah memikirkanmu.
Aku selalu memikirkanmu,
Meski tak setiap waktu.
Maafkan aku,,,
Bukan maksudku untuk menduakanmu,
Aku menduakanmu bukan tak mencintaimu.
Tapi aku mencintaimu karena aku menduakanmu.
Oleh karena itu,,,
Aku tak kan menuntutmu untuk mencintaiku,
Tapi aku kan selalu menuntunmu untuk mencintai Tuhanku,
Agar dirimu di hatiku tak lekang oleh waktu,
Meski aku menduakanmu,
Bukan menduakan Tuhanku.
Sebagai seorang ibu, wanita lebih elok dibanding seorang pengantin.
Sebagai istri dan ibu, ia adalah kata-kata terindah di semua musim
dan dia tumbuh menjadi lebih cantik bertahun-tahun kemudian.
Akhirnya pada suatu pagi, ia menumpahkan kegalauan tersebut kepada sahabat yang dekat dengan Rasulullah.
"Coba engkau temui langsung Baginda Nabi, semoga engkau mendapatkan jalan keluar yang terbaik bagimu", nasihat mereka.
Zulebid kemudian mengutarakan isi hatinya kepada Baginda Nabi. Sambil tersenyum beliau berkata:
"Maukah engkau saya nikahkan dengan putri si Fulan?"
"Seandainya itu adalah saran darimu, saya terima. Ya Rasulullah, putri si Fulan itu terkenal akan kecantikan dan keshalihannya, dan hingga kini ayahnya selalu menolak lamaran dari siapapun."
"Katakanlah aku yang mengutusmu", sahut Baginda Nabi.
"Baiklah ya Rasul", dan Zulebid segera bergegas bersiap dan pergi ke rumah si Fulan.
Sesampai di rumah Fulan, Zulebid disambut sendiri oleh Fulan
"Ada keperluan apakah hingga saudara datang ke rumah saya?" Tanya Fulan.
"Rasulullah saw yang mengutus saya ke sini, saya hendak meminang putrimu si A." Jawab Zulebid sedikit gugup.
"Wahai anak muda, tunggulah sebentar, akan saya tanyakan dulu kepada putriku." Fulan menemui putrinya dan bertanya, "bagaimana pendapatmu wahai putriku?"
Jawab putrinya, "Ayah, jika memang ia datang karena diutus oleh Rasulullah saw, maka terimalah lamarannya, dan aku akan ikhlas menjadi istrinya."
Akhirnya pagi itu juga, pernikahan diselenggarakan dengan sederhana. Zulebid kemudian memboyong istrinya ke rumahnya.
Sambil memandangi wajah istrinya, ia berkata," Duhai Dinda yang di wajahnya terlukiskan kecantikan bidadari, apakah ini yang engkau idamkan selama ini? Bahagiakah engkau dengan memilihku menjadi suamimu?"
Jawab istrinya, "Engkau adalah lelaki pilihan rasul yang datang meminangku. Tentu Allah telah menakdirkan yang terbaik darimu untukku. Tak ada kebahagiaan selain menanti tibanya malam yang dinantikan para pengantin."
Zulebid tersenyum. Dipandanginya wajah indah itu ketika kemudian terdengar pintu rumah diketuk. Segera ia bangkit dan membuka pintu. Seorang laki-laki mengabarkan bahwa ada panggilan untuk berkumpul di masjid, panggilan berjihad dalam perang.
Zulebid masuk kembali ke rumah dan menemui istrinya.
"Duhai istriku yang senyumannya menancap hingga ke relung batinku, demikian besar tumbuhnya cintaku kepadamu, namun panggilan Allah untuk berjihad melebihi semua kecintaanku itu. Aku mohon keridhaanmu sebelum keberangkatanku ke medan perang. Kiranya Allah mengetahui semua arah jalan hidup kita ini."
Istrinya menyahut, "Pergilah suamiku, betapa besar pula bertumbuhnya kecintaanku kepadamu, namun hak Yang Maha Adil lebih besar kepemilikannya terhadapmu. Doa dan ridhaku menyertaimu"
Rasulullah dan para sahabat mengumpulkan syuhada yang gugur dalam perang. Di antara para mujahid tersebut terdapatlah tubuh Zulebid yang tengah bersandar di tumpukan mayat musuh. Akhirnya dikuburkanlah jenazah zulebid di suatu tempat. Berdampingan dengan para syuhada lain.
Tanpa dimandikan... Tanpa dikafankan... Tanah terakhir ditutupkan ke atas makam Zulebid. Rasulullah terpekur di samping pusara tersebut. Para sahabat terdiam membisu. Sejenak kemudian terdengar suara Rasulullah seperti menahan isak tangis. Air mata berlinang dari pelupuk mata beliau. Lalu beberapa waktu kemudian beliau seolah-olah menengadah ke atas sambil tersenyum. Wajah beliau berubah menjadi cerah. Belum hilang keheranan sahabat, tiba-tiba Rasulullah menolehkan pandangannya ke samping seraya menutupkan tangan menghalangi arah pandangan mata beliau.
Akhirnya keadaan kembali seperti semula. Para shahabat lalu bertanya-tanya, ada apa dengan Rasulullah.
"Wahai Rasulullah, mengapa di pusara Zulebid engkau menangis?"
Jawab Rasul, "Aku menangis karena mengingat Zulebid. oOo... Zulebid, pagi tadi engaku datang kepadaku minta restuku untuk menikah dan engkau pun menikah hari ini juga. Ini hari bahagia. Seharusnya saat ini Engkau sedang menantikan malam Zafaf, malam yang ditunggu oleh para pengantin."
"Lalu mengapa kemudian Engkau menengadah dan tersenyum?" Tanya sahabat lagi.
"Aku menengadah karena kulihat beberapa bidadari turun dari langit dan udara menjadi wangi semerbak dan aku tersenyum karena mereka datang hendak menjemput Zulebid," Jawab Rasulullah.
"Dan lalu mengapa kemudian Engkau memalingkan pandangannya dan menoleh ke samping?" Tanya mereka lagi.
"Aku mengalihkan pandangan menghindar karena sebelumnya kulihat, saking banyaknya bidadari yang menjemput Zulebid, beberapa diantaranya berebut memegangi tangan dan kaki Zulebid. Hingga dari salah satu gaun dari bidadari tersebut ada yang sedikit tersingkap betisnya."
Terlalu istimewa yang Allah hadiahkan atas kehadiranmu untukku.
Hingga kupikir,,,
terlalu tamak jika kelak memilikimu seorang diri selamanya.
Suatu saat nanti...
Jikalau kau siap,
carikanlah Mujahidah Sejati yang juga pantas dapatkan cintamu,
untuk kujadikan sahabat dirumah kita,,,
Subhanallah....
kubayangkan berbagi itu begitu indah...
sebuah keluarga yang berporos pada DAKWAH...
Wahai calon mujahidku, disini ku menunggumu...
Sambil menghias seindah mungkin rumah kita...
Kurasakan angin mengantar debu atas derap langkah pacuan kudamu...
Ku yakin kau kan segera tiba... wahai Jundullah...
Di rumah, istri Zulebid menanti sang suami yang tak kunjung kembali. Ketika terdengar kabar suaminya telah menghadap sang Ilahi Rabbi, Pencipta segala Maha Karya. Malam menjelang. Terlelap ia, sejenak berada dalam keadaan setengah mimpi dan nyata. Lamat-lamat ia seperti melihat Zulebid datang dari kejauhan. Tersenyum, namun wajahnya menyiratkan kesedihan pula. Terdengar Zulebid berkata, "Istriku, aku baik-baik saja. Aku menunggumu disini. Engkaulah bidadari sejatiku. Semua bidadari disini apabila aku menyebut namamu akan menggumamkan cemburu padamu. Dan kan kubiarkan engkau yang tercantik di hatiku."
Istri Zulebid, terdiam. Matanya basah. Ada sesuatu yang menggenang disana. Seperti tak lepas ia mengingat acara pernikahan tadi pagi. Dan bayangan suaminya yang baru saja hadir. Ia menggerakkan bibirnya. "Suamiku, aku mencintaimu. Dan dengan semua ketentuan Allah ini bagi kita. Aku ikhlas."
There's a land that I heard of once on a lullaby
Somewhere over the rainbow, skied are blue
And the dreams that you dare to dream
really do come true.
Dan,
Akan kemanakah kumbang terbang
Pada siapa rindu mendendam
Kekasih yang terkasih
Pencinta dan yang dicinta
Semua berurai air mata
Sedih, ataukah bahagia?
Ketika kita bertemu orang yang tepat untuk dicintai, dan ketika kita berada di tempat pada saat yang tepat, itulah kesempatan, bukan pilihan. Ketika kita bertemu dengan seseorang yang membuat kita tertarik, itu bukan pilihan, itu juga kesempatan. Bertemu dalam suatu peristiwa, bukanlah pilihan, itu pun adalah kesempatan.
Namun,..
Bila kita memutuskan untuk mencintai orang tersebut, bahkan dengan segala kekurangannya, itu bukan kesempatan, itu adalah pilihan. Ketika kita memilih hidup bersama dengan orang tersebut, walau apapun yang terjadi, itu adalah pilihan, bukan kesempatan. Bahkan ketika kita menyadari bahwa masih banyak orang lain yang lebih menarik, lebih pandai, lebih kaya, lebih sempurna daripada belahan jiwa kita, dan kita tetap memilih untuk mencintainya, itu bukan kesempatan, Itulah pilihan.
Perasaan cinta, simpatik, tertarik, datang bagai kesempatan pada kita dan datangnya lebih cepat daripada kecepatan cahaya. Akan tetapi, cinta sejati yang abadi adalah pilihan. Pilihan yang kita lakukan. Berbicara tentang pasangan jiwa, ada sebuah kutipan dari film yang mungkin sangat tepat:
tetapi tetap bergantung pada kita
bagaimana membuat semuanya berhasil !!!
Belahan jiwa bisa benar-benar ada, dan bahkan sangat mungkin ada, seseorang yang diciptakan hanya khusus untuk kita. Tetapi tetap berpulang pada kita untuk melakukan pilihan, apakah kita ingin melakukan sesuatu untuk mendapatkannya, atau tidak? Kita mungkin saja kebetulan bertemu belahan jiwa kita, tetapi mencintai dan ingin tetap bersama belahan jiwa kita, adalah pilihan yang harus kita lakukan.
Curiga yang menerpa jiwa, seringkali membuat komitmen kita porak-poranda. Curiga yang membara, kerap kali membuat kita berburuk sangka. Rumah tangga yang dulunya sejahtera, karena ada curiga yang menyapa, menjadi sumber prahara. Curiga datang menghampiri kita bukan karena tidak adanya cinta, tapi curiga datang karena kita terlalu cinta. Sebagai seorang muslim, tak seharusnya curiga bersemayam dalam dada. Oleh karenanya, hindarilah sifat curiga karena ia adalah pengerat cinta, jauhilah sifat curiga karena ia akan membuat kita jauh dari cahaya Sang Pencipta.
Kita seharusnya tidak punya waktu untuk menaruh curiga pada keluarga, kolega, dan bahkan pada belahan jiwa (nantinya), meski ada gosip-gosip yang menyesakkan dada. Kita pasrahkan saja semuanya pada Allah ‘Azza wa Jalla. Kita tidak menaruh curiga bukan karena kita tak cinta, tapi karena kita cinta. Di berbagai media diberitakan tak sedikit pasangan yang berpisah karena salah sangka, disamping banyak pula pasangan yang hancur gara-gara saling curiga.
Sobat Mutiara Hati yang dimuliakan Allah, mungkin diantara kita ada yang bertanya dalam hati, “Bagaimana caranya menghapus noktah-noktah curiga di dalam dada?”, “Bagaimana seandainya dia tak setia?”, dan sejenisnya. Telah menjadi rahasia umum jikalau kita semua menginginkan pasangan hidup yang setia, tapi yang seringkali kita lupakan adalah persepsi kita terhadap pasangan kita. Saya berani menjamin bahwa takkan pernah ada seorang pun yang setia di muka bumi ini, jikalau kita tak pernah percaya padanya. Ya, setia ada karena ada percaya. Dan perlu diketahui, curiga adalah lawan daripada percaya. Seperti yang saya katakan diawal bahwa 'Curiga datang menghampiri kita bukan karena tidak adanya cinta, tapi curiga datang karena kita terlalu cinta'. Kenapa 'terlalu cinta' bisa menimbulkan 'curiga'? itu karena di dalam diri kita tidak ada 'rasa percaya pada mereka. Jadi, retaknya sebuah ikatan/hubungan adalah berawal dari bukan karena tidak adanya 'cinta' tetapi tidak adanya 'percaya'. Dan hancurnya sebuah ikatan/hubungan adalah juga bukan karena tidak adanya cinta tetapi karena menjelmanya ‘percaya’ menjadi 'curiga'.
Memang, seharusnya cinta itu sinergis dengan ‘percaya’, tapi karena cinta kita yang kotor akibat ada niat-niat selain 'karena Allah' saat menyatakan cinta, maka ‘percaya’ berubah menjadi curiga. Bagi kita yang telah berumah tangga atau yang masih belum, luruskan niat, agar percaya tidak berubah menjadi curiga. Katakan pada belahan jiwa yang telah kita pilih, “Aku mencintaimu karena aku percaya padamu, dan aku percaya padamu karena aku yakin kamu akan setia”.
Angin berhembus semilir ketika pribadi anggun hinggap di dalam dahan hati, menyentuh kulit ari, dan menembus dinding-dinding batu penjaga samudera kalbu, menggetarkan tembok jiwa, dan mengguncangkan lautan diri.
Siiirrrrrrr.....!!!!!
Diriku gugup sehingga tak berani aku melihat sesuatu yang kuinginkan, lisanku gagap sehingga aku tak punya nyali untuk menyampaikan sesuatu.
Siiirrrrrrr....!!!!!
Kelebatan bayangan Gibran memandang Selma dengan mata berkaca-kaca, seolah menjadi bayangan diri kala melihat dia. Jari Jemari takdir telah menggerakkan benang-benang nasib di tubuhku, seperti panggung opera boneka di Eropa, bagaimana bisa aku berpaling darinya? Sampan di dayung lembut mengalir melalui sungai-sungai venesia, kereta kuda berketipak ketipuk, berjalan perlahan melalui taman-taman London, cahaya rembulan menyinari jalan-jalan yang terlalui. Senandung lembut musik Bethooven mengantarkan hangatnya sang cahaya, berjumpa dengan dentingan Chopin menyinari wajah kota-kota, dan nada-nada Bach menggandengkan hati-hati yang berbahagia.
Gibran berkata,
"Cinta adalah cahaya, yang ditulis dengan cahaya, di atas kota yang bercahaya"
Sungguh... Malam itu begitu menggetarkan, begitu mencemaskan, begitu menegangkan, begitu menakutkan, tapi juga begitu membahagiakan. Ampuni aku, Yaa Allah, yang telah mencoba menenggelamkan diriku sendiri di dalam lautan cinta karena-Mu, dan bukan mengikuti kehendak-Mu untuk tenggelam dalam samudra cinta karena-Mu.
Ramuan chemistry mulai disenyawakan, Magnesium sudah merubah dirinya menjadi Aurum, Iodium menyebar merata dan membasahi permukaan hati di atas Mata Air 'Air Mata'. Kebahagiaan orang lain adalah kebahagiaanku, dan memang kebahagiaan yang sejati adalah yang membahagiakan.
Apa yang engkau inginkan, wahai mawar hatiku? tak rela berpisah denganku? baik, akan aku berikan... Apa yang engkau inginkan, wahai mawar hatiku? ingin segera berpisah denganku? baik, aku akan melangkahkan kaki menjauhi taman-taman mawar ini, dan tak usah kau khawatirkan bahwa satu waktu aku akan kembali. Semua sudah menjadi catatan sang Takdir, ketika Zulaikha merobek baju Yusuf yang dicintainya. Dan ketika satu waktu, Yusuf pun merobek baju Zulaikha yang dicintainya. Pedang cinta yang bermata dua telah berbicara, Tak lagi Zulaikha yang bersenandung nama Yusuf, Tak lagi Zulaikha yang tetap dalam mendambakan Yusuf. Apalah yang diharapkan seorang pecinta, kalau tidak bersama kekasihnya? Pedulikah ia selain dari yang dicinta?
Majnun bersenandung menyebut-nyebut nama Laila, dedaunan di sekitarnya ditulisi nama Laila. Di kejauhan, Laila hanya terdiam, tertunduk, dan menutup rapat-rapat mulutnya yang mungil dan ia bergumam dalam hati.
"Lebih baik diam membawa penderitaan cinta.."
"Lebih baik diam membawa kebahagiaan cinta"
"AAAAAAaaaaaaaaaaa.........!!!!??!!!"
Teriakan membahana di relung sukma....
Yaa Ilahi...!!!
Jikalau Api telah menolak untuk membakar tubuhku.....
Jikalau Air tak mau lagi membasahi diriku...
Jikalau Tanah tak sudi lagi memelukku di dalam kubur...
Jikalau Udara tak mau lagi kuhirup menjadi nafasku....
Dan jikalau mawar hatiku telah melukaiku dengan durinya...
Siapakah lagi yang akan menerima diriku kalau itu bukan DIRIMU, Yaa ALLAH ??? Cintaku dari-Mu, oleh-Mu, untuk-Mu, dan karena-Mu. Allahu Akbar...
Aku mencintainya seketika
Dan untuk selamanya
Walau hidupku penuh warna
Di hatiku tetap dia
Hidup ini bagai cerita
Ketika hati butakan mata
Nafsu dan cinta seolah sama
Tapi kan lain halnya dengan dia
Karena dia aku jatuh hati
Karena dia aku mencari
Karena dia rasa ini tak pernah berhenti
Walau ada rasa lain yg menghampiri
Bagai jarum dalam tumpukan jerami
Mungkin itu yang sedang kualami
Ketika dia hanya mimpi
Aku tetap tak bisa mencari pengganti
Di dalam sejarah manusia,
Seringkali manusia mempertanyakan tentang dirinya.
"man arofa nafsahu faqod arofa robbahu"
Siapakah dirinya ?
Darimanakah dirinya berasal ?
Untuk tujuan apakah hidup di dunia ini ?
Kemanakah nanti dirinya setelah mati ?
Dan seabreg pertanyaan-pertanyaan lain yang rumit bin sulit untuk dijawab.
Sudah ribuan judul dan jilid kitab-kitab -dari kitab kuning hingga kitab putih- yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Sudah ratusan mujtahid-mujtahid, mujaddid-mujaddin, bahkan filosof-filosof yang mencoba menjawabnya.
Dan tidak sedikit pula yang kemudian tahu...
Bahwa tak dapat tidak haruslah ditempuh melalui laku,
Bukan hanya cukup melalui membaca buku.
Dan tidak sedikit pula yang kemudian mengerti...
Bahwa tidak mungkin untuk ditempuh melalui teori-teori,
Melainkan harus dijalani, untuk kemudian dicoba dan diuji.
Mutiara Hati hanyalah sebagai wadah, bagi pertanyaan-pertanyaan yang ditemui dalam Perjalanan seorang Insan yang dhaif dan naif menuju Allah Subhanahu wa Ta'ala,
Maka perhatikanlah...
Jikalau ingin memperoleh buah yang lezat.
Panjatlah sampai ke dahan, petiklah diam-diam.
Jikalau ingin memperoleh hikmah yang padat.
Bacalah pelan-pelan, renungkanlah dalam-dalam.
Maka ingatlah...
Jangan terburu-buru ditelan meski manis adanya,
Siapa tahu itu racun yang dibungkus dengan madu.
Jangan terburu-buru dimuntahkan meski pahit adanya,
Siapa tahu itu adalah obat yang membantu.
Tiada harapan lain, Kecuali Ridha-Nya.
"yaa illahi antal maksudi wa ridhaka mathlubi"
Kang Alfan 'TheInspirator'
Bagaimana . . . . .
jikalau kenyataan yang ada tidak sesuai dengan keinginan kita ?!?
Bagaimana . . . . .
jikalau yang terjadi tidak sesuai dengan harapan kita ?!?
Bagaimana . . . . .
jikalau Cinta harus bertekuk lutut dihadapan Realita ?!?
Ketika tapak-tapak kaki semakin jauh melangkah,
Ketika pandangan semakin meluas,
Ketika pendengaran semakin tak terbatas,
mengapakah mesti ada cakrawala ?
mengapakah mesti ada senja ?
mengapakah mesti ada ujung dunia ?
Nuh as bergumam dalam diam melihat istri dan anaknya tenggelam ditelan ombak lautan , , ,
Yusuf as merenung dalam diam melihat saudara-saudaranya berlaku culas , , ,
Isa as tertunduk dalam diam menyaksikan sang murid berkhianat , , ,
Muhammad saw berduka dalam diam setelah meninggalnya Sayyidah Khadijah ra . . .
Namun . . . . .
Perjalanan tetap dan terus berjalan, perjuangan tetap dan terus berlanjut.
Bila kita berhenti berjalan, maka kita akan ketinggalan.
Bila kita berhenti berjuang, maka kita akan mengalami kerugian.
Maka ketahuilah . . . . .
Demi takluknya kota Roma yang dijanjikan,
al-Liwa' dan ar-Roya telah mulai berkibar dan dikibarkan,
di seluruh pelosok dunia: Eropa, Amerika, Australia, Asia, dan Afrika.
Berdasar kain warna Hitam dan Putih,
terbaca tulisan dalam langgam kaligrafi,
"Laa Ilaaha Illallah, Muhammadur Rasulullah"
Tapi, coba bayangkan . . . . .
Bagaimana seandainya Nuh as berhenti berdakwah sebab anak dan istrinya tidak mau taat kepadanya ?
Bagaimana seandainya Yusuf as berhenti berjuang sebab dicurangi saudara-saudaranya ?
Bagaimana seandainya Isa as berhenti menebar kasih sayang sebab Yudas yang berkhianat ?
Bagaimana seandainya Muhammad saw berhenti berdakwah sebab Sayyidah Khadijah ra meninggal ?
Lalu,
bagaimana seandainya kenyataan berbeda dengan kemauan kita ?
Apakah harus menyesal dan berkata , , ,
Ia tidak sebaik yang kukira;
Ini tak seburuk yang kusangka;
Itu tak semudah yang kuduga; atau
hu...hu...hu...hu...hu...hu...hu...
Jangan . . . . .
Itu bukan sikap seorang Hamilud Dakwah,
tapi -sebagai Hamilud Dakwah- katakan pada Realita,
"Aku menerimamu apa adanya, dan segalanya yang ada padamu.
Asalkan kamu tidak menghalangi perjalananku,
dan tidak menghambat perjuanganku"
Hidup adalah Pilihan...
Aku telah memilih untuk tidak menjadi insan biasa.
Memang hakku untuk menjadi LUAR BIASA.
Aku mencari kesempatan, bukan menunggu kesempatan.
Aku tidak ingin menjadi insan yang terkungkung dan terpenjara,
direndahkan dan dihinakan oleh pihak yang berkuasa.
Aku siap menghadapi resiko terencana,
merealisasikan impian agung yang dijanjikan.
Terlalu murah jikalau aku dihargai dengan HARTA,
Terlalu rendah jikalau aku dihargai dengan TAHTA,
dan terlalu hina jikalau aku dihargai dengan WANITA.
Aku yakin...
Kenikmatan mencapai impian, bukanlah utopia yang basi.
Oleh karenanya, aku memilih tantangan hidup, bukan pantangan hidup.
Aku tidak akan menjual harga diriku,
Tidak juga kemuliaan dakwahku,
hanya untuk mendapatkan Harta, Tahta, dan Wanita.
Aku tidak akan merendahkan diri,
Pada sembarang kekuasaan dan kekuatan dzalim yang terus mengancam.
Sudah menjadi warisanku untuk berdiri tegak, gagah, dan berani.
Aku berpikir dan bertindak dari diri sendiri,
Untuk meraih izzatul islam wal muslimiin.
Dengan berani menegakkan kembali Khilafah Islamiyah, dan berkata
"Tsumma takuunu khilafatan 'ala minhajin nubuwwah,
Allahu Akbar...!!!"
Segalanya ini memberikan makna seorang insan sejati.
1. Adam as dan Hawa
Setelah penciptaan Adam as, kemudian penciptaan lawan jenisnya. Mulailah rasa cinta itu masuk ke dalam hati Adam as. Bagaimana tidak! Yang dicintai Adam as adalah makhluk paling indah yang ada waktu itu, Allah telah memakaikan tujuh puluh perhiasan surgawi padanya. Makhluk itu adalah Hawa, Bunda kaum wanita.
“Siapakah engkau?!?”, tanya Adam as.
“Aku diciptakan Allah untukmu?”, jawab Hawa.
“Kalau begitu kemarilah !”, ajak Adam as.
“Tidak, engkaulah yang kesini.” Hawa menyahut.
Adam bangkit mendekatinya. Lalu Allah berfirman, “Hai Adam, bersabarlah! Ia belum halal sebelum engkau menikahinya”. Kemudian Allah menitahkan segenap penghuni surga untuk menghias surga serta mempersiapkan aneka hidangan untuk memeriahkan acara pernikahan Adam dengan calon isterinya. Para malaikat langit berkumpul di bawah pohon Thuba. Kemudian Allah menikahkan mereka berdua,
“Segala puji hanya bagi-Ku. Keagungan adalah pakaian-Ku. Kebanggaan diri adalah selendang-Ku. Keindahan adalah wajah-Ku. Kelembutan adalah perhiasan-Ku. Makhluk-makhluk adalah abdi-Ku. Dan pernikahan adalah bagian dari rahasia-Ku. Aku nikahkan Adam dan calon istrinya, dan Ku jadikan para malaikat dan para penghuni surga sebagai saksi”.
Adam bertanya, “Yaa Tuhanku, apa mas kawin yang harus kuberikan kepadanya? Apakah emas, perak atau intan kumala?”.
“Bukan”, jawab Rabul Izzati
“Kalau begitu, apa?”
“Mas kawinmu adalah membaca shalawat sepuluh kali kepada Rasul-Ku, Muhammad, penutup para Rasul dan penghulu sekalian Nabi”.
Dan, Cinta Adam dan Hawa pun bertasbih. Wallahu a’lam bish shawab…
bersambung... (Musa as dan Syafura binti Syu'aib as)
Pada makhluk yang bernyawa,
Takkan hilang selamanya,
Hingga akhir, akhir masa.
Renungkanlah…
Begitulah salah satu lirik warisan almarhum Maggy Z, lirik yang benar adanya, dan apa adanya. Telah menjadi rahasia umum bahwa sepanjang sejarah peradaban manusia, pasti ada kisah cintanya. Karena memang, cinta ada karena ada manusia, dan manusia ada karena adanya cinta. Disamping menciptakan rasa cinta itu, Allah juga mengatur bagaimana cara penyalurannya, yaitu dengan jalan pernikahan. Tidak seperti binatang, yang seenaknya saja, slonong sana - slonong sini. Subhanallah… begitu sempurnanya Allah menciptakan dan mengatur semua itu, lalu nikmat-Nya manakah yang masih berani kita dustakan? Bicara tentang cara –yaitu pernikahan-, pernikahan itu sangat sensitif. Apa saja yang ada dalam proses menuju pernikahan maupun (mungkin) fase-fase awal pernikahan, mudah membangkitkan perasaan yang kuat, positif maupun negatif -seperti salah paham, salah sangka, GeDe rasa, CaPer, dsb-. Ada dua pemeran utama yang aktif dalam proses menuju pernikahan, yaitu Lelaki dan Perempuan. Pada pihak lelaki, mereka mondar-mandir timur-ke-barat selatan-ke-utara mencari sang pujaan hati yang sesuai di hati, sedangkan pada pihak perempuan –dari musim durian hingga musim rambutan- begitu sabar dan setia menunggu pangeran berkuda putih atau bersepatu putih yang cocok di hati. Bagi pihak lelaki, tidak terlalu khawatir karena fakta sekarang mengatakan bahwa perbandingan jumlah lelaki dan perempuan di dunia adalah 1:5, jadi meski patah hati bila cinta ditolak oleh perempuan yang pertama, 'kan masih ada empat perempuan lain yang sibuk menunggu, jadi ngapain dukun harus bertindak. Lalu bagaimana dengan pihak perempuan?
Tatkala usia terus merayap naik sementara ringkikan kuda putih atau derap langkah sepatu putih tak kunjung terdengar, segera keresahan mulai melanda. Pada masa-masa yang terbilang cukup rawan ini seringkali tanpa disadari, ada perilaku-perilaku yang mestinya tak layak dilakukan oleh seorang perempuan (baca muslimah, selanjutnya diganti dengan kata ganti ‘muslimah’) yang 'kadung' dijadikan teladan di lingkungannya. Ada muslimah yang menjadi sangat sensitif terhadap acara-acara pernikahan ataupun wacana-wacana seputar jodoh dan pernikahan. Atau bersikap seolah tak ingin segera menikah dengan berbagai alasan seperti karir, studi maupun ingin terlebih dulu membahagiakan orang tua. Padahal, hal itu cuma sebagai pelampiasan perasaan lelah menanti sang pangeran.
Sebaliknya, ada juga muslimah yang cenderung bersikap over acting. Terlebih bila sedang menghadiri acara-acara yang juga dihadiri lawan jenisnya. Biasanya, ia akan melakukan berbagai hal agar "terlihat", berkomentar hal-hal yang tidak perlu yang gunanya cuma untuk menarik perhatian, atau aktif berselidik jikalau mendengar ada laki-laki shalih yang siap menikah. Seperti halnya wanita dimata laki-laki, kajian dengan tema "lelaki" pun menjadi satu wacana favorit yang tak kunjung usai dibicarakan dalam komunitas muslimah. Demi Allah, apa yang menghimpit kita (muslimah) sehingga seringkali kita sanggup meneteskan air mata. Kalau mau jujur-jujuran, awalnya adalah karena kita menunda apa-apa yang harus disegerakan, dan mempersulit apa yang seharusnya dimudahkan. Padahal Rasulullah saw telah memberi peringatan kepada kita:
"Bukan termasuk golonganku orang-orang yang merasa khawatir akan terkungkung hidupnya karena menikah, kemudian ia tidak menikah."
"Wahai Ali... ada tiga perkara jangan ditunda-tunda, apabila sholat telah tiba waktunya, jenazah apabila telah siap penguburannya, dan perempuan apabila telah datang laki-laki yang sepadan meminangnya."
Haruskah terus menerus bersikap membohongi diri seperti contoh di atas. Betapa lelahnya kita ketika harus berbuat seperti itu sementara seolah tidak ada lagi yang bisa dilakukan selain menunggu dan berharap semoga Allah segera mendatangkan pilihan-Nya, jodoh memang ditangan Tuhan, tapi kalau tidak diambil-ambil, kapan dapatnya. Atau masihkah tidak merasa malu untuk menghinakan diri dengan aksi over acting dan 'caper'.
Menurut Ust. Fauzil Adhim, banyaknya muslimah yang belum menikah di usianya yang sudah cukup rawan bukannya tidak siap, tetapi karena mereka tidak pernah mempersiapkan diri. Kesiapan disini, termasuk di dalamnya adalah kesiapan untuk menerima calon yang tidak sesuai dengan kriteria yang diinginkan sebenarnya, meski jikalau ditilik kembali sesungguhnya lelaki tersebut sudah memiliki persyaratan yang 'sedikit' lebih dibanding lelaki biasa. Misalnya, hamilud dakwah, setidaknya shalatnya benar, akhlaknya baik, tidak berbuat syirik dan pergaulannya tidak jauh dari orang-orang shalih. Artinya, lanjut Ust. Fauzil, tidak usah mematok kriteria terlalu tinggi. Walaupun sebenarnya, sah-sah saja untuk melakukannya.
Pada keadaan tertentu, seringkali para muslimah seperti tidak berdaya mengatasi kelelahannya mencari (baca: menunggu) jodoh. Padahal, ada satu hal yang boleh dan sah saja untuk dilakukan oleh seorang muslimah, yakni menawarkan diri untuk dipinang. Hanya saja, selain masih banyak yang malu-malu membicarakannya, banyak pula yang menganggap hal ini sebagai sesuatu yang tabu, karena tidak pernah dicontohkan oleh para orang tua kita, padahal telah dimotori oleh wanita mulia yaitu Sayyidah Khadijah ra. Asalkan pada lelaki yang baik-baik, dalam pandangan Islam sah-sah saja wanita menawarkan diri untuk dipinang.
Dalam suatu riwayat dikisahkan, suatu saat Sayyidah ‘Aisyah ra merasa cemburu, lalu berkata kepada Rasulullah saw, “Bukankah ia hanya seorang wanita tua dan Allah telah memberi gantinya untukmu yang lebih baik daripadanya?” Maka beliau pun marah sampai terguncang rambut depannya. Lalu beliau berkata, “Demi Allah! Ia tidak memberikan ganti untukku yang lebih baik daripadanya. Khadijah telah beriman kepadaku ketika orang-orang masih kufur, ia membenarkanku ketika orang-orang mendustakanku, ia memberikan hartanya kepadaku ketika manusia yang lain tidak mau memberiku, dan Allah memberikan kepadaku anak darinya dan tidak memberiku anak dari yang lain.” Lalu ‘Aisyah ra berkata dalam hati, “Demi Allah, aku tidak akan lagi menyebut Khadijah dengan sesuatu yang buruk selama-lamanya.”
Pernikahan Rasulullah Muhammad saw dengan Ummul Mukminin Khadijah ra adalah pernikahan yang paling indah dan penuh barakah. Pernikahan yang seagung ini justru berawal dari inisiatif Sayyidah Khadijah ra. Ia menolak menikah dengan raja-raja, para bangsawan, dan para hartawan yang sebelumnya meminangnya, tetapi ia lebih memilih dan menyukai Muhammad yang yatim-piatu. Ia mencari suami yang agung, berkarakter kuat, berkepribadian tinggi, dan berjiwa bersih. Dan semua itu ada pada sosok Muhammad yang Ummi. “Wahai Muhammad, aku senang kepadamu karena kekerabatanmu denganku, kemulianmu dan pengaruhmu di tengah-tengah kaummu, sifat amanahmu di mata mereka, kebagusan akhlakmu, dan kejujuran bicaramu.” Ungkapan Khadijah ra kepada Muhammad saw. Subhanallah… Allahu Akbar wa Lillahilham.
Senada dengan Ust. Fauzil Adhim, Ust. Ihsan Tanjung dalam salah satu rubrik konsultasi keluarga pernah mengatakan, seorang muslimah sebaiknya mengungkapkan perasaannya -keinginannya untuk dikhitbah- kepada seorang lelaki shalih yang menjadi pilihannya, ketimbang dia lebih mungkin terkena dosa zina hati karena terus menerus mengharapkan si lelaki tanpa kejelasan atau kepastian. Hanya saja, yang mungkin perlu diperhatikan adalah seberapa tinggi daya tawar yang dimiliki oleh para muslimah itu ketika dia harus mengungkapkan perasaannya. Pertanyaan yang sering muncul adalah "seberapa pantas dirinya" saat meminta si lelaki untuk melamar dan menikahinya. Untuk hal ini, sepantasnya bukan kata-kata terlontar dari mulut untuk mengkhabarkan kepantasan diri. Namun, dengan mempertinggi kualitas ke-shalihah-an tanpa mengagungkan kecantikan wajah, mengedepankan akhlak yang baik sebagai pakaian sehari-harinya disamping juga ia perlu membenahi penampilannya untuk sekedar meningkatkan kepercayaan diri, dan menjaga mata pandangannya untuk selalu bercermin kepada hati, karena disanalah cinta dapat berkembang. Sungguh lebih mulia jikalau kita dicintai karena mencintai, bukan mencintai karena dicintai.
Bagi kita (muslimah), kepentingan menghaluskan wajah tidak mengalahkan kepentingan kita untuk menghaluskan jiwa, karena kecantikan yang murni justru terpancar dari jiwa yang cantik (inner beauty). Kecantikan seperti inilah yang senantiasa tumbuh sepanjang waktu. Jikalau hal-hal itu sudah dipersiapkan sebaik mungkin dan terpatri menjadi hiasan diri, maka melangkahlah untuk menjemput impian. Namun demikian, perlu juga rasanya untuk melatih menata hati dan berjiwa besar jikalau cinta terpaksa harus bertepuk sebelah tangan atau menerima kenyataan diluar harapan. Tapi percayalah, insyaALLAH, jikalau sikap menawarkan diri dilakukan dengan ketinggian sopan santun, tidak akan menimbulkan akibat kecuali yang maslahat. Seorang lelaki yang memiliki tsaqafah islamiyah yang mendalam pasti akan meninggikan penghormatan terhadap mujahadah (perjuangan) saudarinya. Tidak akan merendahkan wanita yang menjaga kehormatannya seperti ini, kecuali lelaki yang rendah, dungu, dan tidak memiliki kehormatan kecuali sekedar apa yang disangkanya sebagai kebaikan. Seorang lelaki insyaALLAH akan sangat hormat, setia, dan menaruh kasih sayang mendalam jikalau menerima ajakan agung wanita shalihah untuk menikahi. Namun jikalau terhalang untuk menerima tawaran, insyaALLAH pada diri lelaki tsb akan tumbuh rasa hormat, segan, dan respek terhadapnya.
Sungguh, melalui Mutiara kali ini, saya sangat hormat kepada mereka yang berani bermujahadah. Kepada mereka, saya ingin menyampaikan salam hormat saya. Semoga Allah memberi pertolongan dan ridha-Nya kepada kita semua sampai kelak Allah mengumpulkan di akhirat. Mudah-mudahan Allah ‘Azza wa Jalla mengumpulkan mereka bersama Sayyidah Khadijah di al-Haudh. Amiin… Allahumma amiin. Yaa Allah, ini hamba-Mu memohon kepada-Mu.
Ukhti...
Janganlah engkau sampai kehilangan jati diri dalam proses penantian itu.
Jikalau ingin berlari, belajarlah berjalan dahulu.
Jikalau ingin berenang, belajarlah mengapung dahulu.
Jikalau ingin dicintai, belajarlah mencintai dahulu.
Tentunya, lebih baik menawarkan diri pada ikhwan yang tepat.
Ikhwan yang engkau inginkan,
Ikhwan yang engkau idamkan.
Meski ia tidaklah secerdas Ali ra,
tidaklah semulia Muhammad ra,
tidaklah setegar Ibrahim ra.
Yang terpenting, ia adalah pilihan akhir zaman.
Dan ingatlah, yaa Ukhti...
Engkau bukanlah Fatimah ra yang begitu istimewa dalam sederhana,
Bukan Khadijah ra yang begitu sempurna dalam menjaga,
Bukan pula Maryam ra yang begitu mulia dalam aniaya,
Pun bukanlah Hajar ra yang begitu setia dalam sengsara.
Engkau hanyalah seorang wanita biasa,
yang terus berusaha menjadi sholehah seperti Mereka.
Wallahu a’lam bish shawwab…