Selamat datang cinta
Di memori pertama saat jumpa
Tak lama bukan tak bermakna
Semua membangun cerita
Mengikat erat beratas nama cinta
Selamat datang cinta
Di biduk kecil pertama bertabur rasa
Peneduh 'Inspirasi Cinta' kita
Dalam suka duka yang tak bermuara
Di memori pertama saat jumpa
Tak lama bukan tak bermakna
Semua membangun cerita
Mengikat erat beratas nama cinta
Selamat datang cinta
Di biduk kecil pertama bertabur rasa
Peneduh 'Inspirasi Cinta' kita
Dalam suka duka yang tak bermuara
Bila aku masih punya banyak waktu
Ingin kubagi setiap detiknya bersamamu
Bila pula hati masih ada rindu
Seutuhnya adalah milikmu
Kini...
Ku hanya bagai lentera yang kehilangan cahaya
Dalam temaram jiwa yang merasuk sukma
Sejenak aku berpikir dan bertanya
Ingin rasa tuk membagi warna
Pada semua yang ada
Namun angin sengaja memberiku tanda
Mungkinkah ku terlahir sebagai kata
Yang selalu menunggu untuk kau baca.
Takkan Pernah mati
Rasa dalam hati
Walau berat tuk jalani
Namun jiwa telah memilih
Semua kan menjadi kenangan
Rapi tersimpan..
Di balik sebuah kenyataan
Yang terpampang jelas dihadapan
Sedang aku terus berjalan
Menelusuri makna- makna kehidupan
Kadang diri sekali lagi rindu dengar suaramu
Kadang ingin sekali lagi lihat indah rautmu
Kadang ingin sekali lagi rasakan kelembutan hatimu.
Rasa ini tetap kan ada disana
Terjaga indah tanpa memaksa
Terangkum suci dibalik jiwa
Semoga raga kan selalu menjaga
Adinda, I Love You Full...
Together Forever!
Ingin kubagi setiap detiknya bersamamu
Bila pula hati masih ada rindu
Seutuhnya adalah milikmu
Kini...
Ku hanya bagai lentera yang kehilangan cahaya
Dalam temaram jiwa yang merasuk sukma
Sejenak aku berpikir dan bertanya
Ingin rasa tuk membagi warna
Pada semua yang ada
Namun angin sengaja memberiku tanda
Mungkinkah ku terlahir sebagai kata
Yang selalu menunggu untuk kau baca.
Takkan Pernah mati
Rasa dalam hati
Walau berat tuk jalani
Namun jiwa telah memilih
Semua kan menjadi kenangan
Rapi tersimpan..
Di balik sebuah kenyataan
Yang terpampang jelas dihadapan
Sedang aku terus berjalan
Menelusuri makna- makna kehidupan
Kadang diri sekali lagi rindu dengar suaramu
Kadang ingin sekali lagi lihat indah rautmu
Kadang ingin sekali lagi rasakan kelembutan hatimu.
Rasa ini tetap kan ada disana
Terjaga indah tanpa memaksa
Terangkum suci dibalik jiwa
Semoga raga kan selalu menjaga
Adinda, I Love You Full...
Together Forever!
Pernahkah... Pernahkah...
Pernahkah kau merasa begitu kesepian,
karena merindukan seseorang!
Pernahkah... Pernahkah...
Pernahkah kau jatuh cinta pada seseorang,
dan bahkan tak bisa memberitahukannya.
yang bisa kau lakukan hanya menyimpannya rapi dalam hati.
Saat kau berdiri, hatimu bergetar!
Wahai Ukhti, maukah kuberitahukan padamu bagaimana mencintai dengan indah? Inginkah ku bisikkan padamu bagaimana mencintai dengan syahdu? Maka hayatilah...
Pernahkah kau merasa begitu kesepian,
karena merindukan seseorang!
Pernahkah... Pernahkah...
Pernahkah kau jatuh cinta pada seseorang,
dan bahkan tak bisa memberitahukannya.
yang bisa kau lakukan hanya menyimpannya rapi dalam hati.
Saat kau berdiri, hatimu bergetar!
Wahai Ukhti, maukah kuberitahukan padamu bagaimana mencintai dengan indah? Inginkah ku bisikkan padamu bagaimana mencintai dengan syahdu? Maka hayatilah...
Cinta kan selalu ada
Ditiap awal kita membuka mata
Ditiap akhir kita menutup masa
Karena cinta hal terindah yang pernah ada
Yang dianugerahkan oleh Sang Pencipta
Kepada kita, umat manusia
Kepada mereka, bangsa flora dan fauna
Bagai kata dengan awal yang sempurna
Bagai cerita dengan akhir yang bahagia
Cinta, satu kata sejuta makna.
Cinta, satu frasa sejuta rasa.
Ditiap awal kita membuka mata
Ditiap akhir kita menutup masa
Karena cinta hal terindah yang pernah ada
Yang dianugerahkan oleh Sang Pencipta
Kepada kita, umat manusia
Kepada mereka, bangsa flora dan fauna
Bagai kata dengan awal yang sempurna
Bagai cerita dengan akhir yang bahagia
Cinta, satu kata sejuta makna.
Cinta, satu frasa sejuta rasa.
Alkisah, di suatu pulau kecil tinggallah berbagai macam benda-benda abstrak: ada cinta, kekayaan, kecantikan, kesedihan, kegembiraan, dan sebagai. Awalnya, mereka hidup berdampingan dengan harmonis dan saling melengkapi. Namun, suatu ketika datang badai menghempas pulau kecil itu, dan air laut tiba-tiba naik semakin tinggi dan akan menenggelamkan pulau itu. Semua penghuni pulau cepat-cepat berusaha menyelamatkan diri. Cinta sangat kebingungan sebab ia tidak dapat berenang dan tak mempunyai perahu. Ia berdiri di tepi pantai mencoba mencari pertolongan. Sementara itu, air makin naik membasahi kaki Cinta.
Ragukanlah jikalau bulan 'kan selalu purnama
Ragukanlah jikalau awan 'kan selalu putih
Ragukanlah jikalau kuncup 'kan selalu mekar
Tapi, jangan pernah ragukan betapa tulus cinta-Nya pada kita
Ragukanlah jikalau awan 'kan selalu putih
Ragukanlah jikalau kuncup 'kan selalu mekar
Tapi, jangan pernah ragukan betapa tulus cinta-Nya pada kita
Terkadang kita bertanya dalam hati, "Apa yang telah saya lakukan sampai saya harus mengalami ini semua?" atau bahkan terkadang kita mempertanyakan keadilan Allah dengan berkata, "Mana janji manis-Mu?"
Dipenghujung hari
di malam pemilik sunyi
Dari balik hati berharap
dengan sesungguhnya berharap
Tuhan kan turunkan hujan
di gersang taman jiwa letih
Begitu deras hingga hanyutkan semua perih
Inilah aku...
insan kecil yang kerap lakukan salah
insan kecil yang kerap tak mau mengalah
dan mungkin diri ini berlumur dosa yang melimpah
di malam pemilik sunyi
Dari balik hati berharap
dengan sesungguhnya berharap
Tuhan kan turunkan hujan
di gersang taman jiwa letih
Begitu deras hingga hanyutkan semua perih
Inilah aku...
insan kecil yang kerap lakukan salah
insan kecil yang kerap tak mau mengalah
dan mungkin diri ini berlumur dosa yang melimpah
Setiap saat disetiap waktu, tanpa lelah dan bosan saya berdoa kepada Allah untuk memberikan saya seorang titisan bidadari surga. Tidak hanya meminta, saya juga menjelaskan kriteria belahan jiwa yang saya impikan. Saya menginginkan belahan jiwa yang suci, ideologis, jujur, lembut, sabar, cerdas, humoris, melankolis, penuh perhatian dan pengertian. Saya bahkan memberikan kriteria pasangan yang selama ini saya impikan tersebut secara fisik, meski ini bukan prioritas yang utama.
Kebanyakan dari kita begitu mudahnya
membangun CINTA dengan seseorang,
namun kebanyakan pula dari kita begitu susahnya
membangun PERCAYA pada orang yang kita cintai.
Kita bisa saja sangat mencintai seseorang,
tapi seringkali pula kita sangat mencurigainya (negative thinking)
dan mengkhawatirkannya (negatif feeling).
membangun CINTA dengan seseorang,
namun kebanyakan pula dari kita begitu susahnya
membangun PERCAYA pada orang yang kita cintai.
Kita bisa saja sangat mencintai seseorang,
tapi seringkali pula kita sangat mencurigainya (negative thinking)
dan mengkhawatirkannya (negatif feeling).
Di antara cobaan yang menjadi benalu dalam keharmonisan sebuah hubungan ialah buruk sangka yang dikarenakan kurang/tidak percaya dan saling melontarkan kata tuduhan yang tidak beralasan. Inilah pangkal pertikaian di antara dua insan yang sedang membangun cinta. Seseorang yang selama ini mungkin dikenal paling baik prasangkanya, paling lapang dadanya, paling kuat kesabarannya, dan paling tahan menanggung hinaan orang. Namun, ketika cinta menjeratnya, orang tersebut tidak pernah mampu menerima bantahan apapun dari orang yang dicintainya. Ia tidak pernah kuasa menerima perbedaan pendapat sekecil apapun dengan si dia. Oleh karena itulah, pelbagai perselisihan dan pertikaian pada akhirnya menghinggapi keduanya.
...Janganlah hanya melihat betapa cerdasnya Imam Syafi'i,
betapa bijaksananya Umar bin Abdul Aziz, dan tokoh-tokoh agung lainnya.
Tapi lihatlah dulu, siapa ibunya...
...Janganlah pula hanya melihat betapa bejatnya si fulan,
...Janganlah pula hanya melihat betapa bejatnya si fulan,
betapa jahatnya si fulin, dan tokoh-tokoh busuk dan buruk lainnya.
Tapi lihatlah juga, siapa ibunya...
[Oleh karenanya, janganlah mencari Istri
TETAPI carilah Ibu untuk anak-anak kita]
Ada sebuah hadits dari Imam Ja'far ash-Shadiq yang diriwayatkan oleh al-Allamah al-Faidhul Kasyani dalam tafsirnya ash-Shafi di tengah perbincangan tafsir dari firman Allah swt. yang berbunyi, "...Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. Tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana..." (QS. Ali Imran: 6). Dalam hadits itu diceritakan tentang dua malaikat yang mendatangi janin yang berada di perut Ibunya, lalu keduanya meniupkan ruh kehidupan dan keabadian, dan dengan izin Allah, keduanya membuka pendengaran, penglihatan, dan seluruh anggota badan, serta seluruh yang terdapat di perut. Kemudian Allah mewahyukan kepada kedua malaikat itu, "Tulislah qadha, takdir, dan pelaksanaan perintahku, dan syaratkanlah bada' bagiku terhadap yang kamu tulis." Kedua malaikat itu berkata, "Wahai Tuhanku, apa yang harus kami tulis?" Maka, Allah Azza wa Jalla menyeru keduanya untuk mengangkat kepala keduanya di hadapan ibunya, sehingga mereka mengangkatnya. Tiba-tiba terdapat layar (lauh) terpasang di dahi ibunya, maka kedua malaikat itu menyaksikannya dan menemukan pada layar tersebut bentuk, hiasan, ajal, dan perjanjiannya, sengsarakah atau bahagiakah serta seluruh perkaranya.
Rembulan disana tak biasa
Purnamanya tak sempurna
Dengan temaram sisa cahayanya
Menerangi lembut semesta
Ku coba pejamkan mata
Memutar kembali memori yang telah tercipta
Adakah kumimpi direntangan waktunya?
Anugerah... walau bergejolak namun hanya itu yang kurasa
Terbayang jelas saat pertemuan pertama
Betapa indah hatinya seperti yang kutahu tentangnya
Penuhi rasa seluruh ruang jiwa
Menguntai dalam raga
Selalu ada buatku rindu dalam harap dan do’a
Meski ada duri yang membuat luka hatinya
Purnamanya tak sempurna
Dengan temaram sisa cahayanya
Menerangi lembut semesta
Ku coba pejamkan mata
Memutar kembali memori yang telah tercipta
Adakah kumimpi direntangan waktunya?
Anugerah... walau bergejolak namun hanya itu yang kurasa
Terbayang jelas saat pertemuan pertama
Betapa indah hatinya seperti yang kutahu tentangnya
Penuhi rasa seluruh ruang jiwa
Menguntai dalam raga
Selalu ada buatku rindu dalam harap dan do’a
Meski ada duri yang membuat luka hatinya
Kucoba bertutur dengan apa yang kubisa
Berharap apa yang kurasa dapat semakin jelas terbaca
Berharap apa yang kurasa dapat semakin jelas terbaca
Meski aku tak menyingkapnya
[...Engkau memang bukan yang pertama,
tapi engkau yang UTAMA...]
[...Aku membutuhkanmu karena aku menginginkanmu,
Aku menginginkanmu karena aku membutuhkanmu...]
Kusampaikan salam pujian
Kepadamu yang insyaAllah akan
Lahir untuk sebuah harapan
Hidup untuk sebuh tujuan
Merenda dalam setiap perjuangan
Menjaga diri dalam kesucian
Hati yang berharap dapat kau jadikan pijakan
Engkau kah potongan tulang rusuk yang dijanjikan?!?
Dari hati yang sempat tertahan
Hampa dalam kebisuan dan kealpaan
Atas keagungan rasa yang belum saatnya kuuraikan
Hakikat kehidupan
Yang tiada pernah habis terpecahkan
* * * * *
[...Aku membutuhkanmu karena aku menginginkanmu,
Aku menginginkanmu karena aku membutuhkanmu...]
Kusampaikan salam pujian
Kepadamu yang insyaAllah akan
Lahir untuk sebuah harapan
Hidup untuk sebuh tujuan
Merenda dalam setiap perjuangan
Menjaga diri dalam kesucian
Hati yang berharap dapat kau jadikan pijakan
Engkau kah potongan tulang rusuk yang dijanjikan?!?
Dari hati yang sempat tertahan
Hampa dalam kebisuan dan kealpaan
Atas keagungan rasa yang belum saatnya kuuraikan
Hakikat kehidupan
Yang tiada pernah habis terpecahkan
* * * * *
Aku cemburu....
Pada insan yang begitu di cinta...
Sangat cemburu....
Akan dia, yang senantiasa digengam indah jiwanya
Insan tangguh yang senantiasa diiringi segala jejak alur hidupnya
Ia begitu di cinta atas cara-Nya yang sempurna
Atas pengorbanan
Atas ujian
Atas teguran
Atas musibah
Buatnya senantiasa muhasabah
Berbalas pahala melimpah
Berbunga bahagia dalam janji surga
Hingga asaku kian membuncah
Ingin hati di Cinta....
Ingin jiwa selalu dalam indah genggaman-Nya
Ingin senantiasa disentuh-Nya ketika secuil khilaf meraba jiwa
Ingin pula seperti mereka....
Yang di beri kesempatan mempertaruhkan segala
harta, belahan jiwa serta jiwa raga
harta, belahan jiwa serta jiwa raga
Hingga syahid menjadi kereta menuju puncak bahagia
Atas pertemuan Maha Indah di Arsy-Nya
Dengan-Nya yang begitu di cinta dan mencinta....
Dengan-Nya yang menciptakan segalanya sepenuh cinta...
Saat hatiku berharap kita kembali bersua
Berteman embun kan ku sambut apa adanya
Sesaat impian lama pun datang menyapa
Seakan rasa ingin menggapai asa
Entah kapan dan dimana
Namun apa daya hati tak kuasa
Serasa jauh di ujung sana
Namun terkadang yakin kan memilikinya
Entah kapan, saat apa dan waktu apa
Selalu hadir indah bayangnya dalam pelupuk mata
Ku coba menghapus semua yang kurasa
Karena kutakut dariku takkan sempurna
Karena kutakut diriku tak pantas untuknya
Namun semua seakan sia – sia
Berteman embun kan ku sambut apa adanya
Sesaat impian lama pun datang menyapa
Seakan rasa ingin menggapai asa
Entah kapan dan dimana
Namun apa daya hati tak kuasa
Serasa jauh di ujung sana
Namun terkadang yakin kan memilikinya
Entah kapan, saat apa dan waktu apa
Selalu hadir indah bayangnya dalam pelupuk mata
Ku coba menghapus semua yang kurasa
Karena kutakut dariku takkan sempurna
Karena kutakut diriku tak pantas untuknya
Namun semua seakan sia – sia
Penyesalan, entah kenapa kian menggelora
Pengharapan, yang entah pula kapan kan dapat mewujudkannya
Serasa semua bagai mimpi belaka
Yang tak kan pernah ada
Dan mungkinkah kau menjadi nyata???
Telah lama kularung kata dalam diri
Bersama langkah kaki yang masih sendiri
Namun tak jua kutemukan arti
Tentang, "Apakah cinta tak harus memiliki"
Maaf... Maafkan diri ini yang terlalu memakai hati
Maafkan karena diri ini terlambat tuk menyadari
Sungguh kau begitu berarti
Untuk menemani perjuangan ini
Dalam nyata juga mimpi
Ku kan terus berharap akan ada kesempatan lagi
Walau harus memohon dengan pasti
Sampai pupus di suratan takdir Ilahi
Pengharapan, yang entah pula kapan kan dapat mewujudkannya
Serasa semua bagai mimpi belaka
Yang tak kan pernah ada
Dan mungkinkah kau menjadi nyata???
Telah lama kularung kata dalam diri
Bersama langkah kaki yang masih sendiri
Namun tak jua kutemukan arti
Tentang, "Apakah cinta tak harus memiliki"
Maaf... Maafkan diri ini yang terlalu memakai hati
Maafkan karena diri ini terlambat tuk menyadari
Sungguh kau begitu berarti
Untuk menemani perjuangan ini
Dalam nyata juga mimpi
Ku kan terus berharap akan ada kesempatan lagi
Walau harus memohon dengan pasti
Sampai pupus di suratan takdir Ilahi
*sebuah catatan lama*
Waktu kali ini membungkamku tuk bersuara
Menghujam dalam rasa
Menenggelamkanku dalam kubangannya
Menekankan jiwa akan kata yang lamat menyanyat nyata
"Aku salah"
"Aku salah"
"Aku salah"
Tertanam jelas tanpa penghalang mengapa
Tak dapat lagi berkata
Hanya raga rendah tanpa peka yang tersisa
Menghujam dalam rasa
Menenggelamkanku dalam kubangannya
Menekankan jiwa akan kata yang lamat menyanyat nyata
"Aku salah"
"Aku salah"
"Aku salah"
Tertanam jelas tanpa penghalang mengapa
Tak dapat lagi berkata
Hanya raga rendah tanpa peka yang tersisa
Hanya jiwa hina tanpa peka yang terlupa
Inikah akhirnya...
Semua harapan semua asa
Untuk tetap merenda
Inikah akhirnya...
Tentang dia pada jendela cahaya-Nya
Pada hati pada rasa
yang masih penuh akan kata harap
Maaf...
Hanya ini yang dapat kuhaturkan
dari pelataran kesalahan
dari beranda kekhilafan
Maaf.Maaf..Maaf...
Inikah akhirnya...
Semua harapan semua asa
Untuk tetap merenda
Inikah akhirnya...
Tentang dia pada jendela cahaya-Nya
Pada hati pada rasa
yang masih penuh akan kata harap
Maaf...
Hanya ini yang dapat kuhaturkan
dari pelataran kesalahan
dari beranda kekhilafan
Maaf.Maaf..Maaf...
Satu rasa tanpa terasa
Satu kata telah tertata
Satu asa telah terbina
Telah menjalin erat pada mereka
Terhatur salam dalam doa
Terhatur berkorban untuk dunia
Terhatur berjuang bersama meraih surga
Tulus dari lubuk jiwa
Merekalah sahabat sejati kita
"Seorang sahabat bukanlah (sesungguhnya) sahabat, kecuali apabila dia memberikan perlindungan kepada temannya dalam tiga kesempatan: dalam kesukaran, dalam ketidakhadiran, dan dalam kematiannya," demikian Imam Ali bin Abi Thalib ra pernah berucap.
Ucapan Imam Ali tersebut patut untuk kita renungkan. Terlebih lagi kita ini sekarang hidup dan tinggal pada zaman di mana harta, uang, kedudukan, dan pangkat benar-benar dijunjung tinggi dan dihargai lebih dari apa pun oleh banyak orang.
Dulu, sangatlah mudah menjumpai orang menolong atau membantu orang lain dengan sepenuh rela sepenuh ikhlas. Sekarang, sangat mudah menjumpai orang menolong atau membantu orang lain dengan sepenuh pamrih sepenuh maksud. Dulu, mudah membina dan membangun persahabatan atas dasar cinta dan kasih sayang. Sekarang, mudah melihat hubungan pergaulan, pertemanan, dan persahabatan atas dasar tujuan dan target yang ditentukan.
Dahulu, sahabat sejati adalah sahabat yang saling bersama dalam kesukaran, ketidakhadiran, dan kematian. Ketika dalam kesukaran, sahabat kita mau membantu dan menolong kita meringankan dan mengatasi kesukaran tersebut. Ketika dia tidak hadir di samping kita, dia sanggup menjaga nilai-nilai persahabatan: tidak menggunjing, tidak memfitnah, tidak menyebar borok-borok kelemahan dan kekhilafan yang kita miliki sebagai manusia biasa. Ketika ada saudara atau orang yang kita cintai meninggal dunia, sahabat kita datang dengan hati yang pedih sambil memanjatkan doa tulus agar Allah swt. menerima di sisi-Nya.
Sekarang, sungguh mudah menemukan sahabat yang telah dianggap sejati justru menjadi musuh yang paling dibenci dan dimuaki. Ketika sahabat itu ada di samping kita, dia menampakkan wajah yang ceria, suka, ramah, dan sangat menyenangkan. Tetapi, ketika dia jauh dari kita dan bersama orang lain, dengan tega-teganya dia membeberkan kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan yang kita miliki. Bahkan, kalau dirasa ada untungnya (apalagi untungnya gede), tak segan-segan dia memfitnah kita demi menarik simpati orang yang diajak berbicara.
Beruntung misalnya kita tidak tahu dan tidak sadar bahwa salah satu sahabat kita telah menikam kita dari belakang. Beruntung kita tidak tahu dan tidak sadar bahwa dia telah merobek-robek nama kita seperti merobek-robek kain kafan; telah menjegal kita seperti pemain sepak bola menelikung lawan; telah menikam jiwa kita seperti seekor singa menikam mangsanya.
Kalau kita tahu?
Bagaimana kalau suatu saat kita tahu dan sadar bahwa selama ini, tanpa sepengetahuan kita, dia rela menjual nama kita, menjelek-jelekkan kita, dan bahkan memfitnah kita?
Tapi, apakah hal yang seperti itu pernah terjadi? Tanyakan kepada diri kita sendiri. Tanyakan juga kepada orang-orang di sekitar kita. Tanyakan kepada Julius Caesar dan Brutus! Tanyakan kepada al-Qur'an, sedangkan salah satu ayat-Nya telah memberi peringatan kepada kita:
Ucapan Imam Ali tersebut patut untuk kita renungkan. Terlebih lagi kita ini sekarang hidup dan tinggal pada zaman di mana harta, uang, kedudukan, dan pangkat benar-benar dijunjung tinggi dan dihargai lebih dari apa pun oleh banyak orang.
Dulu, sangatlah mudah menjumpai orang menolong atau membantu orang lain dengan sepenuh rela sepenuh ikhlas. Sekarang, sangat mudah menjumpai orang menolong atau membantu orang lain dengan sepenuh pamrih sepenuh maksud. Dulu, mudah membina dan membangun persahabatan atas dasar cinta dan kasih sayang. Sekarang, mudah melihat hubungan pergaulan, pertemanan, dan persahabatan atas dasar tujuan dan target yang ditentukan.
Dahulu, sahabat sejati adalah sahabat yang saling bersama dalam kesukaran, ketidakhadiran, dan kematian. Ketika dalam kesukaran, sahabat kita mau membantu dan menolong kita meringankan dan mengatasi kesukaran tersebut. Ketika dia tidak hadir di samping kita, dia sanggup menjaga nilai-nilai persahabatan: tidak menggunjing, tidak memfitnah, tidak menyebar borok-borok kelemahan dan kekhilafan yang kita miliki sebagai manusia biasa. Ketika ada saudara atau orang yang kita cintai meninggal dunia, sahabat kita datang dengan hati yang pedih sambil memanjatkan doa tulus agar Allah swt. menerima di sisi-Nya.
Sekarang, sungguh mudah menemukan sahabat yang telah dianggap sejati justru menjadi musuh yang paling dibenci dan dimuaki. Ketika sahabat itu ada di samping kita, dia menampakkan wajah yang ceria, suka, ramah, dan sangat menyenangkan. Tetapi, ketika dia jauh dari kita dan bersama orang lain, dengan tega-teganya dia membeberkan kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan yang kita miliki. Bahkan, kalau dirasa ada untungnya (apalagi untungnya gede), tak segan-segan dia memfitnah kita demi menarik simpati orang yang diajak berbicara.
Beruntung misalnya kita tidak tahu dan tidak sadar bahwa salah satu sahabat kita telah menikam kita dari belakang. Beruntung kita tidak tahu dan tidak sadar bahwa dia telah merobek-robek nama kita seperti merobek-robek kain kafan; telah menjegal kita seperti pemain sepak bola menelikung lawan; telah menikam jiwa kita seperti seekor singa menikam mangsanya.
Kalau kita tahu?
Bagaimana kalau suatu saat kita tahu dan sadar bahwa selama ini, tanpa sepengetahuan kita, dia rela menjual nama kita, menjelek-jelekkan kita, dan bahkan memfitnah kita?
Tapi, apakah hal yang seperti itu pernah terjadi? Tanyakan kepada diri kita sendiri. Tanyakan juga kepada orang-orang di sekitar kita. Tanyakan kepada Julius Caesar dan Brutus! Tanyakan kepada al-Qur'an, sedangkan salah satu ayat-Nya telah memberi peringatan kepada kita:
"...Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa..."
(QS. az-Zukhruf: 67)
Lantas, bagaimana kita mencari sahabat, memperlakukan sahabat, dan membina persahabatan yang sejati dalam pandangan agama?
Pertama-tama, yang perlu kita sadari adalah kenyataan bahwa betapapun kita akrab dengan sahabat kita -sehingga kita menyebutnya sebagai sahabat sejati- itu tetap tidak bisa menolak dia -yakni sahabat sejati kita itu- tetaplah orang asing bagi kita dalam arti dia hanya sebatas sahabat kita. Bukan saudara kandung kita. Bukan pula orang yang bertalian darah secara dekat dengan kita. Padahal, kita tentunya juga tahu dan paham bahwa terkadang kita menjumpai bagaimana sesama saudara kandung saling merendahkan, saling menghinakan, dan salinf mencaci-maki. Maka, apalagi hanya sebagai seorang sahabat? Walau sahabat sejati?
Fakta bahwa dia itu hanya sekedar sahabat kita itulah sehingga potensi bahwa persahabatan kita dengannya suatu saat bisa rusak sangatlah ada; sangat niscaya terjadi.
Lalu bagaimana?
Makanya, yang perlu kita perhatikan juga adalah penting bagi kita untuk memilih-milih sahabat dengan kriteria agama, yakni satu pemikiran dan satu perasaan. Bukan sekedar satu tujuan. Apa yang digambarkan oleh Imam Ali ra di atas sesungguhnya merujuk pada sahabat sejati berdasarkan agama yang memiliki satu pemikiran dan satu perasaan. Konkretnya, janganlah kita bersahabat dengan orang yang beda pemikiran dan tentunya juga beda perasaan, meski orang tersebut satu tujuan. Atau, bila kita tetap bersahabat dengan seseorang karena memiliki tujuan yang sama, tanpa memiliki satu pemikiran dan satu perasaan untuk menggapai tujuan yang sama tersebut, maka berhati-hatilah bahwa suatu saat sahabat kita mengkhianati kita, ia akan menikam, menjegal, dan bahkan memfitnah kita apabila kita menjadi batu sandungan baginya untuk menggapai tujuan tersebut. Contohnya, tengoklah kembali kisah agung Abu Bakar ra melindungi Rasullah saw di dalam dua meski ia kesakitan digigit ular, atau Ali ra yang menggantikan Rasulullah saw tidur di tempat tidurnya meski nyawanya terancam, dan banyak lagi kisah agung sahabat sejati lainnya.
Pertama-tama, yang perlu kita sadari adalah kenyataan bahwa betapapun kita akrab dengan sahabat kita -sehingga kita menyebutnya sebagai sahabat sejati- itu tetap tidak bisa menolak dia -yakni sahabat sejati kita itu- tetaplah orang asing bagi kita dalam arti dia hanya sebatas sahabat kita. Bukan saudara kandung kita. Bukan pula orang yang bertalian darah secara dekat dengan kita. Padahal, kita tentunya juga tahu dan paham bahwa terkadang kita menjumpai bagaimana sesama saudara kandung saling merendahkan, saling menghinakan, dan salinf mencaci-maki. Maka, apalagi hanya sebagai seorang sahabat? Walau sahabat sejati?
Fakta bahwa dia itu hanya sekedar sahabat kita itulah sehingga potensi bahwa persahabatan kita dengannya suatu saat bisa rusak sangatlah ada; sangat niscaya terjadi.
Lalu bagaimana?
Makanya, yang perlu kita perhatikan juga adalah penting bagi kita untuk memilih-milih sahabat dengan kriteria agama, yakni satu pemikiran dan satu perasaan. Bukan sekedar satu tujuan. Apa yang digambarkan oleh Imam Ali ra di atas sesungguhnya merujuk pada sahabat sejati berdasarkan agama yang memiliki satu pemikiran dan satu perasaan. Konkretnya, janganlah kita bersahabat dengan orang yang beda pemikiran dan tentunya juga beda perasaan, meski orang tersebut satu tujuan. Atau, bila kita tetap bersahabat dengan seseorang karena memiliki tujuan yang sama, tanpa memiliki satu pemikiran dan satu perasaan untuk menggapai tujuan yang sama tersebut, maka berhati-hatilah bahwa suatu saat sahabat kita mengkhianati kita, ia akan menikam, menjegal, dan bahkan memfitnah kita apabila kita menjadi batu sandungan baginya untuk menggapai tujuan tersebut. Contohnya, tengoklah kembali kisah agung Abu Bakar ra melindungi Rasullah saw di dalam dua meski ia kesakitan digigit ular, atau Ali ra yang menggantikan Rasulullah saw tidur di tempat tidurnya meski nyawanya terancam, dan banyak lagi kisah agung sahabat sejati lainnya.
Selama ini. Kumencari-cari. Teman yang sejati.
Buat menemani. Perjuangan suci...
Bersyukur kini. PadaMu Illahi.
Teman yang dicari. Selama ini. Telah kutemui...
Dengannya di sisi. Perjuangan ini. Senang diharungi. Bertambah murni.
Kasih Illahi. KepadaMu Allah. Kupanjatkan doa.
Agar berkekalan. Kasih sayang kita.
Kepadamu teman. Ku pohon sokongan.
Kepadamu teman. Ku pohon sokongan.
Pengorbanan dan pengertian. Telah kuungkapkan. Segala-galanya...
Kepada-Mu Allah. Kupohon restu. Agar kita kekal bersatu.
Kepadamu teman. Teruskan perjuangan.
Pengorbanan dan kesetiaan. Telah kuungkapkan. Segala-galanya.
Itulah tandanya. Kejujuran kita.
Segala yang telah tercari dan terasa
Tiada lebih berarti dari Cinta-Mu
Ketika ku coba mendua...
Menembus yang terlarang lalu menari sepuasnya untuk yang lain
Kudapati letih yang hampa dan muak pada tarianku sendiri
Jika demi ampunan harus berlari mengelilingi bumi seratus kali tanpa henti
Akan kulakukan dengan senang hati...
Karena kini.... ingin dan harus kembali.....
Banyak yang bilang, "Menaati Allah itu susah... berat... terlalu banyak ujian... apalagi, semakin tinggi tingkat keimanan seseorang, maka semakin tinggi pula ujiannya, ibarat pohon semakin tinggi, maka semakin kencang angin berhembus... Pokoknya terlalu banyak resiko. Mendingan biasa-biasa sajalah hidup ini, gak perlu terlalu ekstrem..."
Demikian alasan-alasan insan malas yang seringkali kudengar.
Demikian alasan-alasan insan malas yang seringkali kudengar.
Jika kita coba renungkan... apakah ujian, cobaan, tantangan dan semacamnya hanya akan kita hadapi ketika kita menerapkan Islam dalam hidup kita serta memperjuangkan eksistensinya dalam tiap lini kehidupan? Jawabnya, TIDAK!
Karena bagaimanapun cara kita menjalani hidup ini pasti tak bisa lepas dari ujian, teguran, tantangan, kesulitan dan sebagainya yang kita rangkai semua itu dengan kata RESIKO.
Ya, resiko. Kita tidak bisa lari darinya. Baik orang kafir, munafik dan mukmin, semua memiliki resiko tersendiri.
Ketika seseorang memilih menjadi kafir dalam hidupnya, lalu apa yang ia cari di dunia ini? harta? maka ia akan melewati berbagai tantangan dan resiko demi memperoleh harta yang ia inginkan. Tentunya, tidak mudah.
Ketika seseorang memilih untuk senantiasa bermaksiat kepada Allah, lalu apa yang ia kejar? kepuasan nafsu? maka Allah telah menyiapkan kesempitan di dunia dan azab yang pedih di akhirat. Hidupnya sempit, bingung, depresi. Semakin menuruti nafsu, semakin sempitlah hidupnya, meski harta, tahta dan wanita telah memenuhi hidupnya. Mengapa? Karena dia jauh dari Allah, karena nafsu yang ia turuti adalah nafsu syetan, maka ia pun jauh dari pertolongan Allah.
Ketika seseorang memilih untuk menjadi seorang mukmin yang istiqamah... lalu apa yang ia inginkan? Tak ada hal lain selai Ridha Allah dalam hidupnya. Maka Allah telah menyiapkan ujian-ujian agar keimanan itu semakin meningkat serta menjanjikan kebahagiaan yang luar biasa di akhirat. Lalu apakah ujian itu membuat hidup di dunia ini sempit? TIDAK! mengapa? Karena Allah Azza wa Jalla akan selalu menemani hidupnya, menguatkan langkahnya, meneguhkan kedudukannya. Bukankah Allah telah berjanji dalam hadits Qudsi:
"Hamba-Ku terus mendekati-Ku melalui ibadah-ibadah sunnah sampai Aku mencintainya. Dan ketika Aku mencintainya Aku akan menjadi telinga yang dengannya dia mendengar, Aku akan menjadi mata yang dengannya dia melihat. Aku akan menjadi lidah yang dengannya dia berkata, Aku akan menjadi tangan yang dengannya dia berbuat dan Aku akan menjadi kaki yang dengannya dia berjalan"
Inilah hidup. Dalam hidup terdapat pilihan-pilihan. Mana yang akan kita pilih?
Mengejar harta? sedang harta itu tidak kekal...
Menuruti nafsu syetan? sedang syetan itu adalah musuh yang nyata...
Atau Ridha Allah... Sang Pencipta dan Pengatur hidup kita. Yang telah melimpahkan kasih sayang-Nya dalam hidup kita....
Maka, dengan ke-MahalembutanNya, Allah berfirman untuk orang-orang yang bertaubat:
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (TQS. Ali ‘Imrân [3]: 13)
Apalagi saya pernah mendengar hadits, kurang lebih isinya:
Ketika seorang hamba mendekati Allah dengan merangkak, maka Allah akan menuju kita dengan berjalan, jika kita mendekati Allah dengan berjalan, maka Dia akan menuju kita dengan berlari, Allah sungguh amat dekat, bahkan lebih dekan dari urat nadi kita, Subhanallah....
Sobat MH yang dimuliakan Allah... Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang beriman dan beramal shalih, serta berada pada barisan para syuhada, yang Ikhlas nan Istiqamah dalam memperjuangkan Dien-ini Amin....
Begitu indah Namamu. Betapa megah pesonamu. Buat ku mimpi berlabuh dipelataran istanamu. Didetak degup hati tak menentu. Membaur dalam jiwa bertabur rindu. Setelah delapan puluh tahun berlalu, akan sejarah keemasan dan kejayaan yang telah lalu. Membalut dekap erat langkah citaku. Tenggelam dalam nikmatnya perjuangan akanmu.
Indah Pesonamu, dalam sandaran jiwa teguh dan tangguh. Megah Namamu, dalam lambaian hati para perindu.
Indah Pesonamu, dalam sandaran jiwa teguh dan tangguh. Megah Namamu, dalam lambaian hati para perindu.
…KHILAFAH…
Segala daya dan upaya yang bisa kulakukan, telah dan akan terus kulakukan untuk menyambut hadirmu. Buatlah aku jadi insan pemilik hati yang kian teguh dan tangguh untuk selalu dan selalu memperjuangkanmu, setelah merasakan (meski belum mengalami) betapa nikmatnya hidup dibawah naunganmu..
Engkau...
Dibalik kegagahanmu, coba hadir selalu, untuk selalu melindungi setiap insan yang hidup dalam pelukanmu. Sejarah mencatat:
Pada tahun 837, Khalifah al-Mutasim Billah dari keKHILAFAHan Abbasiyah menyahut seruan seorang budak muslimah yang konon berasal dari Bani Hasyim yang sedang berbelanja di pasar. Ia meminta pertolongan karena diganggu dan dilecehkan kaum Romawi. Kainnya dikaitkan ke paku sehingga ketika berdiri, terlihatlah sebagian auratnya. Wanita itu lalu berteriak memanggil nama Khalifah al-Mutashim Billah dengan lafadz yang legendaris "waa Mutashimaah!" yang juga berarti "di mana kau Mutashim, tolonglah aku!"
Setelah mendapat laporan mengenai pelecehan ini, maka sang Khalifah pun menurunkan puluhan ribu pasukan yang panjang barisannya tidak putus dari gerbang istana khalifah di kota Baghdad hingga kota Ammuriah (Turki) untuk menyerbu kota Ammuriah (Turki). Kota Ammuriah dikepung oleh tentara Muslim selama kurang lebih lima bulan hingga akhirnya takluk di tangan Khalifah al-Mu'tasim pada tanggal 13 Agustus 833 Masehi. Sebanyak 30.000 prajurit Romawi terbunuh dan 30.000 lainnya ditawan. Pembelaan kepada muslimah ini sekaligus dimaksudkan oleh khalifah sebagai pembebasan Ammuriah dari jajahan Romawi.
Setelah menduduki kota tersebut, khalifah memanggil sang pelapor untuk ditunjukkan dimana rumah wanita tersebut, saat berjumpa dengannya ia mengucapkan "Wahai saudariku, apakah aku telah memenuhi seruanmu atasku?" Dan sang budak wanita ini pun dibebaskan oleh khalifah serta orang romawi yang melecehkannya dijadikan budak bagi wanita tersebut. Subhanallah...
Namun engkau telah tiada hari ini,
dan perlindungan semacam itu tak terbaca lagi hari ini,
sehingga saat ini;
rintihan dan tangisan muslimah meminta pertolongan tak berarti,
Nyaris tak berarti lagi.
Engkau...
Dibalik Kemegahanmu, coba hadir selalu, untuk selalu mengayomi setiap insan yang hidup dalam dekapanmu. Sejarah menulis:
dan perlindungan semacam itu tak terbaca lagi hari ini,
sehingga saat ini;
rintihan dan tangisan muslimah meminta pertolongan tak berarti,
Nyaris tak berarti lagi.
Engkau...
Dibalik Kemegahanmu, coba hadir selalu, untuk selalu mengayomi setiap insan yang hidup dalam dekapanmu. Sejarah menulis:
Di era keKHALIFAHan Umayyah, Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan bahwa Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkata, "Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz (Khalifah waktu itu) untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikan kepada orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai orang miskin seorangpun."
Karena begitu makmurnya rakyat waktu itu, pemerintah pun mengalihkan distribusi zakat ini ke pembayaran orang yang dililit utang-utang pribadi. Lagi-lagi kas negara masih lebih dari cukup dan memerintahnya lagi untuk memberikan biaya-biaya bagi rakyat yang ingin menikah, yang sebenarnya bukan tanggungan dari pemerintah. Subhanallah...
Namun engkau telah tiada hari ini,
dan pengayoman semacam itu tak terbaca lagi hari ini,
sehingga saat ini;
kemiskinan, pengangguran, dsb bukan hal yang tabu lagi
Nyaris tak tabu lagi.
dan pengayoman semacam itu tak terbaca lagi hari ini,
sehingga saat ini;
kemiskinan, pengangguran, dsb bukan hal yang tabu lagi
Nyaris tak tabu lagi.
Aku
Insan kecil penyukamu
Dalam ragu mendekap tubuhku
Susah tuk ku ungkap terburu
Semua rasa seakan beku
Kelu lidah membisu
Aku
Tanpa tepian jenuh selalu
Dalam jauh menatap selalu
Ulas senyum tanpa aling palsu
Tersungging elok akan kepastian hadirmu
Aku
Dalam bayang menunggu
Semua kan terjentik sang bayu
Beku takkan lagi beku
Jauh takkan lagi jauh
Terjernih tanpa ragu
Tuk pula kau pandang tanpa semu
Aku
Kan selalu berjuang untukmu
Berjuang tuk kehadiranmu
Di jantung kota pahlawan penuh rindu
Ku harap kan dapat menyaksikan kehadiranmu
Insan kecil penyukamu
Dalam ragu mendekap tubuhku
Susah tuk ku ungkap terburu
Semua rasa seakan beku
Kelu lidah membisu
Aku
Tanpa tepian jenuh selalu
Dalam jauh menatap selalu
Ulas senyum tanpa aling palsu
Tersungging elok akan kepastian hadirmu
Aku
Dalam bayang menunggu
Semua kan terjentik sang bayu
Beku takkan lagi beku
Jauh takkan lagi jauh
Terjernih tanpa ragu
Tuk pula kau pandang tanpa semu
Aku
Kan selalu berjuang untukmu
Berjuang tuk kehadiranmu
Di jantung kota pahlawan penuh rindu
Ku harap kan dapat menyaksikan kehadiranmu
Wahai Sahabatku, MAU?
* * * * *
Imam al-Juwaini, "Imamah (KHILAFAH) adalah kepemimpinan menyeluruh serta kepemimpinan yang berhubungan dengan urusan khusus dan umum dalam kaitannya dengan kemaslahatan-kemaslahatan agama dan dunia."
(Al-Juwaini, Ghiyâts al-Umam, hlm. 5)
Imam al-Mawardi, "Imamah (KHILAFAH) itu ditetapkan sebagai penggganti kenabian, yang digunakan untuk memelihara agama dan mengatur dunia."
(Al-Mawardi, Al-Ahkâm ash-Shulthâniyah, hlm. 5)
Teruntuk seorang Akhwat, yang mampu mengubah hidupku. Hidup yang tak tentu arah menjadi terarah. Hidup yang begitu gelap menjadi terang. Hidup yang tiada tujuan menjadi begitu berarti dan penuh misi. Dia... Menyampaikan padaku apa-apa yang wajib disampaikan; Mengajarkan padaku apa-apa yang Rasulullah wariskan.
Nafas menjadi ibadah
Pandangan menjadi ibadah
Pendengaran menjadi ibadah
Perkataan menjadi ibadah
Gerak hati menjadi ibadah
Segala menjadi ibadah
Pandangan menjadi ibadah
Pendengaran menjadi ibadah
Perkataan menjadi ibadah
Gerak hati menjadi ibadah
Segala menjadi ibadah
Teruntuk seorang Akhwat. Yang selalu membuatku menagis ketika menatapnya, karena tergambar segalanya. Segala dosaku; Segala khilafku; Segala lengahku; Segala kemunafikanku; Segala amal -yang entah- apakah Rabbku Ridha atasnya.
Yaa Rabb, Sang Maha Bijaksana...
Ampuni hambamu yang Dha'if ini.
Dan teruntuk seorang akhwat,
yang selalu membuatku menangis ketika memandangnya,
karena tergambar begitu indahnya...
Indahnya Islam...
Indahnya Iman....
Indahnya Dakwah...
Indahnya Ukhuwah...
Indahnya Surga...
Ya... Surga. wajahnya senantiasa mengingatkanku akan surga. Aku ingin bersamanya disana. Entah... Apa persembahan yang layak untuk ku berikan padanya. Jika ia butuh hartaku, akan kuberikan untuknya. Jika ia butuh suami, akan ku tawarkan suamiku untuknya. Jika ia butuh tenagaku, akan kukerahkan sekuat tenaga untuk membantunya.
Namun apa yang justru ia katakan...!!!
"Tidak Dik... Jangan demikian. Aku hanya sangat berharap kau kerahkan segala hartamu, keluargamu dan segala tenagamu untuk Allah dan Rasul-Nya. Kerahkan segalanya seoptimal mungkin untuk perjuangan dakwah ini, demi tegaknya Khilafah yang telah di depan mata ini. Dan untukku, curahkan do'amu di sepertiga malammu. Semoga Allah mempertemukan kita di surga-Nya kelak. Semoga kemuliaan ini tegak di tangan-tangan kita. Di tangan jundi-jundi yang ikhlas nan istiqamah".
Lalu... di antara rasa dan curahan kata syukur yang tak mampu lagi ku ucap, aku menjawab: "Mbak... mohon di maklumi, jika setiap ku bertemu denganmu, aku tak mampu membendung air mataku. Karena sungguh... aku melihat surga di wajahmu".
Kau yang tertulis untukku
Hanya bayangmu dalam semu
Hanya diamku dalam ragu
Menggumam mengingat indahmu terpaku
Diladang kata tentangmu
Kau yang tercipta untukku
Rasaku membisu kelabu
Seketika pun membiru terjernih sang bayu
Penuh harap akanmu
Yang tersemat dicakrawala waktu
Hanya bayangmu dalam semu
Hanya diamku dalam ragu
Menggumam mengingat indahmu terpaku
Diladang kata tentangmu
Kau yang tercipta untukku
Rasaku membisu kelabu
Seketika pun membiru terjernih sang bayu
Penuh harap akanmu
Yang tersemat dicakrawala waktu
Beberapa waktu yang lalu, kembali saya menemukan diri saya tengah duduk di antara para sahabat lama, dalam sebuah kesempatan reuni SMA, dengan sahabat yang telah banyak berubah sejak kami berpisah tahun 2008 lalu. Di sebuah kesempatan tertentu tersebut dengan sahabat yang tertentu pula, kami berbincang-bincang tentang banyak hal, sampai-sampai kami berbicara tentang jodoh. "Dalam al-Qur'an dinyatakan bahwa laki-laki yang baik itu untuk perempuan yang baik. Begitu pula sebaliknya. Lalu bagaimana dengan laki-laki yang buruk dan perempuan yang buruk? Jika yang baik-baik dapat yang baik-baik, maka bukankah sangat kasihan yang buruk-buruk dapat yang buruk-buruk?" tanya salah seorang sahabat dengan kritis kepada saya, maklum dia anak mahasiswa. Saya tahu, ayat yang dirujuk dalam pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:
"...Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin..."(QS. an-Nuur: 3)
"...Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga)..."Mendengar pertanyaan ini saya mengerutkan dahi, setengah hidup saya berpikir kritis untuk memberikan penjelasan yang sejelas-jelasnya, tentu dengan gaya bahasa mahasiswa. Saya sejenak terdiam, dan otak saya membuka kembali file-file ketika saya memilih seorang perempuan yang akan menjadi bidadariku. Kenapa saya memilih dia? Padahal saya belum tahu bin kenal sama sekali, saya hanya tahu via cerita tentang dia. Dan juga, kembali saya mencermati dan mengamati makna kedua ayat yang dimaksud.(QS. an-Nuur: 26)
"Perhatikan bahwa pernyataan di dalam al-Qur'an yang kamu maksud itu tidak menyatakan bahwa laki-laki yang berzina HARUS tidak menikahi melainkan perempuan yang berzina. Jadi, hal ini bukanlah menunjukkan sebuah keharusan. Laki-laki yang baik pun TIDAK HARUS mendapatkan perempuan yang baik-baik pula." kataku memulai jawaban, "Sesungguhnya, pernyataan al-Qur'an tersebut menggambarkan kecenderungan manusia pada umumnya, dimana orang yang baik-baik itu memiliki kecenderungan untuk memilih (mendapatkan) orang yang baik-baik pula, begitu juga sebaliknya. Contohnya sederhana: seorang pemabuk akan lebih cenderung memilih orang yang suka mabuk juga sebagai teman, daripada memilih teman pergaulan dengan seorang yang suka berdakwah."
"Demikianlah Allah membuat kecenderungan pada diri makhluknya. Ada suatu nilai yang dapat merekatkan dua orang -yakni visi dan misi hidup, dimana nilai tersebut sama-sama disukai oleh kedua orang itu. Seorang perempuan hamilud dakwah (baik-baik) akan enggan atau bahkan (seringkali) tidak mau menerima pinangan seorang lelaki yang tidak ada perhatian sama sekali dengan dakwah, apalagi dengan lelaki yang bertato, atau pemabuk, atau suka berjudi, dan atau akhlak tercela lainnya. Dalam makna yang demikian inilah pernyataan di dalam al-Qur'an tersebut berbicara. Laki-laki yang baik biasanya akan berjodoh dengan perempuan yang baik pula; sedangkan perempuan pezina biasanya akan mendapatkan laki-laki pezina pula." kataku mengakhiri jawaban
Aku pernah takut menulis puisi
Tentang gambaran hati yang begitu bahagia
Atas syukur tiada tara karena kehadirannya
Aku pernah enggan menulis perasaanku
Tentang rasa yang berbeda dari sebelumnya
Yang datang tiba-tiba, buatku seolah menari riang di taman Surga
Aku pernah ragu menulis pikiranku
Tentang bayang yang melekat di benak
Selalu.... meski tak sepenuh waktu
Setiap bait puisi menari-nari dalam diamku
Kunikmati untaian kata dengan senyum terindah
Lalu memanggil angin tuk membawanya terbang bahagia di udara
Setiap rasa beda yang menyatu dalam tiap irama jiwa
Menggelitik hari-hari penuh tawa dan asa
Kupinta keheningan menyimpannya
Lalu ia menyimpannya dengan senang hati dan begitu hati-hati
Ketika bayang itu mengiringi di tiap aktifitasku
Biarkan waktu melukis dengan lukisan terindahnya
Lalu dengan semangat sang waktu melukisnya
Karena sang angin, hening dan waktu lebih memahami segala tentangku
dan kupercaya tuk menjaga rahasiaku
Mengapa?
karena ia belum menjadi milikku...
Karena Ia belum menjadi Qowwamku...
Karena rahasia waktu yang tak dapat di tebak
Karena misteri takdir yang dapat di lacak
Karena aku... masih dan kan tetap menunggu...
Dia...
Yang tiba-tiba hadir dalam hidupku
Membawa keluarga tercintanya ke Istanaku
Mengucap janji terangkai indah tanpa semu
Memberi sebuah penantian indah di sisa waktuku
Yaa Allah...
Teguhkan hati kami...
beri kami kekuatan atas segala ujian dan tantangan yang kan kami hadapi...
Teguhkan Azzam kami...
Untuk memenuhi sunnah Rasul-Mu...
Menggenapkan Dien-Mu...
Serta... demi tertunduknya pandangan ini...
Demi perjuangan dakwah ini...
dan Demi kemuliaan Dien ini...
Yaa Allah...
Sesungguhnya aku memohon kepada-Mu cinta-Mu
dan cinta orang-orang yang mencintai-Mu
Serta cinta yang dapat mendekatkan aku kepada cinta-Mu.
Apa yang Engkau anugerahkan kepadaku dari apa-apa yang aku cintai,
Maka jadikanlah ia sebagai kekuatan bagiku tentang apa yang Engkau cintai,
Dan apa-apa yang Engkau singkirkan dariku dari apa-apa yang aku cintai,
Maka jadikanlah ia kekosongan bagiku tentang apa yang Engkau cintai.
Yaa Allah...
Jadikanlah cintaku kepada-Mu lebih aku cintai daripada diriku,
keluargaku dan air yang sejuk/dingin (harta).
Amiin... Yaa mujibas sa'iliin...
Saat cinta semakin pudar,
Dan hati menjelma serpihan-serpihan kecil saat prahara terjadi.
Saat ujian demi ujian-Nya terasa menjadi derita untuk ditanggung sendiri,
Dan bahtera rumah tangga semakin oleng saat diterpa badai.
Kemanakah kita harus mencari kekuatan agar hati mampu terus bertasbih,
dan rumah tangga tetap terjaga keutuhan dan keharmonisannya?!?
Dan hati menjelma serpihan-serpihan kecil saat prahara terjadi.
Saat ujian demi ujian-Nya terasa menjadi derita untuk ditanggung sendiri,
Dan bahtera rumah tangga semakin oleng saat diterpa badai.
Kemanakah kita harus mencari kekuatan agar hati mampu terus bertasbih,
dan rumah tangga tetap terjaga keutuhan dan keharmonisannya?!?
Ada apa dengan cinta? Untuk apa kita mencinta dan dicintai? Untuk menjawabnya, mari kita pikirkan sebuah analogi, analogi cinta. Pikirkan tentang sebatang pena. Pena dicipta untuk menulis. Selama ia digunakan untuk menulis, selama itulah pena itu berada dalam keadaan selamat dan berguna. Tetapi sekiranya pena itu digunakan untuk memukul, maka ia akan rusak. Mengapa? Pena akan rusak sekiranya ia disalahgunakan dengan tujuan ia diciptakan. Ia diciptakan untuk menulis, bukan memukul. Pena yang disalahgunakan akan rusak. Apabila rusak, ia akan dibuang ke dalam tong sampah. Ketika itu ia tidak dinamakan pena lagi. Ia dinamakan SAMPAH!
Begitulah juga cinta. Cinta diciptakan oleh Allah untuk kita beribadah kepada-Nya. Selama cinta berlandaskan dan bertujuan ibadah, yakni selaras dengan tujuan ia diciptakan, maka selama itu cinta itu akan selamat dan bahagia. Sebaliknya, jika cinta itu diarahkan secara bertentangan dengan tujuan ia diciptakan, maka cinta itu akan musnah dan memusnahkan. Keindahan cinta itu akan pudar dan tercela.
Ada sebuah kisah, kisah nyata. (singkatnya) Ketika itu hiduplah pasangan suami-istri dengan perasaan yang hambar dan tawar. Hidup berumah tangga tanpa cinta umpama kapal yang belayar tanpa angin. Keserasiannya mudah retak. Hanya karena kesalahan yang sedikit, perdebatan mudah terjadi. Keadaan rumah tangganya pada waktu itu boleh diumpamakan sebagai “hidup segan, mati tak mau”.
"Pergi kau dari sini! Aku sudah muak hidup denganmu. Bukannya bahagia yang kudapat, tapi malah derita. Bukannya kamu yang menafkahi keluarga, tapi malah aku. Segera aku belikan surat-surat (maksudnya surat cerai -pen), ceraipun aku tak takut." Kata si istri ke suaminya
Pagi hari yang cerah, bersama kicau burung yang indah. Tak seindah dan secerah anak mereka yang sudah kelas 3 SMA. Ketika sekolah, konsentrasinya pecah, dan cita-citanya pun mulai tak terarah, saat melihat hubungan orang tuanya yang ibarat telur diujung tanduk. Dan ketika pulang sekolah, ia melihat tidak ada satupun pakaian ayahnya yang ada dilemari baju, itu artinya genderang perceraian benar-benar sudah ditabuh (bukan lagi di luar rumah, tapi) di dalam rumah dengan perginya sang ayah ke rumah asalnya. Ia tidak tahu harus berbuat apa agar orang tuanya bisa harmonis lagi. Pikirannya hampa, dan air matanya terus mengalir. Tanpa berpikir panjang, ia juga mengemasi pakaiannya, berniat pergi juga entah kemana.
Ketika senja mulai terperangkap, waktu itu ibunya sedang keluar, ia pamitan kepada neneknya. "Nenek, saya pergi dulu. Tolong sampaikan ke ibu, bila mau jemput saya, jemputlah bersama ayah" katanya sambil mengecup kening neneknya yang sedang tidur-tiduran tak bisa mencegah cucunya, hanya air mata mengiringi kepergian si cucu.
Hari berganti hari, belum ada tanda-tanda orang tuanya kembali akur. Hanya ibunya sibuk tanya keberadaannya kepada teman-teman sekolahnya. "Kamu ada dimana? Ibumu cari kamu!" tanya salah seorang temannya, ia tak merespon sama sekali. Namun di malam harinya, ia kembali tak habis pikir, kenapa hal ini bisa terjadi setalah punya 3 anak? Kalau memang tidak bahagia, kenapa bisa lahir saya sebagai anak pertama?. Akhirnya dia menulis sepucuk surat dengan satu paragraf (+alamat dimana dia tinggal sementara) kepada Ibunya, dan keesokannya harinya dititipkan ke temannya yang dulu tanya-tanya keberadaannya.
Benar juga, malam harinya, setelah siangnya dititipkan ke temannya, Ibunya menjemput. Tapi sayang, ia kecewa karena Ibunya datang sendirian, tanpa ayah. Sebenarnya ia enggan menemui Ibunya, tapi akhirnya dia menemui Ibunya meski terpaksa.
"Nak, ayo ikut Ibu jemput bapakmu!" ajak si ibu. Ajakan yang belum terlintas dalam pikirannya setiap malam. Yang dia pikirkan adalah Ibunya menjemputnya bersama ayahnya. Ternyata Allah memberikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Singkat kata singkat cerita. Akhirnya keluarganya selamat dari kehancuran.
Pertanyaanya, apa isi surat sang anak kepada Ibunya, sehingga Ibu mengajak anaknya untuk menjemput suaminya? si anak menulis: . . .
Pernikahan adalah sebuah perjuangan kebahagian, ia tidak pernah sempurna tanpa adanya cinta. Dan cinta tidak pernah datang dengan cara mudah datang dari langit. Semuanya harus diperjuangkan. Seringkali cinta itu baru mekar setelah melewati berbagai macam derita. Hingga kita harus tersadar bahwa derita bukanlah musuhnya cinta, tapi derita itu sedang membuat cinta menjadi lebih dewasa.
Memang, pada usia 40-an dan ke atas, suami istri akan dilanda satu krisis yang dinamakan oleh pakar-pakar psikologi sebagai krisis pertengahan umur. Pada waktu itu hormon testosteron akan berkurang seiring terjadinya beberapa perubahan yang “mengejutkan”.
Lelaki Andropaus
Kaum lelaki akan mengalami fase andropous yang mengakibat kurang daya rangsangan seks, cepat rasa letih, perubahan emosi seperti cepat marah,cepat merajuk, mudah rasa tertekan dan “mood” yang berubah-ubah. Pada waktu inilah lelaki akan diserang oleh pelbagai rasa yang meresahkan. Antara lain ialah dia mulai merasa tidak bahagia dengan hidup dan gaya hidupnya sendiri.
Manakala secara interpersonal dia mulai merasa bosan dengan individu-individu yang berada di sekelilingnya. Dari sudut kerja dan hobinya, tiba-tiba ada bidang lain yang menarik minatnya. Dia seolah-olah menjadi remaja untuk kali kedua walaupun dalam keadaan tenaga dan upaya semakin menyusut.
Lelaki andropaus juga dilanda penyesalan tentang pilihan-pilihan yang telah dan pernah dibuatnya dalam hidup. Mengapa aku memilih yang ini, tidak yang itu? Sampai pada satu tahap, dia berasa marah dengan istrinya dan rasa terikat dengannya. Dan yang paling mengintimidasi apabila mulai timbul keinginan untuk menjalinkan hubungan baru. Jangan terkejut jika pada usia ini lelaki yang selama ini “aku padamu” pun akan berlaku curang!
Wanita Menopaus
Bagi kaum wanita pula, mereka akan mengalami fase menopaus. Tahap ini juga melibatkan perubahan fisikal, tingkah laku, emosi dan kejiwaan. Perubahan ini bisa mengarah kepada kebaikan, maupun sebaliknya. Wanita yang mengalami fase ini akan terdorong untuk lebih berdikari dan mandiri. Fokusnya lebih kepada ke-aku-annya. Dia ingin memiliki kemampuan keuangan sendiri, hobi dan objektif sendiri dan pelbagai lagi yang “sendiri”. Pada waktu itu ada wanita yang mengejar kembali atau “impian” semula apa yang tidak dapat dicapainya semasa muda.
Walau apapun krisis yang melanda diri suami dan istri, Islam punya cara untuk menangani krisis pertengahan umur. Islam adalah agama fitrah yang mampu menghadapi perubahan dalam fitrah kehidupan berumah tangga. Selagi berpegang kepada aqidah, syariat dan akhlak islamiah lelaki andropaus dan wanita menopaus akan dapat mengawali perubahan biologi maupun psikologi ke arah kebaikan.
Hakikatnya, siapa kita sewaktu tua direflesikan oleh masa muda kita. Jika cinta kita dibina atas tujuan beribadah, maka tujuan itu mampu mempertahankan kita daripada landaan godaan, cobaan dan masalah yang datang bersama krisis pertengahan umur. Jika pangkal jalan kita benar, betul dan kukuh maka mudahlah kita kembali ke pangkal jalan itu apabila dirasakan ada yang 'tersesat' di pertengahan jalan kehidupan itu.
Suami andropaus dan istri menopaus hakikatnya diuji dengan keegoan (ketakaburan). Sama-sama ego. Cuma biasanya ego lelaki lebih terserlah, manakala ego wanita lebih tersembunyi. Ego itulah yang menyebabkan suami merasakan dirinya lebih baik, gagah dan berupaya sehingga mula menjalinkan hubungan dengan wanita lain. Ego itulah yang menyebabkan istri mulai merasa kuat dan mampu melalui kehidupan tanpa bersandar lagi kepada pandangan dan pimpinan suami. Dan ego itulah juga yang menyebabkan kedua-duanya melakukan aktivitas atau tindakan yang bertentangan dengan syariat.
Penyakit Ego
Ego dengan manusia bertolak dari ego kepada Allah. Orang yang besar diri sebenarnya tidak mengenal kebesaran Allah. Jika Allah “dibesarkan” dalam dirinya, niscaya terasa kerdillah diri dan dengan itu seseorang manusia akan mudah berhubungan dengan manusia lain. Mengenal Allah juga akan membuahkan rasa cinta kepada-Nya. Dan cinta kepada Allah itulah sumber cinta kita sesama manusia. Gugurlah tiga ciri ego – merasa diri lebih baik, memandang hina orang lain dan menolak kebenaran dari diri suami dan istri. Dan dengan begitu, mudahlah mereka berdua menghadapi krisis pertengahan umur.
Jadi, sangat penting dijaga niat dalam membina cinta dalam rumah tangga. Ia hakikatnya satu hijrah dari alam bujang ke alam pernikahan dan hijrah itu mestilah didorong oleh niat yang baik, benar dan betul. Berniatlah nikah hanya karena Allah, karena itulah pangkal jalan yang dapat kita susuri kembali apabila bertemu dengan masalah dalam kehidupan berumah tangga pada awal, pertengahan atau di ujung nanti. Ingatlah pesan Rasulullah saw. bahwa seseorang akan mendapat ganjaran atau balasan mengikut apa yang diniatkannya.
Bagaimana pula dengan pasangan yang telah terlanjur? Maksudnya, mereka yang menikah tanpa sedikit pun terniat karena Allah? Yang menikah hanya atas dorongan fitrah dan dilangsungkan atas dasar adat bukan ibadat? Perlu diingat, tidak ada istilah terlambat dalam melakukan satu kebaikan. Selagi ada nyawa di badan, maka selagi itulah kita mampu membetulkan atau memperbaharui niat dalam pernikahan. Bertaubatlah atas niat yang salah dan sebagai gantinya, binalah niat baru yang lebih benar dan jitu.
Gelanggang Ibadah
Katakan pada diri bahwa rumah tangga ini pada hakikatnya ialah gelanggang untukku dan pasanganku serta seluruh anggota keluargaku untuk beribadah kepada Allah. Selagi semua anggota keluarga beribadah dan rumah tangga dijadikan gelanggang ibadah, maka akan wujudlah ketenangan, kemesraan dan kasih sayang sesama mereka. Apalagi keluarga yang dibangun adalah keluarga pengemban Dakwah!
Katakan juga bahwa rumah tanggaku akan hancur sekiranya ia tidak lagi menjadi gelanggang ibadah buat seluruh anggota keluargaku. Aku, belahan jiwaku dan anak-anak yang berperilaku bertentangan dengan tujuan kami diciptakan akan merobohkan syurga yang indah ini.
Memang pada awal rumah tangga dibina segalanya akan nampak indah. Ini karena segala-galanya terbina di atas fitrah… Maksudnya semua manusia secara fitrahnya (instink) inginkan cinta. Seorang lelaki inginkan kasih sayang seorang istri dan begitulah sebaliknya. Tetapi cinta yang berasaskan fitrah saja tidak cukup untuk mempertahankan keharmonisan dalam sebuah rumah tangga.
Fitrah perlukan syariat. Syariat itu ialah peraturan Allah. Melaksanakan syariat itulah ibadah. Syariatlah yang mengatur, menyubur dan mengawal fitrah. Allah yang mengaruniakan cinta dan Allah jualah yang menurunkan syariat untuk mengawal dan menyuburkannya. Jika tidak, cinta akan tandus. Kasih akan pupus. Sama ada dalam diri lelaki andropaus maupun wanita menopaus.
Ingatlah bahwa cinta itu adalah rasa. Ia tidak terbina oleh urat, daging dan tulang. Tetapi ia rasa yang terbina di hati. Di daerah rasa, tidak ada tua atau muda. Tidak ada permulaan, pertengahan atau pengakhiran. Di hati yang beriman, tetap ada cinta. Cinta tetap muda walaupun yang usia telah tua… justru cinta itulah yang membentuk hati yang sejahtera, bekal kita ke alam syurga!
Untuk mereka para hamilud dakwah tapi masih gelisah
Untuk mereka yang setengah hidup istiqamah tapi masih gundah
Untuk mereka para pejuang syariah-khilafah tapi belum nikah
Untuk mereka yang setengah hidup istiqamah tapi masih gundah
Untuk mereka para pejuang syariah-khilafah tapi belum nikah
Jangankan lelaki biasa, nabi pun terasa sunyi tanpa wanita. Tanpa mereka, hati, pikiran, perasaan lelaki akan resah. Masih mencari walaupun sudah ada segala- galanya. Apalagi yang tidak ada di surga?, namun nabi Adam as. tetap merindukan Belahan Jiwa.
Kepada wanitalah lelaki memanggil ibu, istri atau puteri. Dijadikan mereka dari tulang rusuk yang bengkok untuk diluruskan oleh lelaki, tetapi kalau lelaki sendiri yang tidak lurus, tidak mungkin mampu hendak meluruskan mereka. Sehingga tak logis pula bila tulang yang bengkok menghasilkan bayang-bayang yang lurus, maksudnya adalah bila 'wanita tidak lurus' (tidak shalihah) melahirkan anak-anak, mereka tidak akan (bisa) mendidiknya menjadi anak-anak shalih-shalihah. Maka wajar bila wanita sejati (juga) punya selera dalam menerima sesosok lelaki yang akan menjadi imamnya.
Dalam hal ini saya teringat episode cantik dalam sejarah manusia, seorang wanita yang rela menukar cinta dan hatinya dengan Islam sebagai maharnya. Tatkala Rumaisha binti Milhan dengan suara lantang menjawab pinangan Abu Thalhah, seorang terpandang, kaya raya, dermawan dan ksatria: "Kusaksikan kepada engkau, hai Abu Thalhah, kusaksikan kepada Allah dan Rasul-Nya, sesungguhnya jika engkau Islam, aku rela engkau menjadi suamiku tanpa emas dan perak. Cukuplah Islam itu menjadi mahar bagiku !". Akhirnya tinta emas sejarah mencatatnya sebagai seorang ummu Sulaim yang mendidik anaknya, Anas bin Malik dan dirinya sebagai perawi hadits Rasulullah. Dikenal sebagai wanita yang ikut terjun langsung dalam berbagai pertempuran bersama Rasulullah. Dialah yang memberi pertolongan kepada para prajurit muslim dengan memberi makanan dan minuman, serta merawat mereka yang terluka. Bahkan bersama Abu Thalhah suaminya (hingga suaminya menjadi syahid), ia pernah bertempur langsung merebut senjata musuh untuk membentengi Rasulullah saw. Subhanallah... Allahu Akbar...
Kepada wanitalah lelaki memanggil ibu, istri atau puteri. Dijadikan mereka dari tulang rusuk yang bengkok untuk diluruskan oleh lelaki, tetapi kalau lelaki sendiri yang tidak lurus, tidak mungkin mampu hendak meluruskan mereka. Sehingga tak logis pula bila tulang yang bengkok menghasilkan bayang-bayang yang lurus, maksudnya adalah bila 'wanita tidak lurus' (tidak shalihah) melahirkan anak-anak, mereka tidak akan (bisa) mendidiknya menjadi anak-anak shalih-shalihah. Maka wajar bila wanita sejati (juga) punya selera dalam menerima sesosok lelaki yang akan menjadi imamnya.
Dalam hal ini saya teringat episode cantik dalam sejarah manusia, seorang wanita yang rela menukar cinta dan hatinya dengan Islam sebagai maharnya. Tatkala Rumaisha binti Milhan dengan suara lantang menjawab pinangan Abu Thalhah, seorang terpandang, kaya raya, dermawan dan ksatria: "Kusaksikan kepada engkau, hai Abu Thalhah, kusaksikan kepada Allah dan Rasul-Nya, sesungguhnya jika engkau Islam, aku rela engkau menjadi suamiku tanpa emas dan perak. Cukuplah Islam itu menjadi mahar bagiku !". Akhirnya tinta emas sejarah mencatatnya sebagai seorang ummu Sulaim yang mendidik anaknya, Anas bin Malik dan dirinya sebagai perawi hadits Rasulullah. Dikenal sebagai wanita yang ikut terjun langsung dalam berbagai pertempuran bersama Rasulullah. Dialah yang memberi pertolongan kepada para prajurit muslim dengan memberi makanan dan minuman, serta merawat mereka yang terluka. Bahkan bersama Abu Thalhah suaminya (hingga suaminya menjadi syahid), ia pernah bertempur langsung merebut senjata musuh untuk membentengi Rasulullah saw. Subhanallah... Allahu Akbar...
Malam ramah tak terjamah rasa
Heningpun seakan beraroma
Bersahut salam dingin menyapa
Berdenyut nadi ke ujung gemigil kata
Hantarkan kita mengingat semua
Penggal – penggal cerita dipilar kisah agung akannya
Sosok Rumaisha yang menukar cinta dengan Agama
Sosok Sumayyah yang menggadai nyawa dengan surga
Sosok Khadijah yang memilih Muhammad karena integritasnya
Dan sosok-sosok agung yang tak terlupa
Wanita (juga) punya selera
Bukan Harta-Tahta, tetapi Agama dengan segala loyalitasnya
Bukan Raga-Rupa, tetapi Surga dengan segala konsekuensinya
"Allahumma inni as-aluka hubbaka wa hubba man yuhibbuka wal ‘amala alladzi yubalighuni ilaa hubbika. Allahummaj’al habbaka ahabbu ilayya min nafsii wa ahlii waminal maail baarid"
(Yaa Allah... Sesungguhnya aku memohon cinta-Mu dan cinta orang-orang yang mencintai-Mu dan amal yang menyampaikanku pada cinta-Mu. Yaa Allah... Jadikanlah cintaku kepada-Mu lebih aku cintai daripada diriku, keluargaku dan air yang sejuk/dingin (harta).(HR. Imam Tirmidzi)
Siangku muram, dibatas cakrawala pertama yang kian tenggelam. Beratap awan menghitam. Menghantar hati pada rasa yang kian dalam. Begitu dalam. Buatku terdiam berucap memendam. Membisu selayak pualam. Disisi lentera yang perlahan padam. Disisi kelamnya malam, bergetar rasaku dalam diam. Dalam sesal yang kian mencekam. Dalam kecewanya yang kian menghujam. Dalam rasa tak percaya yang kian menghantam. Realita menyungkurkanku pada lembah tak bertuan. Semua karena kesalahan yang tak seharusnya kulakukan. Semua karena kegagalan yang tak segera kubuat pelajaran. Semua karena penyesalan yang seharusnya lebih dulu kurasakan.
Tersarukku kini dalam luka. Terperih akan tiap tetes matanya. Membenci diri tiada terkata. Semua menyisakan tanya. Mengapa? Tanpa ada jawab walau sepatah. Semua menyisakan tanda. Inikah saya? Seonggok sukma kecil hina. Hanya seuntai harapan yang kini ada. Bergelanyut pada kasih sayang-Nya. Berharap semua kan segera sirna. Kembali hanya pada untaian kata, Hidup Mulia atau Hidup Bahagia!. Dan kembali menggores kata dalam pena, yang penuh tinta, yang banyak memeras air mata. Untuk berbagi Mutiara hidup yang bermakna.
Jikalau derita akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti dijalani dengan sepedih rasa,
Sedang ketegaran akan lebih indah dikenang masa.
Jikalau kesedihan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa tidak dinikmati saja,
Sedang ratap tangis tak akan mengubah apa-apa.
Jikalau luka dan kecewa akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti dibiarkan meracuni jiwa,
Sedang ketabahan dan kesabaran adalah lebih utama.
Jikalau kebencian dan kemarahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti diumbar sepuas jiwa,
Sedang menahan diri adalah lebih berpahala.
Jikalau kesalahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti tenggelam di dalamnya,
Sedang taubat itu lebih mulia.
Jikalau harta akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti kikir pada sesama,
Sedang kedermawanan justru akan melipat gandakannya.
Jikalau kepandaian akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti membusung dada dan membuat kerusakan di dunia,
Sedang dengannya manusia diminta memimpin dunia agar sejahtera.
Jikalau bahagia akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti egois merasakannya,
Sedang berbagi akan membuatnya lebih bermakna.
Jikalau hidup akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti diisi dengan kesia-siaan belaka,
Sedang begitu banyak kebaikan bisa dicipta.
Akhirnya semua akan tiba pada suatu hari biasa yang binasa, pada suatu ketika yang telah lama dan akan kita ketahui. Ketika semua telah menjadi masa lalu. Aku ingin ada di antara mereka. Yang bertelekan di atas permadani, sambil bercengkerama dengan tetangganya. Saling bercerita tentang apa yang telah dilakukannya di masa lalu, hingga mereka mendapat anugerah itu.
[(Duhai sahabat, dulu aku miskin dan menderita, namun aku tetap berusaha senantiasa bersyukur dan bersabar. Dan ternyata, derita itu hanya sekejap saja dan cuma seujung kuku, di banding segala nikmat yang kuterima di sini) -o-
(Wahai sahabat, dulu aku membuat dosa sepenuh bumi, namun aku bertobat dan tak mengulang lagi hingga maut menghampiri. Dan ternyata, ampunan-Nya seluas alam raya, hingga sekarang aku berbahagia)]
Akhirnya semua akan tiba pada suatu hari biasa yang binasa, pada suatu ketika yang telah lama dan akan kita ketahui. Ketika semua telah menjadi masa lalu. Aku tak ingin ada di antara mereka. Yang berpeluh darah dan berkeluh kesah: Andai di masa lalu mereka adalah tanah saja.
[(Duhai...! harta yang dahulu kukumpulkan sepenuh raga, ilmu yang kukejar setinggi langit, kini hanyalah masa lalu yang tak berarti. Mengapa dulu tak kubuat menjadi amal jariyah yang dapat menyelamatkanku kini?) -o-
(Duhai...! nestapa, kecewa, dan luka yang dulu kujalani, ternyata hanya sekejap saja dibanding sengsara yang harus kuarungi kini. Mengapa aku dulu tak sanggup bersabar meski hanya sedikit jua?)]