Meski ku rapuh dalam langkah
kadang tak setia mencintai-Mu
Namun cinta dalam jiwa
Hanyalah pada-Mu
Maafkan bila hati
Tak sempurna mencintai-Mu
Dalam dada kuharap hanya
Diri-Mu yang bertahta
Cintaku pada-Mu
masih tetap menunggu cinta-Mu
.o0o.
Sobat Mutiara Hati yang dimuliakan Allah, di atas itu adalah sebagian lirik lagu yang berjudul "Rapuh" dari Album Yaa Rahman-nya Opick dengan sedikit tambahan di kalimat terakhir. Entah sudah berapa kali saya mendengarkan lagu "Rapuh", semakin lama saya mendengarnya, semakin rapuh jiwa ini dibuatnya. Seringkali tak terasa air mata ini meleleh membasahi kedua pipi ketika mendengar dan mencerna lirik lagu tersebut.
Terbayang jelas di pelupuk mata saya, dosa dan kesalahan yang telah ku perbuat, baik sadar maupun nirsadar. Tergambar jelas bagaimana saya, sebagai seorang anak pernah -atau malah sering- menyakiti perasaan kedua orang tua saya, dan belum bisa membahagiakannya. Terbingkai jelas bagaimana saya pernah menjerit keras ketika jiwa saya tak sanggup untuk menerima takdir yang telah Allah gariskan kepada hidup saya.
Demi Allah, saya demikian kerdil di hadapan ke-Maha-an-Nya. Apa yang bisa saya sombongkan di hadapan kebesaran-Nya? Bagaimana bisa diri merasa angkuh ketika jiwa ini berada di dalam genggaman-Nya? Tatkala saya menerima anugerah kebahagiaan, saat itu saya lupa terhadap-Nya. Tetapi, tatkala saya ditimpa musibah dan bencana, buru-buru saya memanggil-manggil nama-Nya. Saya seru nama-Nya seakan-akan saya tidak pernah melupakan-Nya, saya panggil nama-Nya seakan-akan saya telah dicintai-Nya.
Setiap kali lagu "Rapuh" terdengar di telinga saya, setiap itu pula saya semakin sadar bahwa saya tidak punya apa-apa. Tiada sesuatu yang dapat saya pamerkan di hadapan-Nya. Saya merasa bahwa semua yang telah saya lakukan, semua yang telah saya usahakan, dan semua yang telah saya jalani belum tentu diterima-Nya. Sering saya ucapkan bahwa saya adalah hamba-Nya. Saya tipu Dia, seakan-akan Dia bisa ditipu. Saya kelabui Dia, seakan-akan Dia bisa dikelabui. Saya teriakkan nama-Nya hanya sebatas teriakan di bibir. Hati saya masih digelisahkan dengan urusan-urusan duniawi. Uang, Harta, Tahta, dan popularitas tampak lebih menarik daripada kerajaan surga yang dijanjikan-Nya.
Astaghfirullah, bagaimana diri ini akan membela di hadapan-Mu, yaa Rabb? Dengan apa pembelaan ini akan daku lakukan, padahal setiap dzarrah diriku tak bisa luput dari penglihatan-Mu? Setiap kehendak yang tertanam dalam hatiku tak pernah luput dari penglihatan-Mu? Setiap keping dari perbuatanku tak bisa lepas dari ilmu-Mu? Kemana daku hendak berlari, sedangkan tiada satu pun tempat di semesta-Mu yang tidak Engkau ketahui?
Ampuni daku, Yaa Allah...
Ampuni dosa-dosa dan kesalahanku, kasihanilah daku dan keterasinganku, temanilah kesendirianku, tenangkanlah ketakutanku, dan anugerahkanlah kepadaku salah satu dari rahmat-Mu, yang dengannya daku merasa cukup dari menuntut cinta dan kasih sayang selain-Mu, serta kumpulkanlah daku bersama-sama orang-orang yang Engkau cintai.
Sungguh, baru kusadari betapa hinanya diriku di hadapan-Nya. Walau aku timbang perbuatan baikku, itu tidaklah cukup berat bila dibandingkan dengan amal burukku. Lalu... Bagaimana denganmu, wahai Sobat Mutiara Hati?
Terbayang jelas di pelupuk mata saya, dosa dan kesalahan yang telah ku perbuat, baik sadar maupun nirsadar. Tergambar jelas bagaimana saya, sebagai seorang anak pernah -atau malah sering- menyakiti perasaan kedua orang tua saya, dan belum bisa membahagiakannya. Terbingkai jelas bagaimana saya pernah menjerit keras ketika jiwa saya tak sanggup untuk menerima takdir yang telah Allah gariskan kepada hidup saya.
Demi Allah, saya demikian kerdil di hadapan ke-Maha-an-Nya. Apa yang bisa saya sombongkan di hadapan kebesaran-Nya? Bagaimana bisa diri merasa angkuh ketika jiwa ini berada di dalam genggaman-Nya? Tatkala saya menerima anugerah kebahagiaan, saat itu saya lupa terhadap-Nya. Tetapi, tatkala saya ditimpa musibah dan bencana, buru-buru saya memanggil-manggil nama-Nya. Saya seru nama-Nya seakan-akan saya tidak pernah melupakan-Nya, saya panggil nama-Nya seakan-akan saya telah dicintai-Nya.
Setiap kali lagu "Rapuh" terdengar di telinga saya, setiap itu pula saya semakin sadar bahwa saya tidak punya apa-apa. Tiada sesuatu yang dapat saya pamerkan di hadapan-Nya. Saya merasa bahwa semua yang telah saya lakukan, semua yang telah saya usahakan, dan semua yang telah saya jalani belum tentu diterima-Nya. Sering saya ucapkan bahwa saya adalah hamba-Nya. Saya tipu Dia, seakan-akan Dia bisa ditipu. Saya kelabui Dia, seakan-akan Dia bisa dikelabui. Saya teriakkan nama-Nya hanya sebatas teriakan di bibir. Hati saya masih digelisahkan dengan urusan-urusan duniawi. Uang, Harta, Tahta, dan popularitas tampak lebih menarik daripada kerajaan surga yang dijanjikan-Nya.
Astaghfirullah, bagaimana diri ini akan membela di hadapan-Mu, yaa Rabb? Dengan apa pembelaan ini akan daku lakukan, padahal setiap dzarrah diriku tak bisa luput dari penglihatan-Mu? Setiap kehendak yang tertanam dalam hatiku tak pernah luput dari penglihatan-Mu? Setiap keping dari perbuatanku tak bisa lepas dari ilmu-Mu? Kemana daku hendak berlari, sedangkan tiada satu pun tempat di semesta-Mu yang tidak Engkau ketahui?
Ampuni daku, Yaa Allah...
Ampuni dosa-dosa dan kesalahanku, kasihanilah daku dan keterasinganku, temanilah kesendirianku, tenangkanlah ketakutanku, dan anugerahkanlah kepadaku salah satu dari rahmat-Mu, yang dengannya daku merasa cukup dari menuntut cinta dan kasih sayang selain-Mu, serta kumpulkanlah daku bersama-sama orang-orang yang Engkau cintai.
Sungguh, baru kusadari betapa hinanya diriku di hadapan-Nya. Walau aku timbang perbuatan baikku, itu tidaklah cukup berat bila dibandingkan dengan amal burukku. Lalu... Bagaimana denganmu, wahai Sobat Mutiara Hati?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar