TERPAKSA, nggak ah!
Atas nama kesulitan, atas nama penderitaan, atas nama kegetiran hidup, atas nama keinginan untuk mengubah nasib, atas nama populeritas dan profesionalitas, dan serta atas nama cinta, kita seringkali menutup semua jalan yang benar lagi baik, semua jalan yang lurus lagi luhur, semua jalan yang agung lagi mulia, lalu menggantinya dengan satu-satunya jalan yang disebut dengan "TERPAKSA".

Sobat, kenapa harus memakai logika "TERPAKSA"? Sadarkah kita betapa banyak keburukan lahir di dunia ini oleh sebab kata-kata "TERPAKSA"? Terpaksa mencuri, terpaksa korupsi, terpaksa bunuh diri, terpaksa mencaci maki, terpaksa tampil pake bikini di depan kamera, terpaksa jual diri, terpaksa ini, terpaksa itu,...?

Kalau hanya ingin menang-menangan berkilah dan berdalih, kenapa kagak terpaksa shalat daripada terpaksa mencuri? kenapa kagak terpaksa bersedekah daripada terpaksa korupsi? kenapa kagak terpaksa bertobat daripada terpaksa bunuh diri? kenapa kagak terpaksa mengaji daripada terpaksa mencaci maki? kenapa kagak terpaksa berjilbab daripada terpaksa tampil pake bikini? dan kenapa kagak terpaksa berbuat baik daripada terpaksa berbuat buruk?

Lalu ironisnya, kita masih berkelit dengan mencari pembenaran dalam agama. Bukankah ada kaidah dalam agama Islam yang disebut "li adh-dhoruri", keadaan darurat? Bukankah para Ulama telah menggariskan bahwa dalam situasi dan kondisi yang darurat, kita dibolehkan dan diperbolehkan mengambil jalan yang dalam keadaan normal tidak boleh ditempuh?

Demi Allah, kaidah ushuliyyah tersebut adalah benar adanya dan rumusan para Ulama tentang hal itu juga benar adanya. Tapi masalahnya, kita seringkali membuat tafsir sendiri-sendiri. Kita justifikasi sesuatu yang nyata-nyata salah dan keliru dengan sandaran agama yang memungkinkan kita melakukan hal itu. Na'udzubillahi min dzalik...

Sebagian di antara kita berkata, "Saya benar-benar terpaksa melakukan hal ini. Tapi saya berjanji, saya tidak akan mengulanginya lagi." Sekali lagi, menempuh jalan terpaksa adalah langkah yang sama sekali kagak tepat. Sudah begitu, masih saja berjanji seolah-olah kita yakin bahwa esok masih ada umur. Manakala kita menceburkan diri ke lembah dosa dan maksiat, apalagi itu dilakukan dengan sengaja walau karena terpaksa, maka kita jangan berharap adanya cahaya di masa depan, sebab belum tentu masa itu akan bisa kita jumpai.

Sekali lagi, menapaki jalan terpaksa adalah tindakan pengecut, bodoh, dan rendah sifatnya. Islam berarti kepasrahan, bukan keterpaksaan. Dan kepasrahan sangat bertolak belakang dengan keterpaksaan. Sudah seharusnya sebagai seorang Muslim sejati adalah menyerahkan diri sepenuh hati kepada aturan dan ketentuan Allah 'Azza wa Jalla...
...Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah Surga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka, dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya...
(QS al-Bayyinah :8)

by Kang Alfan

0 Responses

Posting Komentar

  • Berlangganan

    Sahabat yang ingin mutiara-mutiara ini langsung terkirim ke Email Sahabat, silahkan masukkan Email disini:

    Kacamata Dunia

    free counters