Bagai matahari yang terbit waktu fajar di ufuk timur, sinar cahanya menerangi rerumputan hijau dan bunga yang berkuncup di atas puncak gunung mimpi. Lalu ia akan bermekaran, menebarkan semerbak aroma wangi alam segar. Kumbang pun akan berterbangan menikmati madu yang menggoda. Langit biru terbentang luas dihiasi awan putih yang lembut. Burung pun berkicau merdu, sambil mengepakkan sayap putihnya. Awal yang indah dalam setiap sanjungan cinta.
Sobat Mutiara Hati yang dimuliakan Allah, adakah yang lebih menyiksa dari jiwa yang dirajam asmara? Adakah yg lebih membiru dari sukma yang diracun rindu? Adakah yang lebih membara dari kalbu yang dipenjara cinta? Allah memberi kita dua kaki untuk berjalan, dua tangan untuk memegang, dua telinga untuk mendengar dan dua mata untuk melihat. Tetapi mengapa Allah hanya menganugerahkan sekeping hati pada kita? Karena Allah telah memberikan sekeping lagi hati pada seseorang untuk kita mencarinya, itulah yang namanya CINTA.
Tapi, suatu ketika...
Ya, drama kehidupan menuju mahligai pelaminan memang beragam. Ada yang menjalaninya dengan smooth, amat mulus, tapi ada yang berliku penuh onak duri, bahkan ada yang pupus ditengah perjalanan karena cintanya tak bertaut dalam mahligai pernikahan.
Ini bukan saja dialami oleh para ikhwan, kaum akhwat pun bisa mengalaminya. Bedanya, para ikhwan mengalami secara langsung karena posisi mereka sebagai subyek/pelaku aktif dalam proses mengkhitbah. Sehingga getirnya kegagalan cinta –seandainya memang terasa getir- langsung terasa. Sedangkan kaum akhwat perasaanya lebih aman tersembunyi karena mereka umumnya berposisi pasif, menunggu pinangan. Tapi manakala sang ikhwan yang didamba memilih berlabuh dihati yang lain kekecewaan juga merebak dihati mereka, atau sang ikhwan idaman tak kunjung pula datang kegelisan juga akan menyelimuti hati mereka.
Akhi wa ukhti fillah rahimakumullah, siapapun berhak kecewa manakala keinginan dan cita-citanya tidak tercapai. Perasaan kecewa adalah bagian dari gharizatul baqa' (naluri mempertahankan diri) yang Allah ciptakan pada manusia. Dengannya, manusia bukan onggokan daging dan tulang belulang. Ia juga bukan robot yang bergerak tanpa perasaan, tapi manusia memiliki aneka emosi jiwa. Ia bisa bergembira tapi juga bisa kecewa.
Sobat Mutiara Hati yang dimuliakan Allah, adakah yang lebih menyiksa dari jiwa yang dirajam asmara? Adakah yg lebih membiru dari sukma yang diracun rindu? Adakah yang lebih membara dari kalbu yang dipenjara cinta? Allah memberi kita dua kaki untuk berjalan, dua tangan untuk memegang, dua telinga untuk mendengar dan dua mata untuk melihat. Tetapi mengapa Allah hanya menganugerahkan sekeping hati pada kita? Karena Allah telah memberikan sekeping lagi hati pada seseorang untuk kita mencarinya, itulah yang namanya CINTA.
Tapi, suatu ketika...
“Afwan Jiddan, Akhi. Bukannya saya tidak menghormati permintaan akhi. Tapi rasanya kita cukup menjalin ukhuwah saja dalam perjuangan. Saya doakan semoga akhi menemukan pasangan lain yang lebih baik dari saya.”Amboi... Allhu Akbar, bagaimana rasanya bila kalimat di atas dialami oleh para ikhwan? Bisa saja langit terasa runtuh, hati berkeping-keping. Sang pujaan hati yang kita harapkan menjadi teman setia dalam mengarungi perjalanan hidup menampik khitbah kita. Segala asa yang pernah coba ditambatkan akhirnya karam. Cinta suci sang ikhwan bertepuk sebelah tangan. Ditolak? Emang enak! Wah, mungkin demikian pikiran sebagian ikhwan. Malu, kesal dan kecewa menjadi satu. Tapi itulah bentuk ‘perjuangan' menuju pernikahan. Kita tidak akan pernah tahu apakah sang pujaan menerima atau menolak kita, kecuali setelah mengajukan pinangan padanya. Manakala ditolak tidak usah malu, bukan cuma kita yang pernah ditolak, banyak ikhwan yang ‘senasib' dan ‘sependeritaan'. Saatnya berjiwa besar ketika ditolak. Tidak perlu merasa terhina. Demikian pula saat banyak orang tahu hal itu. Bukankah apa yang kita lakukan adalah sesuatu yang benar? Mengapa mesti malu.
Ya, drama kehidupan menuju mahligai pelaminan memang beragam. Ada yang menjalaninya dengan smooth, amat mulus, tapi ada yang berliku penuh onak duri, bahkan ada yang pupus ditengah perjalanan karena cintanya tak bertaut dalam mahligai pernikahan.
Ini bukan saja dialami oleh para ikhwan, kaum akhwat pun bisa mengalaminya. Bedanya, para ikhwan mengalami secara langsung karena posisi mereka sebagai subyek/pelaku aktif dalam proses mengkhitbah. Sehingga getirnya kegagalan cinta –seandainya memang terasa getir- langsung terasa. Sedangkan kaum akhwat perasaanya lebih aman tersembunyi karena mereka umumnya berposisi pasif, menunggu pinangan. Tapi manakala sang ikhwan yang didamba memilih berlabuh dihati yang lain kekecewaan juga merebak dihati mereka, atau sang ikhwan idaman tak kunjung pula datang kegelisan juga akan menyelimuti hati mereka.
Akhi wa ukhti fillah rahimakumullah, siapapun berhak kecewa manakala keinginan dan cita-citanya tidak tercapai. Perasaan kecewa adalah bagian dari gharizatul baqa' (naluri mempertahankan diri) yang Allah ciptakan pada manusia. Dengannya, manusia bukan onggokan daging dan tulang belulang. Ia juga bukan robot yang bergerak tanpa perasaan, tapi manusia memiliki aneka emosi jiwa. Ia bisa bergembira tapi juga bisa kecewa.
=bersambung>> #2
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar