“Suami yang saya dambakan adalah yang bertanggungjawab pada keluarga, giat berdakwah dan rajin beribadah, cerdas serta pengertian, penyayang, humoris, mapan dan juga tampan.”Itu mungkin suami dambaan salah seorang akhwat. Tapi jangan marah bila saya katakan bahwa seandainya kriteria itu adalah harga mati yang tak tertawar, maka yang ukhti butuhkan bukanlah seorang ikhwan melainkan kitab-kitab pembinaan. Karena kenyataannya tidak ada satupun ikhwan di dunia ini yang bisa memenuhi semua keinginan anti. Ada yang mapan tapi kurang rupawan, ada yang rajin beribadah tapi kurang mapan, ada yang giat dakwah dakwah tapi selalu merasa benar sendiri, dsb.
Ini bukan berarti kita tidak boleh memiliki kriteria bagi calon belahan jiwa kita, lantas membuat kita mengubah prinsip menjadi ‘yang penting akhwat” atau “yang penting ikhwan”. Tapi realistis lah, setiap menusia punya kekurangan – sekaligus kelebihan. Mereka yang menikah adalah orang-orang yang berani menerima kekurangan pasangannya, bukan orang-orang yang sempurna. Tapi berpikir realistis terhadap orang yang akan melamar kita, atau yang akan kita lamar, adalah kesempurnaan.
Di sisi lain, entah via SMS, Chatting, telpon, atau bicara langsung...
“Maukah ukhti menjadi istri saya? Saya tunggu jawaban ukhti dalam waktu 1 X 24 jam!”
Masya Allah, akhi, cinta bukanlah martabak telor yang bisa di tunggu waktu matangnya. Cinta juga berproses, membutuhkan waktu, apalagi berbicara rumah tangga, pastinya banyak pertimbangan-pertimbangan yang harus dipikirkan. Ada unsur keluarga yang juga berperan. Selain juga ada pilihan-pilihan yang mungkin bisa diambil. Cinta bisa juga datang dengan cepat tak terduga atau mungkin tidak seperti yang kita harapkan. Ada orang yang dengan cepat berumah tangga, tapi ada pula yang merasakan segalanya berjalan lambat, namun tidak pernah ada kata terlambat untuk merasakan kebahagiaan dalam pernikahan. Beri kesempatan diri kita untuk kembali merasakan kehangatan cinta. ‘love is knocking outside the door'. Tidak pernah ada kata menyerah untuk meraih kebahagiaan dalam naungan ridha-Nya. Yang pokok, ikhwan atau akhwat yang kelak akan menjadi pasangan kita adalah mereka yang dirihai agamanya.
Jadi, jangan terlalu percaya diri akhi bahwa lamaran antum diterima. Jangan juga terlalu yakin ukhti, bahwa sang pujaan akan datang ke rumah anti. Perjodohan adalah perkara gaib, tanpa ada seorang pun yang tahu kapan dan dengan siapa kita akan berjodoh. Cinta dan perjodohan tidak mengenal status dan identifikasi fisik. Bukan karena ukhti cantik maka para ikhwan menyukai ukhti. Juga bukan karena akhi tampan dan seorang hamalatud da'wah lalu setiap akhwat mendambakannya.
Lalu, apa yang harus kita lakukan? Tetap percaya diri dengan perbaiki diri selalu, dan Tawakkal kepada Allah swt. Sehingga manakala kenyataan pahit yang ada di depan mata, sang akhwat menolak khitbah kita atau sang ikhwan memilih ‘bunga' yang lain, hati ini tidak akan tercabik. Yang akan datang adalah keikhlasan dan sikap lapang dada.
Nah, bagaimana kalau CINTA BERBALAS? Apakah memang seperti gambaran orang-orang yang patah hati karena cinta mereka bertepuk sebelah tangan? apakah Cinta yang berbalas itu benar-benar indah dan membahagiakan?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar