Cinta, duh cinta...
Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat dan kemarahan menjadi rahmat. Kata seorang pujangga. Dan juga hati-hati dengan cinta, karena cinta juga dapat membuat orang sehat menjadi sakit, orang gemuk menjadi kurus, orang normal menjadi gila, orang kaya menjadi miskin, raja menjadi budak. Memang, virus merah jambu ini memang bisa bikin blingsatan dan jungkir balik tidak karuan. Uring-uringan, hingga makan tak enak, tidur pun tak nyenyak.
“Seandainya ukhti menjadi istri saya, saya berjanji akan membahagiakan ukhti,” demikian kira-kira ungkapan keinginan para ikhwan terhadap akhwat yang akan mereka lamar. Tak peduli siang malam, yang dipikirkan hanya juwita sayang impian seorang. Tak tahan dengan lamaran sang ikhwan, setelah mikir hampir sebulan, si akhwat pun jatuh cinta. Jiwa terbang ke awang-awang, bermain dengan bintang gemintang. Dan akhirnya mengambil keputusan untuk tak menolak lamaran, dan segara menuju ke pelaminan.
Akhirnya... Nikah juga, cihuuuiii...!!!
Di malam pertama yang begitu indah, dua sejoli sama-sama gugup dan gagap saat kali pertama berduaan. Tak tahu apa yang harus dibicarakan, dan apa yang harus dilakukan, sehingga mereka tak berani berhadapan. Lalu keduanya memutuskan untuk duduk berdampingan tapi masih agak berjauhan. Sambil melihat purnamanya rembulan, sang ikhwan, meski gemetaran, mulai berani memegang tangan, dan memulai membuka percakapan.
"Umi, tahu nggak?"
"Tahu apa, abi!" Jawab si akhwat dengan nada gemetaran.
"Sudah lama abi kagum sama umi".
"ah, masak. Sejak kapan, bi?" balik tanya
"Sejak ketemu di kajian mingguan di masjid kampus, semester yang lalu, tak sengaja abi melihat umi yang sedang melintas".
Suasana hening sejenak, keduanya belum juga berani bertatapan, tapi duduknya tambah berdekatan. Sang ikhwan memulai lagi,
"Umi...".
"Ada apa, bi?"
"Umi...".
"Iya, ada apa?"
"Umi, lihat abi".
Kemudian si akhwat pun mulai berani menatap sang Ikhwan, dan 'Cessss...!!!'. Entah apa yang terjadi pada keduanya, hanya mata yang berkaca-kaca yang bisa menjawabnya. Tanpa melepas pandangan, dan terus memandang dengan penuh perasaan, si akhwat bertanya,
"Ada apa, bi?"
"Sakit nggak, mi?" tanya si ikhwan lagi.
"Sakit kenapa?"
"Bidadari kaya umi, jatuh dari langit.. Sakit nggak sih ?"
Si akhwat pun tersipu malu, hidung kembang-kempis dan jempol kaki jadi tambah gede, "Idih... Abi bisa aja nih." Cubit-cubitan pun tak bisa dihindarkan
Cinta, duh cinta...
Di awal pernikahan duhai sungguh indah sekali, sayang-sayangan yang bikin mabuk kepayang, makan saling suap-suapan, di jalan pun saling bergandengan, hingga kadang membuat iri yang belum menemukan pasangan. Tidak percaya! Silahkan,
Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat dan kemarahan menjadi rahmat. Kata seorang pujangga. Dan juga hati-hati dengan cinta, karena cinta juga dapat membuat orang sehat menjadi sakit, orang gemuk menjadi kurus, orang normal menjadi gila, orang kaya menjadi miskin, raja menjadi budak. Memang, virus merah jambu ini memang bisa bikin blingsatan dan jungkir balik tidak karuan. Uring-uringan, hingga makan tak enak, tidur pun tak nyenyak.
“Seandainya ukhti menjadi istri saya, saya berjanji akan membahagiakan ukhti,” demikian kira-kira ungkapan keinginan para ikhwan terhadap akhwat yang akan mereka lamar. Tak peduli siang malam, yang dipikirkan hanya juwita sayang impian seorang. Tak tahan dengan lamaran sang ikhwan, setelah mikir hampir sebulan, si akhwat pun jatuh cinta. Jiwa terbang ke awang-awang, bermain dengan bintang gemintang. Dan akhirnya mengambil keputusan untuk tak menolak lamaran, dan segara menuju ke pelaminan.
Akhirnya... Nikah juga, cihuuuiii...!!!
Di malam pertama yang begitu indah, dua sejoli sama-sama gugup dan gagap saat kali pertama berduaan. Tak tahu apa yang harus dibicarakan, dan apa yang harus dilakukan, sehingga mereka tak berani berhadapan. Lalu keduanya memutuskan untuk duduk berdampingan tapi masih agak berjauhan. Sambil melihat purnamanya rembulan, sang ikhwan, meski gemetaran, mulai berani memegang tangan, dan memulai membuka percakapan.
"Umi, tahu nggak?"
"Tahu apa, abi!" Jawab si akhwat dengan nada gemetaran.
"Sudah lama abi kagum sama umi".
"ah, masak. Sejak kapan, bi?" balik tanya
"Sejak ketemu di kajian mingguan di masjid kampus, semester yang lalu, tak sengaja abi melihat umi yang sedang melintas".
Suasana hening sejenak, keduanya belum juga berani bertatapan, tapi duduknya tambah berdekatan. Sang ikhwan memulai lagi,
"Umi...".
"Ada apa, bi?"
"Umi...".
"Iya, ada apa?"
"Umi, lihat abi".
Kemudian si akhwat pun mulai berani menatap sang Ikhwan, dan 'Cessss...!!!'. Entah apa yang terjadi pada keduanya, hanya mata yang berkaca-kaca yang bisa menjawabnya. Tanpa melepas pandangan, dan terus memandang dengan penuh perasaan, si akhwat bertanya,
"Ada apa, bi?"
"Sakit nggak, mi?" tanya si ikhwan lagi.
"Sakit kenapa?"
"Bidadari kaya umi, jatuh dari langit.. Sakit nggak sih ?"
Si akhwat pun tersipu malu, hidung kembang-kempis dan jempol kaki jadi tambah gede, "Idih... Abi bisa aja nih." Cubit-cubitan pun tak bisa dihindarkan
Cinta, duh cinta...
Di awal pernikahan duhai sungguh indah sekali, sayang-sayangan yang bikin mabuk kepayang, makan saling suap-suapan, di jalan pun saling bergandengan, hingga kadang membuat iri yang belum menemukan pasangan. Tidak percaya! Silahkan,
BUKTIKAN...!!!
=berakhir>> ||
=berbalik>> #3
=berbalik>> #3
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar